54 | Menghilang & Maaf

1.5K 213 33
                                    

Beberapa tahun kemudian....

****

Anin berdiri di halaman utama sekolah, menatap bangunan itu dengan pikiran dipenuhi banyak kenangan. Sekolah yang menjadi saksi dari pahitnya masa SMA yang ia jalani, sekaligus saksi dari kisah manisnya bersama makhluk tampan bernama Davin serta para manusia baik hati yang biasa ia sebut sahabat.

Bukan lagi kemeja biru muda dan rok kotak-kotak biru navy yang ia pakai, seragam itu sudah lama ia tanggalkan. Sekali lagi ia mengucapkan selamat tinggal dalam hati.

Mahasiswi kedokteran itu berjalan menghampiri mobilnya, mengangguk dan tersenyum pamit pada Pak Soleh si satpam sekolah lalu masuk ke mobil. Beberapa hari yang lalu, Anin bersama Mita, Puti, Nadiv, dan Vinda berencana ke Sky High School untuk sekadar mengenang masa-masa sekolah, dan hari ini terlaksana.

Anin tak langsung melajukan mobilnya. Gadis itu terdiam. Ingatannya kembali pada pembicaraannya dengan para sahabatnya tadi.

Flashback on.

"Kak Davin apa kabar, Nin?" tanya Puti tiba-tiba.

Membuat Anin yang hendak menyuap bakso ke mulutnya jadi mengembalikan bakso tersebut ke mangkuk, tak jadi makan.

"Masih di Surabaya?" Kini Mita bertanya santai.

"Kemarin gue liat akun selebgram cantik yang sering jadi omongan temen-temen gue di kampus, ada foto cewek itu berdua bareng Kak Davin, kayak deket gitu," kata Nadiv sebenarnya tak enak hati menanyakan hal ini, tapi ia penasaran. "Bener, Kak Davin udah nggak sama lo?" lanjutnya lebih hati-hati.

Anin menatap mereka santai, entah memang biasa saja atau pura-pura biasa saja.

"Gue sama Davin nggak pacaran, jadi nggak usah kaget kalo tau dia deket sama cewek di luar sana." Kalimat itu meluncur lancar dari bibir Anin, diakhiri senyum kecil yang Mita tebak bukan senyum asli.

Flashback off.

Padahal pada kenyataanya, Anin juga sempat kaget saat kemarin, tengah malam, Ghea yang kini kuliah di Lampung, meneleponnya hanya untuk memastikan kabar kedekatan Davin dengan selebgram cantik itu. Anin yang sebelumnya tidak tahu apa-apa jelas bingung dan kaget.

Tapi apa yang bisa Anin lakukan? Davin sudah lama tidak menghubunginya, berkunjung ke Jakarta pun terakhir kali 4 bulan lalu ketika Davin menghadiri acara reuni SMA, itu pun tidak sempat mampir ke rumah Anin karena katanya sibuk.

"Tapi lo jangan cegah perasaan lo buat pindah ke lain hati, ya. Dav, gue nggak bisa janjiin untuk bisa balas perasaan lo. Gue nggak mau lo stuck di gue. Lo cuma akan buang-buang waktu kalau sampai gue emang nggak bisa balas perasaan lo."

Mungkin memang Davin sudah menemukan yang lain. Mungkin memang sudah ada yang bisa membuat Davin merasa lebih nyaman. Mungkin memang Anin sudah tidak punya arti apa-apa lagi selain hanya sekadar saudara.

Padahal Anin sudah memantapkan hatinya untuk membalas perasaan pemuda itu. Ketika Anin berhasil jatuh cinta pada Davin, Anin menutup pintu hatinya untuk orang lain.

Padahal Anin sudah percaya kalau Davin tidak akan mengecewakannya, lagi.

"Nggak, Sha. Jangan dorong atau suruh gue pergi mau pun mundur. Perasaan gue serius ke lo, nggak main-main. Gue nggak ngelarang lo deket sama cowok lain, tapi biarin gue tetep sama perasaan gue. Entah nanti akhirnya kita jodoh atau nggak, gue udah siap nerima segala risikonya."

Anin menghela napas. Tidak, ia tidak boleh percaya dengan semua hal yang belum tentu benar. Anin harus mencari tahu lebih dulu, bukan langsung percaya hanya dari perkataan orang lain.

Hey, Sha! | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang