p e r t e m u a n

8.8K 997 12
                                    

Parameswara

DAMN IT.

Bakal jadi divisi macam apa ini nantinya.

Mungkin sekarang, aku masih mabuk lontong sayur sebagai makan siangku tadi. Sepertinya, aku belum sadar benar.

Kalau ini lelucon, srimulat macam apaan nih?

"This hot stuff is definetly makes me drooling now," kata Denis.

"Mana?" Bagas masih fokus dengan makhluk Tuhan paling seksi di depan sana.

"Bukan yang di mulut, tapi yang di bawah,"

"Congor-mu," hardik Bagas.

"Nemu dimana, Prospero, dapat KaDiv baru bule begini?"

"Yang jelas bukan di daftar cewek-cewek centil koleksimu,"

Kalau aku tadi pernah bilang bahwa hari Senin ini adalah hari Senin yang benar-benar kebalikan dari minggu lalu, INDEED.

Minggu lalu memang kursi KaDiv kosong, dan sekarang sudah ada isinya.

Diisi oleh siapa?

Ya, ini!

Sabrina. Masih dengan nickname Sab, belum berubah. Dia ini dulu kepala divisi di kantor wilayah Surabaya. Lulusan S-2. Selebihnya? Nanti saja. Aku sedang kelimpungan dengan penampilan Sabrina pagi ini. Blouse navy lengan pendek yang memamerkan lengan mulusnya, ditambah celana kain hitam yang membalut tungkai kakinya yang panjang. Dan, oh, pointed heels tujuh centi-nya.

In fact, I knew this girl. Lucu aja kalau mengetahui takdir mempertemukan kami disini. From her glance, aku tahu dia masih marah, mungkin kesal, atau bahkan masih dendam. But, man, I will take this as my serendipity. Aku berusaha profesional saja untuk saat ini.

DAMN, GIRL. Bisa nggak waras kalau aku kelamaan memandangi KaDiv-ku yang baru ini. Bisa-bisa, aku yang biasanya paling malas kalau disuruh meeting untuk review di setiap akhir bulan, menjadi nggak keberatan kalau harus meeting setiap hari.

"Lihat kakinya?" Denis menyikut perutku.

"Kenapa?" balasku.

"Aku udah bayangin tuh kaki nyikep di pinggang ini tahu, nggak?"

Shit. Ternyata pikiran Denis jauh lebih liar daripada pikiranku sebelumnya.

Emang, apa yang ada dalam pikiranku? Ah, lupakan saja.

"Pingin tak bawa pulang," ujar Denis lagi.

"Nasibnya Anggita kalau si KaDiv ini kamu bawa pulang, gimana?" lontarku.

Denis ini sedang dekat dengan Anggita. Iya, junior paling cakep selantai 12!

"Doi kelahiran 90," Gilang tiba-tiba nimbrung.

Aku, dan Denis sama-sama terperanjat. "MOSOK?!," desis kami berdua.

"Kok bisa tahu?" Denis penasaran.

Gilang nyengir boyish. "Aku ajak kenalan tadi waktu doi nongkrong di pantry pagi-pagi. Aku kira anak magang atau junior baru lagi, tahunya bu bos baru,"

DAMN. Lebih tua tiga tahunan ternyata. Aku baru tahu kalau Sabrina sebaya dengan kakak perempuanku, mbak Paras.

"Nis," tegurku ke Denis.

"Hm?"

"Kamu 'kan udah ada Anggita, dia aja yang dibawa pulang. Yang ini," aku menunjuk sekilas Sabrina yang masih bercuap-cuap menyampaikan pengalamannya di kantor wilayah Surabaya dulu. "Buat aku aja, ya?"

Denis hanya melotot tanpa suara.

Sabrina

This division must be kidding me.

Apa-apaan, ya?

Sebenarnya, semua job order dan arsip cukup oke. Justru lebih rapi dan konsisten kantor di Solo ini daripada yang di Surabaya. But, seriously, personnel research-nya kurang sekali. Banyak juga counseling yang postpone, dan tidak menyeluruh. Astaga, pantas saja om Jarwo senang bukan kepalang karena kena mutasi; PR-nya banyak.

Soal meeting tadi, biasa saja. Anak-anak kantor ini juga normal, meskipun aku cukup heran kenapa di divisi ini lebih banyak karyawan laki-laki daripada perempuan.

Omong-omong, aku tidak pernah menyangka saat akan mutasi ke Solo dan harus menghadapi fenomena ini; there's someone. Tepat ketika aku masuk ke dalam ruangan, aku menemukan sepasang mata yang cukup familiar bagiku, menghunus kepadaku.

Padahal dia tidak berubuat apa-apa. Hanya duduk bersama tiga orang temannya sambil terlalu banyak berbisik, dan tersenyum usil. I realized.

Aku masih benar-benar jelas mengingatnya.

Bahkan ketika dia tidak perlu memperkenalkan dirinya. Aku masih ingat kapan terakhir kali kami bertemu dan saling mengetahui satu sama lain.

Benar. Dia Wara. Parameswara Dwiki Laksono.

PUKAU (Complete)Where stories live. Discover now