11 | Jangan-Jangan Belum Move On

1.3K 206 2
                                    

Davin berjalan cepat ke kantin. Dia seorang diri tak membawa teman. Yang menguasai pikirannya sekarang hanya, 'makan, makan, makan!'.

Sesampainya di kantin, Davin tetap berjalan cepat dengan pandangan berkeliling mencari tempat kosong. Davin tak memerhatikan dan memedulikan yang lain, ada satu tempat yang masih kosong.

Pemuda tersebut memesan makanan. Selagi menunggu kebab pesanannya itu jadi, Davin mengambil minuman di lemari pendingin, ia beranjak ke etalase dan mengambil dua roti.

Davin sebenarnya sudah sarapan, tetapi gara-gara dari jam olahraga dilanjut jam istirahat tadi dia bermain basket, alhasil dia sudah lapar lagi.

Davin berdiri menaruh sebelah lengan di atas etalase, ia membuka satu bungkus roti lalu memakannya. Pemuda itu memerhatikan seisi kantin. 'Rame banget, gila.' Davin baru benar-benar sadar kalau kantin sedang ramai-ramainya. Untung tempatnya memesan makanan sedang tak banyak pembeli.

"Kak...." Beberapa adik kelas cewek yang melintas menyapa sopan Davin. Davin mengangguk dan tersenyum singkat.

Davin tak sengaja melihat salah satu teman kelas Anin. Davin jadi memerhatikan titik itu, mencari siapa tahu Anin pun berada di situ. Davin berhenti mengunyah saat berhasil menemukan Anin yang tengah berbincang dengan Mita dan teman kelasnya yang lain.

Rasanya Davin ingin mendekat lalu menganggu Anin sampai gadis itu kesal seperti yang biasa ia lakukan di rumah. Tetapi Davin tetap bertahan di posisinya, dia mengalah pada kemauan Anin. Davin tetap menuruti mau Anin untuk tak dekat-dekat.

Setelah satu rotinya habis dan kebab pesanannya jadi, Davin melangkah ke satu-satunya meja yang masih kosong. Davin hendak duduk dan meletakkan bawaannya, bersamaan dengan itu, seorang gadis juga hendak duduk berhadapan dengannya. Davin dan gadis itu terkejut meski tanpa sadar mereka sudah mendudukkan diri.

Davin dan Shafa berpandangan untuk beberapa saat. Sampai Shafa yang lebih dulu mengalihkan pandangan. Shafa melihat sekeliling, mencari apakah masih ada tempat kosong. Namun sayang tidak ada.

Sudah tak perlu ditanyakan lagi apa mau Davin, yang jelas dia ingin pindah. Selain karena tempat lain sudah penuh, sebenarnya Davin bisa membawa makanannya keluar kantin, tetapi rasa lapar yang memburunya membuat Davin akhirnya mendengus dan mencoba tak peduli. Davin membuka minuman, meneguknya, lalu mulai makan.

Melihat Davin yang tak berusaha mengusirnya, Shafa diam. Shafa menggeser duduknya agar tak benar-benar berhadapan dengan Davin. Shafa juga mulai memakan nasi gorengnya. Dua orang itu sama-sama diam.

"Wiiih, Davin Shafa makan bareng. Udah damai lo berdua?" Seorang teman kelas Davin berceletuk saat berjalan melewati Davin dan Shafa.

Davin melirik malas temannya, Ijal, yang langsung tertawa dan pergi, sementara Shafa terus menatap nasi gorengnya dan lanjut makan.

Shafa menghela napas pelan. Berada di situasi seperti ini sungguh tak mengenakan. Shafa mau pulang saja rasanya. Gadis itu mengangkat wajah dan tak lagi melihat nasi gorengnya.

Anin berjalan hendak membayar, melewati Shafa tanpa tahu sebelumnya kalau itu tempat Davin dan Shafa. Shafa dan Anin bertatapan, Anin tersenyum ramah dan mengangguk kecil, lalu Shafa membalas senyum itu. Anin tak peduli pada keberadaan Davin, Anin meneruskan jalannya. Namun sepertinya Davin tidak sadar karena pemuda itu menunduk pada kebabnya.

Berikutnya, Davin dan Shafa dapat mendengar orang-orang di kantin mulai membicarakan keduanya, termasuk membahas Anin dan Shafa yang sempat saling lempar senyum.

Davin sudah tidak tahan. Kebabnya sudah habis, rotinya juga sudah habis. Davin meneguk minumnya lagi. Mengembuskan napas keras terang-terangan, berdiri tanpa kata, membayar, kemudian keluar kantin masih tanpa bicara.

Hey, Sha! | ✔Onde histórias criam vida. Descubra agora