10. Kosong

1.8K 197 16
                                    

"Manusia - manusia patah saling berbagi kisah, mendengar dari jejak-jejak yang tersisa. Kau patah, aku pun terbelah...."
(@anonymousyoghurt)

***

Kendati Ayuna terserang euforia mendadak ketika melihat sosok Bagas, namun logikanya masih memimpin untuk membuatnya sadar bahwa ia tak perlu merasa begitu dan kemudian hal yang paling bisa dipikirkan Ayuna saat ini entah kenapa adalah harus menghindar!

Sayang sekali jarak yang terbentang antara mereka berdua hanyalah sedepa saja. Hal itu memudahkan Bagas untuk menangkap gumaman Ayuna dan menyadari keberadaannya.

"Lho, Ayuna?!" seru Bagas seketika dan dibalas Ayuna dengan senyuman seadanya.

Ayuna ingin berlalu pergi tapi rasanya tidak sopan bila ia tidak berbasa-basi sedikit sebelum benar-benar menjauh. Menangkap kalimat tanya terakhir mengenai nasi putih yang didengarnya dari mulut Bagas, akhirnya Ayuna memutuskan menjadikan hal tersebut sebagai topik pembuka sambil kembali fokus memilah-milah lauk untuk menemani sebongkah nasi putih di piringnya.

"Memangnya lontongnya habis, Mas?" tanya Ayuna sekedar basa-basi.

"Nggak sih, cuma aku nggak suka makan lontong. Enakkan pake nasi," jawab Bagas enteng sambil menerima piring yang sudah dipenuhi nasi putih oleh petugas katering.

"Nggak ngambil capcay? Eh iya, lupa kalau nggak makan sayur," ledek Bagas sambil cengar-cengir ketika memperhatikan Ayuna melewati begitu saja lauk capcay yang menggugah selera.

Ayuna hanya tersipu malu. Ia sempat melirik sedikit ke arah wajah Bagas yang dihiasi senyum usil di sana. Itu membuat Ayuna terpesona meski hanya sepintas lalu. Keceriaan Bagas terasa menular hingga ke hatinya, dan rasanya menyenangkan.

"Mana suami dan si kembar?" tanya Bagas lagi masih berlanjut ingin berbasa-basi dengan Ayuna.

Ayuna mendadak bingung, rasanya ia tak ingin menjawab pertanyaan Bagas. Ayuna mengagungkan kejujuran dalam setiap tindakan dan ia lebih memilih diam daripada harus berbohong. Pada akhirnya ia terpaksa menjawab apa adanya sebab berdalih adalah sesuatu yang tak bisa dilakukannya dengan baik, "Hmm, nggak ikut, jadi sendirian aja, Mas," jawab Ayuna singkat diakhiri senyum simpul seadanya.

"O iya, kenapa Mas Bagas nggak suka makan lontong?" tanya Ayuna cepat untuk mengalihkan topik. Kali ini Ayuna merasa bodoh karena memilih melempar pertanyaan sepele daripada berpamitan pergi untuk mencari tempat duduk.

Bukankah ini hanya akan menambah bahan obrolan?

"Emm, bentar yaa, aku ngambil kambing guling dulu, nanti kehabisan. Cari tempat duduk aja dulu, nanti aku samperin. Kalau nggak keberatan sih..." tawar Bagas yang dibalas anggukkan lemah penuh keraguan oleh Ayuna.

Tuh, kan? Jadi berlanjut.

Suasana ruangan ballroom sangat ramai. Wajar saja sebab sudah memasuki jam makan siang, para undangan datang berbondong-bondong untuk menikmati santap siang berjamaah. Mau bagaimana lagi, sesuai teori bahwa ritme sirkadian berlaku bagi semua manusia, maka hampir setiap individu memiliki jam lapar yang sama. Dan acara makan besar semacam ini, adalah kesempatan makan enak secara gratisan. Ya, walaupun sesungguhnya tidak benar-benar gratisan, sebab sebagai tamu undangan yang baik pastinya paham untuk sedia amplop bernilai rupiah.

Ayuna sedikit kewalahan mencari tempat duduk, area dalam ballroom sangat ramai oleh hiruk-pikuk undangan. Mau tak mau Ayuna memilih keluar dari ruangan dan mencari tempat duduk kosong di pinggiran kolam renang. Beruntung ia menemukan dua kursi kosong yang dipisahkan oleh meja bundar kecil tepat di sudut area kolam renang. Meski Ayuna tak yakin Bagas akan menemukannya namun ia tetap memilih tempat tersebut, barangkali Bagas akan duduk di kursi kosong yang tersedia. Siapa tahu?

DESIRANWhere stories live. Discover now