3. Pertemuan

2.7K 289 1
                                    

"We don't meet people by an accident. They are meant to cross our path for a reason, a lesson or blessing."
(unknown)

***

Dering gawai milik Ayuna memenuhi seisi ruangan kamar. Gawai yang tergeletak terabaikan di meja rias miliknya tak kunjung diraih oleh Ayuna. Wajar saja, Ayuna tengah sibuk mempersiapkan si kembar, Hasan dan Husein, untuk berpakaian rapi lalu kemudian berkunjung ke rumah Ibunya. Tingkah lugu kedua anaknya yang tak paham konsep waktu membuat Ayuna harus sedikit tertekan berpacu dengan detik waktu yang terus melaju, berusaha agar semua siap tepat waktu, tidak terlambat untuk menghadiri janji temu bersama teman lama di salah satu mall di kotanya.

Ayuna kemudian terburu-buru meraih gawai untuk menerima panggilan setelah kedua anak lelakinya telah selesai berpakaian, meninggalkan keduanya yang kini secepat kilat berlarian kesana kemari saling berkejaran dengan riang. Sebuah nama yang tertera di layar gawainya membuat Ayuna semakin panik.

"Halo, Mbak...." sapa Ayuna sambil mencuri pandang ke arah jam dinding yang menunjukkan waktu pukul setengah tiga siang menjelang sore hari.

"Ayuna, udah jalan belum? Aku udah sampai nih," ucap suara wanita di seberang saluran telepon yang merupakan temannya semasa kuliah, Pingkan.

"Aku masih di rumah Mbak, ini baru mau nganterin anak-anak ke rumah neneknya dulu, acaranya jam tiga kan, yaa?" tanya Ayuna.

"Iya sih, nanti temuin aja aku di Excelso yaa? Aku tunggu."

Ayuna hanya mengiyakan lalu segera mengakhiri panggilan. Dengan terburu-buru Ayuna memastikan seluruh pintu dan jendela rumahnya sudah terkunci kemudian mengemas barang-barang yang ia perlukan ke dalam tas. Ayuna yang baru saja mengunci pintu kamarnya kembali membuka pintu dan masuk ke dalam dengan tergesa-gesa. Matanya memindai seisi ruangan untuk menemukan sebuah barang yang sangat penting untuk dibawanya saat ini, sebuah novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Akan sia-sia rencananya untuk mengikuti event tukar novel lama dengan novel baru versi hardcover bila ia tak membawanya. Setelah berhasil menemukannya, Ayuna segera memasukkannya ke dalam tas dan keluar dari kamar.

"Hasan, Husein, ayoook!" perintah Ayuna tegas meminta kedua anaknya berhenti bermain kejar-kejaran dan keluar dari rumah bersamanya.

Ayuna memakaikan helm kecil yang cocok untuk kedua anaknya sebelum ia sendiri juga menggunakan helm berwarna biru gelap yang senada dengan skuter matik miliknya. Ayuna sangat antusias dan merasa rencananya hari ini berjalan mulus. Sangat langka Ayuna diizinkan Irwan untuk mendatangi acara yang disukainya sendirian. Terlebih lagi, secara kebetulan ibunya tidak keberatan dititipi si kembar lantaran sang nenek juga merasa kangen dengan kedua cucunya. Ayuna tidak ingin rencana bepergiannya hari ini gagal hanya karena ketidakmampuannya berpacu dengan waktu. Ia ingin membuktikan kesungguhannya juga memperlihatkan bahwa ia bisa baik-baik saja tanpa harus ditemani Irwan.
Toh, Irwan juga tak mungkin menemaninya saat ini dan kalaupun punya waktu, menghadiri event semacam ini bukanlah hiburan yang disukai Irwan.

Lagipula, Ayuna tak pernah merasa nyaman jika bepergian dengan Irwan bila itu berkenaan dengan apa yang disukainya. Sedikit hambatan akan menjadikan Ayuna sebagai pihak yang bersalah nantinya, jadi lebih baik tidak usah saja.

***

"Om Bagas!" pekik seorang bocah yang berlari riang menghampiri Bagas yang tengah duduk santai di teras rumah sembari mengepul asap dari sebatang rokok yang terselip di sela dua jari tangan kanannya.

"Eiii, bos besar datang!" seru Bagas menyambut anak lelaki yang penuh kegembiraan dengan memasang wajah sumringah kemudian meletakkan rokok yang belum habis di tepian asbak rokok di meja bundar kecil, di samping ia duduk.

DESIRANWhere stories live. Discover now