19 | Perlu Memperbaiki Sikap

997 201 5
                                    

"Diem dulu bisa enggak sih?" omel Shafa, geregetan pada Davin yang terus menggerakkan kepala ke sana kemari, menghindari tangan Shafa yang hendak memberi kompres dingin pada memar di wajah Davin.

Davin tak mau diam. "Perih, Nai," keluh Davin, mendesis sakit.

"Perih kan? Sakit? Gitu sok jagoan berantem sampai bonyok begini. Ngapain sih lo sama Yoda berantem? Yoda tuh anaknya suka bikin masalah, jadi lebih baik enggak usah diladenin," kata Shafa. Yoda adalah teman kelas Shafa, sedikit banyak Shafa tahu mengenai pemuda itu.

Davin yang tengah duduk di ranjang UKS tak menjawab, dia diam memandang wajah Shafa di hadapannya.

Shafa menempelkan kompres pelan-pelan. Gadis itu tak sadar kalau tatapan Davin lurus padanya.

"Aduh...." Davin kembali menghindar.

Shafa menghela napas, menatap Davin dengan diam. Setelah itu, Shafa mendorong sangat pelan kedua bahu Davin. "Tubuhnya dibaringin deh," kata Shafa sabar.

Davin menurut, perlahan dia membaringkan tubuhnya. Davin meringis merasakan nyeri pada punggung.

"Kenapa? Punggung lo juga kena pukul?" tanya Shafa khawatir.

Davin membuang napas pelan. "Tadi Yoda kalap, dia ngambil balok di deketnya, punggung gue kepukul, enggak terlalu keras sih soalnya gue langsung menghindar," balas Davin, menatap langit-langit ruang UKS.

Shafa mengusap pelipis sembari menggeleng kecil. Meski Davin sudah tidak berada di medan perkelahian, Davin sudah berbaring mengistirahatkan tubuhnya, Shafa tak bisa menahan rasa cemas. Namun ada perasaan tersendiri yang dirasa Shafa ketika Davin berbicara tenang padanya, tanpa menutupi apa yang sedang Davin rasa.

Shafa menarik sebuah kursi yang ada di dekatnya kemudian duduk. "Mau pulang?" ucap gadis itu.

Davin melirik. "Hm?" kata pemuda itu tak terlalu mendengar ucapan Shafa.

"Lo mau pulang? Istirahat di rumah," ujar Shafa perhatian.

Davin menjawab, "Enggak usah, bentar lagi juga jamnya pulang." Davin memejamkan mata.

"Pulangnya masih 4 jam lagi, Dav," sahut Shafa, menatap luka di sudut bibir Davin. Davin hanya menggeleng untuk ucapan Shafa, membuat Shafa diam tak lagi berkata. Davin sendiri merasa sangat lelah, dia tak punya tenaga untuk bersikap dingin dan tak acuh pada Shafa.

Beberapa saat kemudian, dua orang datang dengan terburu-buru. Davin membuka mata kaget, Shafa pun sontak menoleh pada dua orang itu.

Kevin dan Ando, yang sempat ditegur Naura karena datang dengan mengagetkan. Ando menyengir pada Naura, sedangkan Kevin meminta maaf dan merasa tak enak.

Ando berjalan cepat ke arah Davin. "Dav, asli lah, lo ngapain sih?? Berantem kenapa, ha? Perasaan lo lagi enggak ada masalah sama murid lain kok tiba-tiba tubir sampai bonyok gini?" cerocos Ando.

Kevin menepuk bahu Ando. "Pelan-pelan, kaget tuh anaknya," celetuk Kevin, menggerakkan dagu ke Davin.

Ando, Kevin, dan Shafa memandang wajah Davin yang memang tampak terkejut karena serbuan Ando.

Ando membuang napas berat. Setelahnya, Ando menoleh dan baru sadar kalau seseorang yang menemani Davin adalah Shafa. Ando jadi mengernyit, menatap Davin kemudian kembali menatap Shafa.

"Eh, Shafa...." sapa Ando, tersenyum.

Shafa membalas senyum Ando, lalu tersenyum juga pada Kevin. Shafa berdiri, mengangguk singkat pamit, kemudian beranjak, memberi tempat dan waktu pada Kevin dan Ando. Shafa mendekat pada Naura dan duduk di depan pengurus UKS itu.

Hey, Sha! | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang