Crazy Little Thing Called Love [4]

8.3K 1K 29
                                    

"Aku salah sangka berarti. Selama ini kukira kamu tipe cowok yang takluk sama cinta," Kimi tertawa tapi terdengar sumbang. "Mungkin karena kamu tetap suka sama Lea setelah sekian tahun."

Marcus menatapku dengan mata dipenuhi binar. "Itu karena Lea memang istimewa, Kim."

Aku tak bisa menahan diri lagi. "Gimana kalau ternyata aku punya masa lalu yang jelek? Pernah jadi simpanan om-om, anggap aja gitu. Apa kamu tetap akan jatuh cinta sama aku?" Marcus malah tertawa karenanya.

"Jangan ngomong sembarangan deh, Lea! Kamu kira aku nggak tau siapa kamu? Dulu, Krishna pernah curhat nggak sengaja sama anak-anak. Bilang kalau kamu susah banget diajak macam-macam. Itu yang awalnya bikin aku suka sama kamu, sampai ikut taruhan konyol sama Jordy segala. Kamu cewek yang punya prinsip, berani nolak maunya pacar sendiri. Itu bikin kagum, lho! Belum lagi kasus sama Pak Aldy Sjuman. Aku tau kamu cewek kayak apa. Kalau nggak, mustahil selama ini aku cuma bisanya jatuh cinta sama kamu."

Kata cinta itu diucapkan Marcus dengan ringan. Namun membuatku semakin tak bisa menutup mulut. "Aku kan cuma berandai-andai. Penasaran aja pengin tau," kataku setengah mendesak. Aku melirik Kimi. "Gimana kalau Leala yang kamu anggap berprinsip ini, pernah bikin kesalahan fatal dulunya?"

Di depanku, Marcus mengangkat bahu. "Entahlah, aku nggak pernah bayangin hal kayak gitu. Tapi, andai nih ya, kondisinya memang kayak gitu, aku sih memilih mundur. Aku orang yang setia, nggak pernah berbuat aneh-aneh sama cewek. Pergaulan bebas itu nggak ada dalam kamusku. Jadi, kurasa nggak berlebihan kalau aku berharap dapat pasangan yang bisa menjaga dirinya dengan baik." Senyum Marcus ditujukan kepadaku. "Ogah ah berandai-andai. Faktanya, kamu memang istimewa."

Mulutku seketika terasa pahit.

"Jadi, karena alasan itu kamu nolak Vienna?" Kimi kembali bersuara.

Lelaki itu tampak kaget meski cuma sesaat. "Kayaknya Vienna udah ngomong sesuatu, ya? Percuma juga aku nutup-nutupi," Marcus menghela napas. "Aku memang pernah naksir Vienna, Kim. Tepatnya, mulai dua bulan lalu. Yah, setelah Lea menolakku untuk kesekian kalinya. Sampai aku tau soal... yah... masa lalunya. Kalian tau apa yang kumaksud, kan? Nah, itu yang bikin aku akhirnya mundur. Untungnya perasaanku sama Vienna belum berkembang terlalu jauh. Cuma, kayaknya Vienna masih sakit hati karena aku mutusin untuk mundur. Tadi keliatan, kan? Sikapnya dingin sama aku."

Aku dan Kimi tidak lagi berminat membahas soal masa lalu di depan Marcus. Kami sudah mendapat jawaban yang sangat jelas. Sahabatku mengalihkan pembicaraan tentang masa persalinannya yang takkan lama lagi. Menjelang pukul satu, Marcus akhirnya pamit.

Kimi kembali duduk di sebelahku. Berdua kami terdiam entah sampai berapa lama, hingga Dinda memberi tahu bahwa makanan yang dibawa Edgar sangat lezat. Dia dan Efri sudah menghabiskan jatah makan siang mereka di dapur, bergantian. Aku sempat menyuruh Kimi segera makan. Namun sahabatku itu tampaknya belum berminat mengisi perutnya. Sementara itu, ada beberapa pengunjung berseragam kantoran memasuki butik dan mulai melihat-lihat koleksi Special One.

