15. Tekad

1.4K 177 13
                                    

"Nobody said it was easy, no one ever said it would be this hard, oh take me back to the start...."
(Coldplay - The Scientist)

***

Kicau burung terdengar merdu bersenandung menyambut pagi yang mulai terang benderang. Semburat cahaya kuning keemasan pun telah berpendar indah di ufuk timur. Suasana hangat pagi itu seakan memanjakan Ayuna dan Irwan untuk tetap betah terlelap pulas di singgasana mereka berdua, hingga terlupa bahwa mereka seharusnya tetap bangun di awal pagi untuk memulai rutinitas harian.

Perlahan-lahan Ayuna merasakan nyawanya telah menyatu sempurna dengan raga hingga ia merasa telah siap untuk terbangun sebagai seorang manusia utuh. Setelah jiwa dan raga yang mulai bersinergi, ruang pikirannya mulai aktif kembali, sebuah pesan dari alam bawah sadarnya membuatnya tersentak.

"Terlambat!" pekiknya dalam hati.

Ayuna segera terbangun dan melihat cepat ke arah jam dinding yang bertengger manis di salah satu dinding kamar tidur mereka. Seakan tak percaya dengan petunjuk waktu yang tertangkap oleh sepasang matanya, Ayuna mulai terserang panik. Waktu telah menunjukkan pukul delapan pagi, sedangkan semalam Irwan sudah mengingatkan Ayuna bahwa ia akan masuk kantor hari ini seperti biasanya, tepat di jam tujuh lewat tiga puluh menit, untuk sesegera mungkin menyerahkan laporan perjalanan dinasnya.

Ayuna terduduk dengan tak bergeming sedikitpun, hembusan nafasnya mulai tersengal-sengal diserang panik akan amarah Irwan, suaminya. Ayuna melihat suaminya masih tertidur lelap di sampingnya, bahkan sepertinya hentakkan keras dan kasar dari cara Ayuna terbangun tidak mengejutkannya sama sekali.

Irwan pasti sangat kelelahan.

Tapi bagaimanapun juga Ayuna harus segera membangunkan Irwan. Berpikir menerima toleransi dengan beralasan tak tega membangunkan Irwan atau alasan lainnya bukanlah solusi. Mau tidak mau, suka tidak suka, siap tidak siap, Ayuna harus segera membangunkan Irwan apapun resikonya. Ayuna menghela nafas berat dengan debaran jantung yang menyusul tak beraturan. Ayuna menyempatkan diri menenggak ludah sejenak sebagai ancang-ancang mempersiapkan diri dan mental atas apapun yang akan terjadi saat Irwan terbangun.

"Mas, Mas Irwan, bangun. Mas, bangun, terlambat, sudah jam delapan," ucap Ayuna dengan hati-hati sambil mengguncang pelan bahu sebelah kanan milik Irwan. Berharap tindakannya tidak akan membuat Irwan tak senang hati setelahnya.

Mendengar kalimat yang dilontarkan Ayuna, Irwan yang sedang tidur dalam keadaan terlentang segera membuka kedua matanya dengan sigap. Irwan lantas terduduk sempurna lalu mengusap wajah dengan kedua telapak tangannya dan terlihat sangat kesal. "Aduh, terlambat lagi!" rutuk Irwan dan segera bangkit meninggalkan Ayuna. Gerakan tubuhnya dibuat sangat terburu-buru dan gegabah, membuat Ayuna merasa semakin bersalah lalu bergegas mempersiapkan segala sesuatu yang bisa ia lakukan dengan tak mau kalah cepat dari Irwan.

Beruntung Hasan dan Husein yang berada di kamar tidur mereka sendiri dengan pintu yang sengaja terbuka lebar terlihat masih tertidur pulas. Memang mereka berdua biasanya harus dibangunkan dulu oleh Ayuna di pagi hari dan itupun tak harus di awal pagi sebab jadwal sekolah mereka di mulai di jam sembilan tepat.

Tinggallah Ayuna dan Irwan berdua yang terlihat sibuk melesat kesana kemari di dalam rumah mereka untuk menyiapkan diri. Irwan sendiri tengah sibuk mengenakan pakaian yang beruntung sudah siap dari jauh hari setelah tadinya ia mandi secepat kilat. Wajahnya terlihat masam dan menahan amarah. Tentu saja Ayuna tidak kaget dengan sikap yang diambil oleh Irwan dalam situasi ini. Mengingat pribadi Irwan sebagai seorang perfeksionis, kelalaian Ayuna adalah suatu tindakan fatal. Marah? Tentu.

DESIRANWhere stories live. Discover now