e n o u g h

3.9K 629 56
                                    

Parameswara

Kalau ini adalah sebuah bencana seharusnya aku berdoa, dan berikhtiar.

Tapi, kalau ini adalah sebuah kebaikan, kenapa perasaanku nggak keruan, dan gelisah seperti ada yang salah.

Aku baru saja mengiyakan Sabrina yang akan menginap di rumahku malam ini. Dan sekarang, aku dirundung perasaan yang aku sendiri nggak tahu ini perasaan apa.

Sebelum pulang ke rumahku, kami memutuskan untuk memesan makan malam lewat Drive-Thru McD. Udah cukup larut untuk dine in.

"Satu PaNas Spesial Large yang Crispy dan satu paket McSpicy Burger, up size. Minumnya Lemon Tea semua, ya," ujarku saat sampai di order point. "Oh iya.. sama nugget yang 9 pieces boleh deh,"

Saat crew menanyakan apakah aku mau menambah french fries atau dessert, Sabrina mencolek lenganku. "Potongan ayam paha bawah," bisiknya. Aku nggak tahu apa yang lucu, tapi mendengarnya berbisik sambil menatapku dengan kedua matanya yang lebar membuatku tersenyum.

"Oke," jawabku. Masih tersenyum. Alias mana bisa aku nggak senyum woyyy..

Di luar dugaan, yah.. typical bule yang biasanya lebih doyan kalau makan burger, dipatahkan oleh Sabrina yang dengan penuh keyakinan memilih paket nasi ayam untuk makan malamnya.

Kami tiba di rumahku pukul setengah sepuluh malam. Belum terlalu malam tapi sudah sangat sepi di komplek perumahan ini. Ya, maklum sih, aku membeli rumah di lingkungan orang yang rata-rata sudah sepuh dan pensiun dari profesinya.

Aku membuka pintu rumah dan mempersilakan Sabrina untuk masuk terlebih dahulu karena aku harus menjemur keset yang sepertinya kehujanan karena terakhir kali kesini, aku meninggalkannya begitu saja di depan teras.

Selesai cuci tangan dan masuk ke dalam, aku sudah menemukan Sabrina yang sedang menata makan malam kami di meja makan. Astaga, jajanan McD aja ditata loh. She is the true definition of neat. Udah. Kalau bisa daftarin sinonim neat yang lain, bakal aku tulis Sabrina Hatari.

Saat sedang sibuk memandangi Sabrina yang menata chili sauce di piring, dia justru menoleh. "Kamu tidak makan?"

Aku nyengir. "It feels like a fine dining,"

Sabrina menghela nafas. "Maaf.. sudah terbiasa.."

Aku langsung mengambil posisi duduk. "Nggak perlu minta maaf lah, Sab.. moment makan itu moment yang seharusnya selalu disyukuri. Apa pun makanannya. Salah satu bentuk mensyukuri versimu, mungkin dengan ini. Menata mereka dengan rapi."

Sabrina mengangguk. "Agree," dia mengambil posisi duduk di depanku. "But for me, it is simply I love doing it."

"Udah, ayok makan.." kataku kemudian mencomot sepotong french fries di piringku. "Sab.." panggilku.

Sabrina yang sedang menyuwir ayamnya menoleh. "Iya?"

"Kenapa kamu lebih suka makan nasi daripada burger?"

Di luar dugaan, Sabrina tersenyum. Meskipun sangat tipis. "I am more Indonesia than you think, Parameswara.."

Aku mendengus. "Is it? Kamu bisa bahasa Krama?"

Sabrina mengangguk. "Saged,"

Aku nyaris bersorak, tapi yang ada, baru mulutku saja yang terbuka tanpa menyuarakan apa-apa.

"Sasaenipun, kita nedha rumiyin, mas.." katanya kemudian menyuap nasinya.

"No way.." aku benar-benar nggak percaya. Barusan Krama Alus, lho.

PUKAU (Complete)Where stories live. Discover now