l i b u r p a n j a n g

4.9K 746 36
                                    

Sabrina

What a long weekend. Aku berjanji akan menggunakan tiga hari ini untuk benar-benar me time. Tidak ada report dari kerjaan, WhatsApp tentang kerjaan, atau apa pun itu. Oleh karena itu, Kamis ini aku harus menyelesaikan semua report agar Jumat dan seterusnya nanti aku tidak senewen karena libur tapi masih digentayangi tentang pekerjaan.

Sebenarnya aku berniat pulang ke Yogyakarta, hanya saja membayangkan perjalanan yang jauh sudah membuatku nyeri dulu. Rumah Eyang Putriku berada di Gunung Kidul. Sebuah desa yang dekat dan terkenal dengan wisata pantainya. Akses kesana sudah jauh lebih baik daripada saat aku masih kecil dulu, tapi tetap saja, pulang kesana butuh niat dan waktu yang extra. Aku rindu kedua eyangku, tapi aku juga tidak bisa semendadak itu untuk pulang. Aku tidak suka perjalanan tanpa persiapan. Next, mungkin aku akan menggunakan sisa cutiku untuk pulang.

Aku melihat jam dinding ruanganku sudah menunjukkan pukul lima sore. Aku masih harus mengerjakan satu hal lagi; fotocopy beberapa objective untuk bulan depan, kemudian aku berikan ke masing-masing karyawan divisiku. Anak-anak kantor sudah pulang dari pukul empat sore tadi. Tersisa hanya aku dan pak Oji; office boy kantor di lantai ini.

Setelah mendapatkan copy-an yang aku harapkan, aku berjalan masuk ke ruang kerjaku. Sambil berjalan, aku melewati kubikel-kubikel karyawanku. Tanpa sadar, dari ujung ke ujung aku mengamati area kerja mereka.

Citra dengan stoples camilannya. Gilang dengan minyak rambut dan parfume-nya. Bagas dengan tissue basah dan lipbalm-nya. Hingga aku tanpa sadar terhenti di salah satu kubikel yang bersampingan dengan Bagas; kubikel milik Parameswara.

Di antara yang lain, menurutku kubikel miliknya adalah yang paling makes sense karena hanya ada berkas kantor yang disusun rapi, kemudian alat tulis, lalu PC. Aku terhenyak melihat sebuah kalender meja yang berisi penuh banyak coretan. Kebanyakkan bertuliskan nama-nama orang yang aku tidak kenal. Orang ini, tidak paham mengoperasikan kalender handphone dan reminder, apa?

Hingga sampai di halaman akhir, aku baru sadar bahwa ini adalah kalender keluarga. Sebuah kado ulangtahun untuk Parameswara.

Selamat bertambah usia yang ke-27, Parameswara Dwiki Laksono.

Love,
Ayah, Ibu, mbak Parasayu, adik Parama, and adik Paradisa.

Kemudian terdapat wajah Parameswara yang sedang tertidur di bagian pojoknya.

Tanpa sadar, aku tersenyum.

Ada-ada saja.

Aku meletakkan kembali kalender itu ke meja kerja Parameswara, kemudian melanjutkan perjalananku ke ruang kerja.

Parameswara

"Besok kemana yuk,"

Rama hanya melengos.

"Makan siang di luar, gimana?" tawarku.

"Kemana?" Tanyanya, tapi matanya masih fokus ke layar TV.

Aku jaraaang sekali quality time dengan Rama. Terlebih, adikku satu ini juga homebody banget. Libur kerja ya di rumah aja, pulang lembur juga tetap balik ke rumah. Nggak pernah main, nggak pernah nongkrong, atau apalah. Curiga dia ini manusia apa bukan. Bisa setidak peduli itu sama orang-orang.

