o k t o b e r

4K 602 7
                                    

Sabrina

Selamat datang bulan Oktober.

Tiga bulan terakhir menuju akhir tahun.

Tiga bulan juga untukku dan seluruh team di Departemen SDM dan Umum untuk mempersiapkan rekrutmen awal tahun.

Pengalaman di kantor Surabaya, aku mempersiapkan ini semua sampai turun berat badan sejumlah tiga kilogram karena memang sangat menguras tenaga, pikiran, dan waktu.

"Makan siang bu?" tawar Anggita ketika masuk ke ruanganku. "Saya bungkusin."

Sampai hampir pukul 12 siang ini, aku masih berkutat dengan beberapa kontrak-kontrak kerja karyawan magang yang akan segera dinaikkan ke karyawan full-time. Belum nanti setelah makan siang akan ada rapat koordinasi dengan seluruh kepala Divisi.

Sebenarnya aku lapar sekali. Tapi, masih ada satu divisi lagi yang belum aku cek untuk pengajuan.

Kalau aku mengiyakan tawaran Anggita, ujung-ujungnya pasti tidak termakan karena pukul satu siang nanti, aku harus ke lantai 8; Divisi Operasional, untuk meeting.

"Terima kasih, Anggita. Kamu aja. Saya udah."

Anggita tampak merengut. "Ini ketiga kalinya dalam seminggu ini bu Sabrina nolak saya." Dengusnya. "Bu Sabrina lagi diet, ya?"

Aku hanya bergeming. Kemudian tersenyum tipis. "Maaf, ya.."

Anggita mengangguk lemah. "Saya makan siang dulu ya, bu. Kabarin kalo berubah pikiran."

Aku mengiyakan.

Parameswara

Aku sampai setengah mati menyeret-nyeret Bagas untuk turun sebelum jam makan siang selesai. Anak ini, date line masih tiga bulan lagi, tapi kayak ditagih buat satu jam lagi.

"Kenapa muka you?" Tanya Anggita sembari meletakkan sepiring nasi dengan lauk rawon plus krupuk di meja kami.

Bagas, si yang ditanya hanya diam saja sambil melahap nasi ramesnya.

Aku menengahi. "Kerjaan dia belum kelar. Gila ini orang. Sampe nggak ke toilet. Bisa mengerak di kubikel lho dia, kalau nggak aku seret kesini."

Anggita mendengus. "Tapi, emang tiga bulan terakhir sebelum akhir tahun bener-bener bulan terapesnya tim kita sih,"

Denis tiba-tiba nimbrung. "Aku pikir, campur tangan tim IT bakal bikin kerjaan kita makin gampang. Nyatanya, masih proses developing. Kita sendiri pula yang input datanya."

Aku mengangguk setuju. "Nasib cabang induk, ya begini."

Ada lima bank Prospero di kota Solo. Tapi, yang jadi kantor induk di kota batik ini, ya cuma kantorku. Segala tetek bengek semua divisi, ada di kantorku. Di saat cabang-cabang lain di kota ini hanya fokus pada operasional; ya transaksi nasabah dan kegiatan perbankan lainnya, kantorku doang yang dilibatkan dengan divisi Marketing, divisi SDM dan Umum, divisi Operasional, dan divisi-divisi lain selayaknya kantor pusat beneran.

"Kasihan juga si bu Sab," celetuk Anggita.

Aksi menyendokku terjeda sebentar. "Emang kenapa?" Tanyaku.

"Kalau aku tawarin makan siang, suka nggak mau. Takut nggak sempat kemakan kali, ya.." jelasnya. "Sempat curiga kalau dia diet," Anggita melanjutkan. "Tapi, setelah aku pikir-pikir, kalau aku punya body kayak bu Sab, beneran deh nggak kepikiran diet sama sekali." Anggita cekikikan.

"Iya sih. Setiap kita balik makan siang gini aja, dia udah nggak ada di ruangannya. Udah ngacir ke lantai 15; ke tim IT." Tambah Denis.

Aku masih menyimak.

PUKAU (Complete)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن