b e k a s l u k a

3.7K 597 11
                                    

Sabrina

Aku meminta Darren untuk bertemu di hari Minggu pada weekend berikutnya. Hanya saja, dia menjadi bersikeras untuk menemuiku di hari Minggu ini.

Sebelum menemuinya, aku benar-benar ditekankan oleh Khalila untuk menggunakan baju yang paling bagus, make up yang paling menawan, dan harus benar-benar berpenampilan sebaik mungkin.

Saat dia berusaha menata rambutku, entah bagaimana, aku jadi teringat suatu hal.

"La, tolong bantu aku potong poni."

"Potong gimana?"

"Poni depan."

Seperti menyambut ideku yang sebenarnya tiba-tiba, Khalila justru tersenyum lebar dan dengan semangat mengambil gunting rambut untuk segera menciptakan poni depan untukku.

Dan sekarang, aku sudah berada disini. Di sebuah cafe di area lobby hotel tempat Darren menginap. Aku bersedia bertemu di tempat ini karena hotel ini jauh dari tempat tinggalku dan kantor.

Darren sudah terlebih dahulu datang dan duduk.

Aku yang mengira akan merasakan mulas, dan gemetar, ternyata tidak. Aku berusaha tetap tenang.

Aku menghampirinya.

Sore ini, dia jauh tampak lebih segar.

Saat aku sudah sampai di depan meja, dia menatapku cukup lama, hingga kami berdua duduk.

"Apa kabar, nak?"

Aku masih tidak nyaman dengan sapaan itu.

Seperti menyadari ketidaknyamananku, dia berdeham. "Maafkan Ayah. Apa kabar, Sabrina?"

"Untuk saat ini, saya boleh memanggil Bapak Darren saja?"

Sekali lagi, aku menolaknya. Meskipun aku menyetujui untuk bertemu, aku tidak akan begitu saja memanggil Ayah.

Dia mengangguk. "Saya sudah pesankan minum. Sebentar lagi datang."

Aku mengangguk.

"Apa kabar, Sabrina?" Tanyanya. Entah sudah berapa kali "apa kabar" yang dikatakannya.

"Saya baik.." kataku. Aku memang dalam kondisiku yang paling baik untuk saat ini.

Hening.

Dia hanya menatapku.

Dan aku hanya menatap sekelilingku.

"Kamu sudah makan? Mau saya pesankan makanan?"

Aku menggeleng. "Terima kasih.. saya sudah makan sebelum kesini."

"Bagaimana kabar Eyang di sana?"

"Mereka sehat."

Darren kembali memperhatikanku. "Sabrina.. Ayah-saya, rindu sekali.." bola matanya sedikit berkaca.

Aku menghela nafas. Aku sendiri tidak tahu perasaanku saat ini dinamakan apa. "Saya tidak tahu kenapa Bapak merindukan saya."

Darren masih menatapku. "Saya hanya ingin bertemu dengan anak saya," katanya lirih.

Aku mengangguk. "Bapak sudah menemuinya. Meskipun setelah sekian lama, dan baru bertemu sekarang."

Sekilas, dia menunduk. "Maafkan saya, ya, Sabrina.."

Tidak lama, minuman kami datang. Dua gelas minuman dengan menu yang sama disajikan di meja kami; milkshake stroberi.

Aku tersenyum getir.

"Kenapa baru sekarang Bapak minta kita untuk bertemu?" Kataku sekali lagi.

"Maafkan saya, Sabrina.. masa itu adalah masa yang benar-benar kacau bagi saya."

PUKAU (Complete)Where stories live. Discover now