f a v o r i t e c r i m e

3.6K 561 21
                                    

All the things I did
Just so I could call you mine
The things you did
Well, I hope I was your favorite crime

(Olivia Rodrigo - Favorite Crime)

***

Parameswara

Biasanya, saat merasakan sedih atau stress, aku selalu pergi untuk makan makanan yang enak, atau bersepeda keliling kota Solo.

Tapi, kali ini.

Aku akan membiarkan diriku ini merasakan perasaan sedih.

Aku nggak akan menghilangkannya.

Aku nggak akan mendistraksinya dengan makanan enak atau bersepeda keliling kota.

Aku akan membiarkan kesedihan ini melahapku.

Aku nggak akan meronta meskipun rasanya ingin sekali untuk membuang semua perasaan yang berat ini.

Meskipun di pikiranku kembali memutar hal-hal yang nggak ingin aku ingat.

Meskipun banyak hal yang nggak sempat aku utarakan.

Meskipun nggak ada hal yang bisa membantuku.

Kali ini, aku akan membiarkan kesedihan ini yang berkuasa.

Jangankan pergi makan, atau bersepeda. Keluar kamar pun rasanya nggak ada tenaga. Rasanya hanya ingin meringkuk di kasur untuk waktu yang lama.

Aku nggak ingin apa-apa selain menghilang.

Meskipun..

Aku berharap hari sedih ini nggak akan berlangsung selamanya.

Aku berharap masih diberikan kesempatan menghadapi hari-hari berat lain, dan dapat melewatinya.

Aku berharap masih diizinkan untuk merasakan hal-hal yang membahagiakan, sama seperti saat aku diizinkan untuk merasakan hal-hal yang menyedihkan.

Ini bukan hari terburukku.

Ya, meskipun ini salah satunya, sih.

Selesai acara staff dinner semalam, aku langsung pamit pulang. Dengan pasang senyum palsu dan alasan harus mampir ke minimarket dulu beli belanjaan Ibu, aku pulang diizinkan meninggalkan acara.

Aku pun nggak pulang ke rumah Ibu.

Aku pulang ke rumahku sendiri.

Bertemu orang-orang, apalagi anggota keluarga, saat sedih benar-benar bukan ide yang bagus untukku.

Aku hanya ingin sendiri saat sedih.

Sampai pagi ini.

Masih di dalam kamar yang hanya disinari cahaya matahari dari balik tirai jendela, aku kembali meringkuk dan menarik selimut.

Bahkan udara pukul delapan pagi masih membuatku sedikit kedinginan.

Aku kembali memejamkan mata.

Nggak, aku nggak tidur.

Begitu juga dengan semalam.

Aku nggak bisa tidur.

Saat mataku terpejam, lagi, memori itu terputar.

Ingin sekali aku mengelak semua yang dikatakan Sabrina semalam.

Ingin rasanya aku menantang habis-habisan dan ngeyel bahwa perasaanku ini nggak keliru. Sampai seratus tahun ke depan, nggak akan pernah keliru.

Tapi, dia benar-benar mempersilakanku.

Dia benar-benar seperti sudah merencanakan kejahatannya ini.

Iya, Sabrina jahat.

PUKAU (Complete)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