"Kemana aja. Atau mau ke Yogya. Kita nginep disana. Ajak Disa sekalian,"

"Solo aja,"

Aku mendengus. Rama ini lulusan universitas negeri terkenal di Jakarta. Sempat ikut exchange selama musim panas di London. Terakhir di kerjaan, dia diutus bosnya untuk studi banding ke Swiss selama dua minggu. Hampir seperempat hidupnya dikasih kesempatan traveling, tapi giliran jalan-jalan ke luar kota dikit, sama saudara-saudaranya, dengan kuota waktu tiga hari, dia milih jalan-jalan sekitaran Solo aja?

Sesaat kemudian, aku mendengar suara derap langkah dari pintu rumah.

"I am homeyyy," seru Disa.

Aku kira adikku itu sendirian, ternyata ada seorang perempuan di balik punggungnya. Menggunakan cap New Era andalannya. Dia terlihat membawa tas ransel dan aku tahu mereka berdua akan melakukan apa.

"Eh? Ada Ica?" Seruku. Sejurus kemudian aku mengamati Rama. Aku ingin melihat keadaan dia sekarang bagaimana saat aku baru saja menyapa Ica atau Marissa; teman kuliah Disa yang sering banget menginap atau sekadar main ke Solo untuk antar Disa pulang.

Rama yang sedari tadi cuma tertarik sama program di TV, spontan menoleh. Wajahnya tenang. Tapi, tak kunjung balik lagi ke layar TV. Matanya tiba-tiba fokus kepada seorang perempuan di sebelah Disa. Perempuan yang malam ini menggunakan t-shirt polos warna putih, dan boyfriend jeans.

"Halo mas-mas, izin liburan disini yaaa," jelasnya sambil meletakkan beberapa barang bawaannya. "Aku bawa Bakpia Kurniasari loooh," serunya sambil menjunjung tinggi sebuah plastik besar di tangan kanannya. Marissa ini asli orang Yogyakarta. Satu kampus dengan Disa, sudah jelas. Satu jurusan juga. Bestie banget, ya?

"Wih thankyou-thankyou," balasku sambil meraih plastik berisi tiga pack penuh Bakpia favoritku. Eh, sebenarnya favorit Rama sih. Cuma anggap saja aku mewakili ke-excited-an Rama karena itu orang semenjak aku menyapa Marissa cuma bisa melongo. Udah.

Marissa melepas cap yang sedari tadi bertengger di puncak kepalanya. Hari ini rambutnya diikat satu ke belakang. Aku yakin, Rama sudah oleng dari beberapa menit yang lalu.

Tiba-tiba, aku jadi teringat sesuatu. "Eh, Ca, mumpung long weekend dan kamu liburan disini, jalan-jalan yuk kita semua keliling Solo,"

Rama yang sedari tadi melongo tanpa arah, akhirnya mengkerjap-kerjapkan matanya kemudian menatapku tajam.

"Lah, iya? Acara apa?" Disa nyamber.

"Ini masmu katanya pingin jalan-jalan. Suntuk di rumah," aku memasang umpan. Rama masih diam saja, tapi aku sudah bisa meramal kalau sepuluh menit ke depan, kalau adikku Disa dan temannya sudah masuk ke dalam, remot TV yang sedang dicengkeram Rama bisa pindah ke kerongkonganku.

"Boleh-boleh!" Marissa tampak bersemangat.

"Boleh tapi jangan pagi-pagi yah," ujar Disa. Adikku satu ini jauh sekali dengan istilah morning person.

Disa dan Marissa pamit undur diri untuk masuk ke dalam, sekalian antar Marissa bebersih dan menaruh barang-barang bawaannya.

Saat mereka berdua sudah menghilang di ujung ruang keluarga, aku menatap Rama dengan sungguh-sungguh.

"Mas," kata Rama begitu mata kami bertemu.

Aku menunggu dengan perasaan excited.

Rama kembali diam. Terlihat berpikir.

Hening.

Aku sudah bersiap. Rama pasti sangat senang dan tidak sabar untuk menyambut besok. Seperti zaman sekolah dulu, saking senangnya tidak bisa tidur di malam hari karena besok paginya study tour.

Adikku menghela nafas sejenak, kemudian matanya menatapku dalam. "Asu ya," katanya.

Aku terbahak puas.

PUKAU (Complete)Where stories live. Discover now