AoKaga-6

212 29 10
                                    

Catatan:
Semua karakter KnB BUKAN milik Author. Typo akan bertebaran dan OOC kemungkinan besar terjadi.

Happy Reading!
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Beberapa minggu sebelum acara ulang tahun sekolah...

Kagami berjalan menyusuri lorong sekolah. Setelah latihan gabungan penuh tragedi itu, Kagami mencari cara untuk melepaskan cincin sialan itu.

Langkah si surai merah mengarah ke rooftop. Dia berdiam diri ketika tiba di depan pintu. Dengan helaan nafas, dia mendorong pintu hingga terbuka. Memperlihatkan rooftop yang kosong.

Kagami tahu Aomine tidak akan di sini untuk menghabiskan waktu istirahatnya lagi. Kagami tahu, tapi dia tetap tidak bisa menahan langkahnya menuju tempat yang sangat ingin ia tinggalkan ini.

Laki-laki bersurai merah itu mengempaskan dirinya ke lantai yang dingin. Dia merapatkan blazer sekolahnya, mengharapkan kehangatan. Kemudian, dia membuka bungkusan sandwich dan memakannya. Sendirian.

"Hoam..."

Kagami tersentak mendengar kuapan itu. Dia menoleh, sedikit berharap bahwa dia melihat si pemuda dakian bersurai navy blue. Namun yang ia lihat adalah gadis yang bisa dibilang... sempurna.

"Are?! Kukira Takao lagi yang datang." kekehnya.

Kagami tersentak. Takao. Rasanya dia pernah mendengar nama itu disebut oleh teman sekamarnya yang ketsunderean-nya tidak terbendung. "Eto... aku Kagami Taiga. Bukan Takao."

Gadis itu melambaikan tangannya. "Aku tahu. Kalau itu Takao, pasti aku mendengarnya memanjat pagar pembatas itu."

Kagamu secara refleks menoleh ke arah pagar pembatas rooftop. Dia sering melihat adegan bunuh diri siswa di drama atau film yang Kuroko tonton. Apakah Takao-siapalah itu juga ingin bunuh diri? Kenapa?

"Gosip berpacarannya Midorima." kata gadis itu datar.

"Hm?"

Gadis itu memutar bola mata. "Kamu penasaran kenapa Takao hendak atau punya pemikiran bunuh diri, kan?"

"Bagaimana aku bisa tahu?"

Gadis itu menghela nafas. "Kelihatan, Baka. Kulihat, kamu punya pandangan mata yang sama."

Kagami memandangi gadis itu. Kagami cabut anggapan bahwa gadis itu sempurna. Dia cuma orang gila yang perkataannya tidak dapat Kagami mengerti. Atau Kagami yang terlalu bodoh?

"Apa maksudmu?" tanya Kagami.

"Sorot matamu sama seperti Takao," jawab gadis itu pelan. "Merasa terkianati. Ah! Bukan! Pandanganmu lebih ke... rindu?"

Kagami tahu bahwa ucapan itu bohong. Dia tidak rindu. Lagian, siapa yang ia rindukan? Tapi, entah kenapa wajah si surai merah itu terasa panas. Kagami mengeluarkan ponselnya dan memandangi pantulan dirinya. Mulutnya tidak bisa menutup ketika melihat rona merah menyebar di wajahnya.

Apa-apaan rona itu?! Seenaknya saja menodai wajahnya!

"A-aku tidak merindukan siapapun!" gerutu Kagami sambil menutupi wajahnya, mencoba menutupi wajahnya.

Gadis di sebelahnya menghela nafas. "Aku tidak tahu, hanya menebak. Hanya kamu yang tahu perasaanmu sendiri."

Kagami menunduk. Apa maksud si gadis gila ini? Memangnya kenapa dengan perasaan Kagami? Kagami tidak merasakan apa-apa. Yah... kecuali ada rasa sesak setiap kali dia istirahat sendirian.

