Beautiful Temptation [1]

6.9K 1K 42
                                    

Untuk pertama kalinya, aku meledakkan kemarahan yang luar biasa kepada Reiner. Aku memilih untuk putus tanpa bisa ditawar lagi. Mungkin aku bukan gadis bermoral yang menjadi idaman para ibu untuk dijadikan menantu. Akan tetapi, bertukar pasangan dan dijadikan tontonan oleh kekasihku sendiri?

Aku kembali mengucapkan nama Tuhan. Untuk ketercengangan yang membungkam lidahku. Aku belum sebejat itu. Sungguh, aku sudah tidak bisa lagi menoleransi tingkah Reiner. Dia justru mengingatkanku pada satu hal yang tak ingin kukenang, rahasia menjijikkan orangtuaku.

Reiner tidak bisa menerima keputusanku. Dia berjuang membujukku dengan berjuta kata cinta yang mungkin lebih banyak dari jumlah bintang di cakrawala. Namun aku tidak tergoyahkan. Aku sudah membulatkan hati dan pikiran, menjauh selamanya dari Reiner. Aku dicengkeram oleh rasa takut. Entah pengalaman apa yang akan kualami setelah hubungan kami memasuki usia setahun? Lima tahun?

Aku sangat yakin, kegilaan akan semakin meningkat karena Reiner tidak suka berhenti di satu titik. Dia tipikal orang yang selalu mencari tantangan baru. Dan aku tidak akan sanggup lagi menanggungnya.

"Udah deh Rein, aku nggak tahan lagi! Kita pisah untuk selamanya. Kamu jangan ganggu aku terus!" Kemarahanku meledak di telepon. Bujukan-bujukan Reiner makin mengganggu.

"Lea, kamu kan seharusnya nggak langsung ambil keputusan kayak gini. Kita bisa omongin bareng semuanya. Apa yang kamu suka atau nggak," bujuknya.

"Aku udah berkali-kali bilang nggak suka. Tapi kamu nggak pernah mau mendengar pendapatku," desahku putus asa. "Aku udah muak, Rein. Kamu cari cewek lain yang mau aja kamu ajak ke acara-acara sinting kayak gitu," pungkasku sebelum mematikan ponsel.

"Dia kayaknya benar-benar cinta sama kamu, Lea," kata Kimi murung. Aku yang menyimpan rapat rahasiaku dan Reiner, terpaksa membongkar semuanya karena Kimi terkesan menyalahkanku karena memilih putus. Kimi jelas-jelas tidak siap mendengar pengakuanku. "Kalau dia nggak cinta sama kamu, Reiner nggak akan membujukmu sampai kayak gini."

Aku menelentang di ranjang dengan kepala seakan berputar. "Tapi, kayaknya kami punya definisi yang beda soal cinta. Makin lama dia bikin aku takut."

Kimi yang berbaring di sebelahku dengan bantal mengganjal punggung, menukas cepat. "Kamu nggak cinta sama dia, kan?"

Aku terperangah. Selama beberapa detik aku tidak mampu membalas kalimatnya.

"Iya, kan?" desaknya.

Aku masih belum mampu menjawab dengan jelas. "Entahlah ... hmm ... kenapa kamu berpendapat kayak gitu?"

"Aku kenal kamu banget, Lea. Kamu mungkin suka sama dia, tapi nggak cinta."

Aku menghela napas. "Aku memang nggak pernah yakin sama perasaanku. Jujur, aku sedih dan kehilangan. Tapi, kadarnya kecil."

Aku sendiri mengalami kesulitan untuk menerjemahkan perasaanku saat ini. Rasanya terlalu absurd untuk didefinisikan, terlalu rumit untuk dirangkum dalam kalimat sederhana. Juga, terlalu kompleks untuk diabadikan pada hukum sebab-akibat.

Aku menyadari, hidup harus terus melaju apa pun yang terjadi. Banyak kejutan yang membuat seseorang bisa berubah drastis. Aku yang tak pernah tertarik menjadi SPG, kini malah menjalani pekerjaanku dengan bahagia.

Profesi sebagai pengacara tidak lagi menarik seperti dulu. Aku menjalani kuliah dengan semangat ala kadarnya. Padahal, menjadi advokat sudah menjadi cita-citaku sejak kecil. Namun perlahan-lahan ada sesuatu yang padam di hatiku seiring matinya kepolosanku.

Dulu, kukira dunia hanya mengenal hitam dan putih. Yang salah harus mendapat hukuman, yang benar pantas dihadiahi pujian. Namun belakangan aku menyadari, ada area abu-abu yang jauh lebih menakutkan.

La Samba Primadona (Repost) | ✔ | FinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang