p a w a n g

3.7K 611 22
                                    

Parameswara

"Kenapa senyum-senyum?" Tembak Bagas saat aku meletakkan tas ranselku di meja.

Senyumku yang ternyata sedari tadi diperhatikan Bagas langsung memudar. Merusak suasana aja ini orang. "Emang kenapa? Aku nggak boleh senyum? Otot-otot mukaku ini nggak boleh gerak, gitu?" Aku melempar keadaan.

"You are being weird lately." Bagas memicingkan matanya sinis.

"Perasaan kamu aja, Jes.."

Aku segera duduk. Hari ini rasanya nyamaaaan banget. Nggak tahu kenapa.

Bajuku hari ini bersih, wangi, dan nggak kusut. Rambutku hari ini juga bisa diajak koordinasi banget untuk ditata dengan gel rambut.

Pokoknya, hari ini rasanya aku ganteng banget.

Nggak usah protes.

Semalam, meskipun tidur larut, aku bangun pagi. Bukannya pegal, badanku justru rasanya sangat rileks. Ya, bisa dibilang tidurku nyenyak, sih.

Aku menengok ruangan Sabrina. Dari balik jendela yang tertutup roller blind, ruangan itu tampak terang. Ihiyyy, Sabrina udah datang.

Kemudian, aku beralih ke teman sekubikelku. Hendak menanyakan sesuatu. Iseng aja, sih.

"Jes," panggilku sambil mendekatkan kursiku kepadanya.

"Hm?" Jawab Bagas, tapi belum menoleh.

"Aku nanya aja, ya, ini.." aku memelankan suaraku.

"Iya,"

"Nggak ada maksud apa-apa.." suaraku semakin pelan.

"Iya,"

"Kamu dulu, melamar Andari gimana?"

Hening.

Bagas hanya menatapku. Nggak ada respon.

Sesaat kemudian, dia mengarahkan kursinya untuk menghadapku. "Ra, pernikahan itu hal yang serius, lho. Kalau kamu nggak yakin untuk sungguh-sungguh, lupain aja."

Aku mendengus. "Aku cuma nanya, Jes,"

Bagas ikut mendengus. "Atas dasar apa?"

"Atas dasar ingin tahu."

Hening lagi.

Bagas menghela nafas dengan berat. "Nggak ada yang spesial. Aku cuma bilang aja, aku bisa ketemu orang tua Andari kapan? Terus udah, aku kesana."

"Terus?"

Bagas mencoba mengangguk-angguk, gesturnya sedikit mengingat-ingat. "Pertama kali, aku datang sendiri ke Bandung. Sampaikan niat. Kedua, kalau sudah lampu hijau dari orang tuanya, baru aku bawa orang tuaku sekalian ke Bandung juga, ketemu keluarganya (Andari),"

"Orang tua, ya?"

Bagas berubah sebal. "Ya iya lah, Wara. Mau nikahin anak orang ini. Masa tiba-tiba ajak kawin lari."

"Oh.." aku nggak tahu harus menanggapi bagaimana lagi.

"Oh macam apa itu? Kamu mau menikah?"

Aku hanya bergeming. Nggak sanggup untuk melanjutkan percakapan.

Sekilas, Bagas merangkul pundakku, mendekatkan tubuhnya kepadaku, sampai pelipis kami hampir bersentuhan. "Kamu nggak hamilin anak orang, 'kan?" Dia berbisik.

Aku hampir bangkit dan mencecar Bagas saat itu juga, tapi aku memilih untuk tetap tenang. Aku segera menggeleng pelan.

"Lebih parah," bisikku sambil menatap Bagas tajam.

PUKAU (Complete)Where stories live. Discover now