f i r s t d i n n e r

4.3K 680 25
                                    

Parameswara

Apakah aku udah prepare akan ditolak?

Iya, udah.

Apakah aku masih kaget dan terluka saat ditolak?

Iya, masih.

Ditolak Sabrina tadi siang, vibenya masih kerasa sampai sekarang.

Bener-bener, ya.

Dah lah.

Mau pulang.

Bikin Indomie. Mau mukbang Indomie dua bungkus. Pakai telur. Cabe rawitnya yang banyak. Mau sebanyak apapun cabenya, nggak bakal bisa ngalahin pedesnya penolakan Sabrina barusan.

Udah. Aku nyerah.

Hari ini. Di hari ulang tahunku. Untuk terakhir kalinya aku berusaha.

Bendera putih, ya. Catat.

Sabrina

Jam pulang. Saat yang aku tunggu-tunggu akhirnya tiba.

Aku hanya ingin segera sampai rumah dan tidur. Aku benar-benar butuh berbaring.

Badanku hari ini sudah pasti tidak fit. Dan aku juga demam. Seharian ini, aku tidak menyalakan AC di ruanganku karena aku kedinginan.

Untuk mengurangi beban saat pulang, aku bahkan meninggalkan beberapa barangku di kantor. Kecuali laptop. Rencananya aku akan mengerjakan beberapa hal sesampainya di rumah.

Apakah aku berlebihan?

Aku berjalan pelan keluar ruangan. Bahkan pintu lift di ujung ruangan terlihat tidak berdiri sempurna di penglihatanku.

Baiklah. Sepertinya besok aku harus izin tidak masuk, dan segera pergi ke dokter. Setidaknya satu hari untuk recovery tubuh 31 tahunku yang malang ini.

Pintu lift terbuka, dan aku langsung masuk. Sendirian.

Aku setengah bersandar ke sisi lift setelah menekan tombol lift.

Wajahku benar-benar panas.

Belum sampai pintu lift tertutup, aku mendengar derap langkah yang menyusul.

Reflek, aku menekan tombol hold.

Dua orang masuk; Parameswara dan Bagas. Aku membalas senyum mereka.

Aku yang awalnya setengah bersandar, berubah posisi menjadi tegap. Tidak enak kalau dilihat yang lain.

Pintu lift tertutup.

Tidak ada pembicaraan antara kami bertiga hingga lift sampai di lantai tujuan; lantai dasar.

Pintu terbuka. Dua pria di depanku melangkah keluar duluan. Aku pun menyusul di belakang.

Semuanya tampak normal hingga aku tiba-tiba merasakan bahwa kakiku tiba-tiba mendadak lemas setelah keluar dari lift.

Aku terhenti.

Aku masih berdiri. Tanganku berpegang pada pot besar permanen di sisi kanan.

Entah kenapa, aku memejamkan mata. Berusaha fokus dan mencari keseimbangan.

Samar-samar, aku mendengar beberapa suara yang memanggil-manggil namaku.

Saat kembali membuka mata, aku menemukan keadaan di sekitarku menjadi kabur. Tubuhku serasa melayang.

Aku masih berusaha mengatur pernafasan.

4

3

PUKAU (Complete)Where stories live. Discover now