11. Dekapan Hangat

2.2K 197 13
                                    

Haloooo, maaf baru kali ini misswahee menyapa dengan interupsi halaman cerita, hehehe...

Sejatinya tidak ingin, supaya semua bisa fokus menikmati untaian kata-kata di sini. Kali ini misswahee berbagi sebuah lagu yaa, ini salah satu dari beberapa lagu yang menginspirasi "desiran" menjadi sebuah karya.

Nanti dibagikan lagi yang lainnya di chapter-chapter yang sesuai.

Semoga bisa ikut merasakan kebaperan misswahee yaa, ahahah.

Special thanks to @anonymousyoghurt yang sudah sangat membantu misswahee di chapter kali ini.

Selamat membaca semuanya, vote dan komentar kalian adalah penyemangatku~

"Kesakitanku bertambah pahit ketika harus aku akui, aku menahan rasa cintaku untukmu, namun kau tetap ada...."
(Winda Viska, Kutemukan Penggantinya)

***

Sial!

Kenapa aku harus peduli dengan istri orang....?

Bagas tak bisa menahan diri, ia memilih memeluk tubuh tak berdaya milik Ayuna. Tidak ada perlawanan sedikitpun dari Ayuna. Perempuan itu hanya membuat sekujur tubuhnya mematung dan tak sedikitpun berniat melayangkan tangannya untuk merengkuh punggung Bagas atau bisa saja ia mendorong, menepis, bahkan menampar wajah Bagas jika ia mau. Tapi Ayuna hanya mematung kebingungan.

Ayuna merasakan pergolakan batin yang tak bisa dikendalikannya. Ia tahu saat ini seharusnya ia menepis dekapan Bagas tapi sesuatu yang tak mudah dijelaskan menyerangnya, sebuah perasaan nyaman, hangat, perlindungan yang menyenangkan.

Seharusnya hal ini menjadikan Bagas sebagai seorang pria brengsek di matanya tapi yang Ayuna rasakan tidaklah begitu. Pria di depannya saat ini seperti malaikat yang tepat hadir ketika ia membutuhkan sandaran. Air mata yang tertahan tak lagi sanggup berdiam di sudut matanya, diam-diam Ayuna menangis sembari menyembunyikan wajahnya di dalam dekapan Bagas.

"Bodoh, aku tahu kau menangis, dasar lemah!" rutuk Bagas dalam hatinya.

"Kenapa? Kenapa mudah sekali untukmu membuat hatiku terenyuh, Ayuna? Aku mungkin dikutuk sehingga terjerat perempuan sepertimu," batin Bagas.

"Kalau mau menangis, bahkan meraungpun silahkan saja. Jangan ditahan, biar hatimu lega," ucap Bagas asal menghibur.

"Huwaaaaaa!" Tak sampai sedetik, Ayuna langsung meraung dalam dekapan Bagas hingga membuat Bagas kelimpungan.

"Eng, anu, itu, Ayuna, jangan keras-keras nanti dikira ada korban kekerasan disini," ucap Bagas sedikit panik.

Ayuna menenggelamkan wajahnya di dada bidang milik Bagas, ia tak pernah melakukannya sebelumnya, ia bahkan tak pernah menumpahkan seluruh emosinya seperti saat ini. Dalam tangisnya Ayuna berusaha keras meyakinkan diri bahwa ini bukanlah pertanda Bagas istimewa, melainkan hanya karena Bagas tahu bagaimana bersikap menghadapi keadaan.

Bagas terbiasa dengan keluhan-keluhan semacam ini, kan?

Tapi mendekap Ayuna?

Tentu itu bukan bagian dari kode etik pekerjaan Bagas. Ayuna menipu diri, sebab ia tak ingin mengakui betapa mudahnya Bagas yang baru saja hadir dalam hidupnya mampu membuat mata dan hatinya terbuka, bahwa tidak semua pria di dunia ini seperti Irwan, suaminya. Pria yang selalu membuat Ayuna harus menelan pahit dan luka hati sendirian, bahkan ikut andil dalam melukainya. Ayuna terbiasa menahan diri dari semua emosi yang melingkupinya. Ia hanya membiarkan semuanya menguar, berganti dengan kesabaran yang tiada batas.

DESIRANWhere stories live. Discover now