"Syarat untuk jadi pasangan Marcus adalah perawan yang tak bernoda. Aku salut dengan prinsipnya, andai aku Leala yang dulu. Tapi berhubung hidupku jadi begitu rumit, aku senang karena tak terlibat masalah perasaan dengan Marcus. Dia hanya untuk cewek baik-baik. Cuma, dalam kasus Vienna kurasa respons Marcus berlebihan," desahku muram. "Aku nggak pernah cerita sama kamu sebelumnya. Karena aku takut selama ini udah bereaksi berlebihan. Tapi, salah satu hal yang bikin aku mundur setelah sempat jalan beberapa kali sama Marcus, ya soal prinsipnya itu. Meski alasan utama karena nggak ada aliran listriknya blas."

"Bisa ceritain versi lengkapnya?" pinta Kimi. "Harusnya masalah kayak gini kamu omongin sama aku."

Aku berdeham. "Suatu kali kami makan di restoran. Di meja sebelah, ada pasangan beda usia. Yang cewek mungkin masih awal dua puluhan. Keliatan masih muda banget. Sementara yang cowok udah di atas empat puluhan. Mereka sedang asyik makan pas tiba-tiba dilabrak sama istri si cowok. Ribut deh."

"Trus?" desak Kimi.

"Aku dan Marcus nggak sengaja jadi membahas soal cewek yang jadi simpanan om-om. Waktu itu dia tegas bilang, nggak akan mau sama 'cewek sisa'. Itu perumpamaan yang dia pakai. Setelah itu aku jadi makin yakin kalau sebaiknya jaga jarak dari Marcus. Kalaupun aku punya perasaan sama dia, udah jelas ada masalah besar sehubungan sama prinsipnya itu.

"Sekarang kita bisa yakin responsnya kayak apa kalau tau apa yang pernah kulakukan sama Reiner. Vienna aja ditinggalin. Padahal... masalah Vienna itu bisa dibilang sepele dibanding aku. Dia foto bugil karena ditipu agensi artis gadungan. Dibujuk dan dibohongi. Dibilang bakalan diorbitkan jadi artis, harus foto seksi sebagai syarat untuk dapat kontrak. Nyatanya nggak cuma seksi, tapi dipaksa telanjang.

"Umurnya baru berapa waktu dia bikin keputusan yang salah? Belum dua puluh, kan? Vienna sampai diusir segala sama orangtua karena dianggap bikin malu, terpaksa ninggalin kuliah gara-gara nggak ada biaya. Padahal udah setengah jalan."

Aku menghela napas, benar-benar bersimpati kepada Vienna yang pernah dimanfaatkan oleh orang-orang tak bertanggung jawab. Untungnya Vienna tergolong cewek tangguh. Beruntung juga karena dia bertemu Mbak Zoe yang menolongnya saat menggelandang di jalan. Hingga Vienna akhirnya memilih menjadi SPG. Gadis itu tak pernah memilih jalan pintas meski dia bisa melakukan itu andai mau.

Kimi berdeham. " Sekarang aku nggak merasa bersalah lagi karena kamu nolak Marcus, Lea. Selama ini aku selalu mikir kalau dia laki-laki yang baik banget, nyaris sempurna malah. Tapi dia punya 'cacat' yang fatal untuk cewek-cewek kayak kita. Kamu nggak butuh pasangan kayak Marcus." Kimi menoleh ke kanan, menatapku lekat-lekat. "Kamu butuh laki-laki langka."

Aku mengajukan protes. "Hei!"

"Vienna? Ck, siapa sangka Marcus pernah naksir dia? Sayang, ending-nya kayak gitu. Pasti Vienna sedih banget. Kuharap, Vienna bisa ketemu laki-laki yang tepat. Aku mendadak muak sama cowok-cowok yang pengin dapat pasangan sesuci malaikat. Apa jaminan kalau Marcus memang selalu lurus seumur hidup? Nggak ada, kan?" Kimi terbatuk lagi dua kali. "Dia tadi bilang, kamu cewek istimewa. Kenapa menilai keistimewaan orang cuma karena setau Marcus kamu nggak pernah tidur sama orang lain? Apa cuma itu yang pantas bikin cewek dinilai istimewa atau nggak? Aku nggak ngomong soal diri sendiri. Karena aku tau diri. Aku bukan cewek baik. Tapi Vienna?"

"Kim...."

Sahabatku itu menukas dengan sungguh-sungguh sembari memandangku penuh konsentrasi. "Berdoalah semoga kamu bisa ketemu lagi yang kayak Edgar kalau memang nggak mungkin maafin dia."

Lagu : Show Me The Meaning of Being Lonely (Backstreet Boys)

La Samba Primadona (Repost) | ✔ | FinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang