s a v e t h e t e a r s

3.7K 605 15
                                    

Parameswara

Es Dawet paling enak menurutku ada di Pasar Gedhe. Tapi, apalah gunanya ke Pasar Gedhe dan minum Es Dawet dengan kuah santan dan telasih yang menyegarkan itu kalau Sabrina nggak bisa ikut menikmatinya.

Alhasil, masih dengan tema es Dawet, aku mengajak Sabrina untuk minum es Dawet di daerah Pasar Kadipolo. Ada es Dawet dengan air jeruk nipis yang terkenal disini.

Benar aja. Anaknya kelihatan senang banget diajak jajan es ini.

Siang ini panas banget sih. Makanya paling benar ya duduk berteduh di bawah pohon sambil minum es Dawet.

"Enak?" Tanyaku.

Sabrina mengangguk mantap.

Gerobak es ini berada di pinggir jalan, jadi sambil menyeruput es, bisa juga lihat kendaraan yang lalu lalang. Begini aja aku senang. Mudah-mudahan Sabrina juga.

Tapi, kalau aku fokus lihatin jalanan, Sabrina justru menatap lama seorang anak perempuan kecil yang duduk di atas motor dengan seorang laki-laki dewasa yang kemungkinan besar adalah ayahnya. Sang ayah menggendong anak perempuan tadi dan sang anak sibuk menunjuk-nunjuk dan melihat apa yang ada di balik kaca gerobak es.

Tatapannya belum juga beralih, bahkan saat es di gelasku sudah hampir habis.

"Anak itu ngingetin aku pas zaman kecil dulu deh. Diajak muter-muter naik Vespa tua sama Bapak. Jalan-jalan ke daerah pasar sih paling seru, soalnya dulu disini banyak banget jajan."

Sabrina menoleh. "Kamu dari kecil sudah suka beli makanan dan minuman disini?"

Aku mengangguk. "Aku sih yang paling sering diajak Bapak. Mbak-ku nggak pernah mau karena nggak suka naik motor, dia takut rambutnya berantakan dan susah disisir. Adik-adikku juga jarang mau karena Parama dan Paradisa itu satu paket, dua-duanya harus ikut kalau nggak mau berantem. Dari pada ribet, aku aja yang diajak."

Sabrina tersenyum. "Kedengarannya menyenangkan,"

"Di masa kecil, meskipun sederhana, semuanya terasa menyenangkan nggak sih?"

Senyum Sabrina sedikit memudar, tapi nggak sepenuhnya hilang. "Bukan karena hal apa yang kamu lakukan, Wara. Tapi dengan siapa kamu melakukannya,"

Aku menyetujuinya. "Apa hal yang paling menyenangkan di hidupmu?"

"Mempunyai teman." Sabrina menghela nafas. "Tidak banyak hal yang bisa aku syukuri. Tapi, mempunyai teman adalah hal yang melegakan."

Aku menyimak.

"Aku tidak pandai berteman. Aku baru benar-benar mempunyai teman di kelas akhir saat SMA. Entah, aku yang tidak pandai, atau aku yang tidak bisa. Tapi, aku bersyukur aku mempunyainya sekarang."

Aku tersenyum. Benar. Bahkan mempunyai teman pun bisa membuat Sabrina merasa sangat bersyukur. "Khalila, ya.." ujarku.

Sabrina mengangguk. "...dan kamu." Katanya sambil menatapku.

Hening.

Aku belum bisa menanggapi.

"Menghabiskan waktu dengan kamu, membuatku merasa tidak sendirian. Atau jika aku harus sendirian, aku tidak akan merasa kesepian, karena aku tahu bahwa kamu ada."

Belum pernah aku merasakan perasaan yang sangat tenang seperti ini.

"Aku sudah cukup melalui banyak hal sampai sekarang. Seperti yang aku bilang tadi, dalam hidupku, tidak banyak yang bisa aku syukuri. Tapi, aku bena-benar merasa bersyukur kamu ada disini, Wara.." Sabrina beralih memandangi jalan yang ada di depan kami.

PUKAU (Complete)Where stories live. Discover now