Run to You [3]

7.3K 1K 77
                                    

Perceraian orangtuaku berjalan lancar karena sudah ada kesepakatan di luar persidangan seputar harta gana-gini. Namun tetap terasa getir bagiku karena tidak pernah membayangkan mereka akan menempuh ranjau perpisahan seperti ini.

Mama dan Papa memberitahukan hasil ketok palu pengadilan agama secara bersamaan. Kami bertiga bertemu di sebuah tempat minum kopi trendi, waralaba terkenal di seluruh dunia. Aku duduk berhadapan dengan orangtuaku dan mereka menjelaskan tentang perceraian yang sudah diputuskan. Aku menanggapi dengan dingin dan perasaan kosong. Mama dan Papa juga memintaku untuk kembali ke rumah dan berhenti bekerja. Keduanya menentang keputusanku menjadi SPG.

Tentu saja aku menolak mentah-mentah keinginan itu. Bagiku, Mama dan Papa sudah tidak berhak mencampuri hidupku, mengatur apa saja yang harus kulakukan atau kuhindari. Aku yang memegang kendali penuh atas hidupku.

Usai perceraian itu, aku melanjutkan hidupku dengan baik. Nilai-nilaiku tetap stabil. Aku pun semakin nyaman menjadi SPG. Setelah insiden di hari keduaku saat pameran itu, selanjutnya malah cenderung mulus. Mbak Zoe dan Kimi berhasil membuatku berpikir logis dan menuntaskan pekerjaan di pameran mobil itu. Setelahnya, aku menjajal sebagai SPG aneka produk.

Dalam banyak kesempatan, aku bekerja bersama Kimi. Godaan masih ada, bahkan kian banyak. Jika menuruti kata hati, rasanya aku sangat ingin meninju semua laki-laki genit yang menggangguku.

"Santai aja. Ini risiko kerjaan. Nggak cuma SPG yang ngalamin, tapi profesi lainnya juga. Perempuan memang sering diperlakukan kayak gini. Anggap aja ini sanjungan," canda Kimi ketika aku berbagi cerita tentang kegeramanku itu. "Capek kalau harus dipikirin karena kayak nggak ada habisnya."

"Andai bisa, pengin banget rasanya ngasih pelajaran sama semua laki-laki hidung belang yang ada di dunia ini," gerutuku.

"Nggak usah ditanggapi, pura-pura buta kalau memang perlu. Tolak dengan cara halus tapi tegas. Jangan kasih angin. Laki-laki emang kayak gitu. Berusaha manfaatin setiap kesempatan yang mereka punya. Itu hukum alam."

Kimi selalu menyabarkanku, membantuku untuk lebih santai dan tidak terlalu sensitif. Aku pun kian kebal menghadapi beragam tingkah kurang ajar dari dari kaum adam yang coba menggoda. Aku tak lagi terlalu terganggu dengan godaan verbal. Lain halnya jika ada yang mencoba menyentuhku dengan cara kurang ajar.

Bekerja membuatku melupakan keruwetan yang berasal dari rumah. Meski begitu, hubunganku dengan Mama dan Papa tak membaik. Aku pun tak tertarik mencari tahu kehidupan orangtuaku pasca perceraian. Yang jelas, hingga setahun berlalu, tidak ada tanda-tanda Mama atau Papa berniat berumah tangga lagi.

Aku menikmati ritme hidup yang berbeda. Bekerja di sela-sela aktivitas kuliah. Entah kebetulan atau tidak, kehidupan di kampus menjadi lebih tenang. Teman-teman kuliahku sudah mengalihkan energinya untuk menggoda para mahasiswi baru. Tidak lagi tertarik mengusik seorang Leala.

Penghasilan yang kudapat pun cukup lumayan. Aku tidak lagi bergantung sepenuhnya pada Mama dan Papa untuk masalah finansial. Aku bisa membiayai diri sendiri meski tidak berlebihan. Kelemahannya hanya satu, pekerjaan ini tidak bersifat tetap. Juga bisa dibilang tak bermasa depan. Menjadi SPG, suka atau tidak, mengandalkan penampilan. Ketika umur kian merangkak dan fisik tak lagi menarik, sebaiknya tahu diri.

"Lea, ngerasa nggak sih kalau belakangan ini kamu tegang dan tampak murung?"

Kalimat Kimi itu mengagetkan. Seingatku, hidupku saat ini jauh lebih menyenangkan. Meski tak sepenuhnya pulih seperti semula. Aku memegang pipiku dengan bingung. "Serius?"

Kimi mengangguk. Senyumnya terurai. "Kayaknya karena udah lama nggak punya pacar."

"Hah?" Aku terbahak-bahak setelahnya. "Ketauan banget kamu ngarang."

La Samba Primadona (Repost) | ✔ | FinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang