13. Perseteruan

1.8K 172 18
                                    

"Biarkan ini menjadi kenangan, dua hati yang tak pernah menyatu...."
(Drive - Melepasmu)

***

Bagas baru saja bermaksud untuk membuka pintu kamar agar bisa segera keluar dan meninggalkan Ayuna untuk beristirahat. Namun seruan Ayuna yang tiba-tiba menghentikan gerakannya.

"Mas Bagas!" seru Ayuna yang sedang berdiri mematung sembari menunduk malu, terlihat begitu diliputi keraguan untuk melanjutkan kalimatnya.

Ayuna takut Bagas akan salah paham bila ia mengutarakan idenya setelah berpikir ulang secara cepat. Ayuna berubah pikiran. Menurut Ayuna tak ada salahnya membiarkan Bagas tetap tinggal beristirahat di kamar.

Bagas bisa saja tidur di sofa atau lesehan di lantai yang berbalut karpet lumayan empuk, atau cukup duduk manis di beranda kamar, mungkin?

Intinya Ayuna tidak bermaksud mengajak Bagas untuk berbagi ranjang. Tidak, jangan sampai Bagas berpikiran begitu!

Pada akhirnya Ayuna memberanikan diri melanjutkan kalimatnya, ia sudah terlanjur menghentikan langkah Bagas.

"Ada apa, Ayuna?" ucap Bagas membuyarkan lamunan keraguan yang tengah meliputi Ayuna.

"Anu, emmm, itu, emmm...." Ayuna tergagap dan merasa begitu berat untuk melanjutkan kalimatnya seakan ia adalah seorang balita yang belum begitu fasih berbicara.

Bagas mengernyitkan dahinya, sedikit tak sabar dengan sikap Ayuna yang begitu kikuk, "Anu apa?" tegasnya.

"Anu," ucap Ayuna lagi.

"Stop! Hentikan menggunakan kata ambigu unfaedah itu," celetuk Bagas.

Ayuna mulai memilin jari-jemarinya, berusaha menenangkan diri untuk kemudian membulatkan tekad melanjutkan kalimatnya dengan lugas, "Mas Bagas disini saja. Masih ada tempat lain selain ranjang ini untuk Mas Bagas beristirahat, lesehan kan bisa," ucap Ayuna gugup sambil menunjuk lantai yang malah akhirnya membuat Ayuna merasa semakin salah bersikap seakan ia sedang merendahkan martabat seorang Bagas.

Bagas terperangah sedangkan Ayuna semakin salah tingkah, "Maaf, Mas Bagas. Maksudku, mungkin, itu, atau, Mas Bagas juga bisa bersantai di sofa, atau duduk-duduk di beranda, atau mungkin...." celoteh Ayuna terhenti sejenak.

"Rebahan di bak mandi kosong, gitu?" tukas Bagas menyela kalimat Ayuna.

Ayuna terperanjat, ia segera melambaikan dengan cepat dan berulang kedua telapak tangannya di depan dada, menepis ucapan Bagas, "Bukan, bukan, bukan begitu. Aku nggak mau Mas Bagas salah paham, tapi aku rasa tidak ada salahnya Mas Bagas tetap di sini, toh hanya tinggal beberapa jam lagi, selama kita tidak tidur di satu ranjang, dalam kondisi darurat begini, kita bisa memaklumi keadaan, kan?" ucap Ayuna cepat.

Sekarang Bagas paham mengapa Ayuna begitu kesulitan mengutarakan idenya. Bagas mengerti Ayuna tidak ingin dianggap yang tidak-tidak di situasi ini. Meskipun begitu, Bagas tidak habis pikir betapa mudahnya Ayuna berbaik sangka terhadap orang lain yang berinteraksi dengannya.

Mungkin Ayuna memang perempuan baik-baik, tapi tidakkah Ayuna sedikit saja ingin meningkatkan kewaspadaan diri terhadap Bagas?

Bagas menggeleng lemah dan menghembuskan nafas berat. Untuk pertama kalinya Bagas menemukan sosok perempuan selemah ini, begitu rapuh dan lugu seakan hanya keberuntungan dari semesta saja yang begitu kasihan kepadanya sehingga selurus apapun caranya memandang hidup, ia akan terus selamat dari marabahaya dan tipu muslihat kejamnya manusia dan dunia fana.

"Baiklah, kalau begitu aku tidur di ranjang dan kamu tidur di lantai," canda Bagas sekedar ingin tahu reaksi Ayuna.

Ayuna sedikit keberatan tapi mengiyakan permintaan Bagas. Ia sadar kamar ini adalah kamar Bagas, sudah seharusnya Bagas yang menikmati kasur empuk yang terbentang memanggil-manggil raga yang lelah. Lagipula Bagas sudah terlalu banyak membantunya seharian ini, sungguh tidak sopan bila Ayuna tidak patuh dan menuntut lebih.

DESIRANWhere stories live. Discover now