Laki-laki bersurai merah itu memandangi gadis gila yang sudah beranjak pergi. "Namamu. Siapa?"

"Heeh? Kamu ingin menyatakan cinta padaku?"

Kagami memandangi gadis itu dengan datar. Kalau orang itu bukan perempuan, Kagami sudah memberinya bogem sepenuh hati.

Gadis itu tertawa. "Leta. Aku hanya bercanda soal pernyataan cinta itu. Lagian aku tidak butuh cinta lain."

"Kamu sudah punya pacar, huh?"

"Hm. Makanya aku tidak butuh cinta orang lain lagi." jawab Leta.

Kagami menghela nafas. Apakah semua orang yang pacaran selalu menjadi bucin? Leta seperti itu. Midorima juga (yah, walaupun dia itu tsundere). Apalagi si Aomine. Ah! Gak kebayang kalo makhluk dakian itu bucin sama Momoi. Ya, sama Momoi.

"Kenali perasaanmu," kata Leta. "Semua orang akan mengalami hal itu. Aku juga begitu."

***

"Oi, Bakagami!"

Kagami tersentak. Dia menunduk, melihat bola basket ada di dekat kakinya. Dia mendongak dan melihat Aomine yang berkacak pinggang. Pandangannya bergeser pada tim basketnya yang memandangonya dengan khawatir. Lalu, Momoi yang tampak penasaran.

"Kenapa kamu gak fokus?" tanya Aomine. "Kamu bisa cedera!"

Kagami terdiam sebelum menyunggingkan senyum setengah hati. "Aku minta break sebentar."

Pelatih dan Momoi mengangguk. Kagami keluar dari lapangan tanpa melirik Aomine yang tampak bingung. Si surai merah mengambil botol minum dan ponsel serta earphonenya, lalu beranjak ke sudut gimnasium. Dia bersandar ke dinding dan menyumpal telinganya dengan earphone.

Lantunan melodi slow jazz terdengar. Kagami sengaja memperbesar volume, agar dia tidak terganggu dengan seruan-seruan tim basket dan decitan sepatu serta dentuman bola. Dia memejamkan mata. Mencoba mengusir pemikiran-pemikiran konyol yang tidak pernah bisa ia tendang keluar dari pikirannya.

"Merasa terkhianati. Ah! Bukan! Lebih ke... rindu?"

"Kenali perasaanmu."

Kagami memeluk lutut, menyebunyikan wajahnya di antara kedua lutut. Dia menjambaki rambutnya.

"Aish! Kenapa perkataan gadis gila itu selalu ada di pikiranku, sih? Kenapa?! Kenapa?!" gerutu Kagami dalam hati.

Aomine tersentak ketika merasakan tangan yang basah oleh... keringat. Menyentuh tangannya. Tangan itu terasa hangat, besar, dan sedikit kasar. Ah! Kagami merasa kenal dengan tangan itu. Dia mendongak dan sontak menarik tangannya ketika sadar bahwa tangan yang menyentuhnya adalah tangan Aomine.

"Apa-apaan?!"

Aomine mengerutkan kening. "Kenapa? Kamu, kan, menjambaki rambutmu sendiri. Bagaimana kalau kamu mengalami kebotakan dini?"

Ah! Kagami lupa kalo temannya itu Aho. Dia jadi menganggap serius perlakuan semberono temannya itu. Kagami menendang Aomine dan melepas earphonenya.

"Hhh... Aku gak apa! Ayo kita latihan lagi."

Aomine mencengkeram pergelangan tangan Kagami. Membuat sang empu tersentak dan menoleh.

"Ayo kita bicara nanti!"

to be continued

Terima kasih sudah membaca🙏! Tekan bintang dan berkomentarlah.

Pelukan penuh terima kasih dari semua karakter🤗

Maaf up malem-malem🙏

See you next chapter!

Spring SeasonWhere stories live. Discover now