15 | Dia Masih Peduli

1.1K 188 6
                                    

Davin yang tengah mencari kemeja hitam kotak-kotaknya di lemari menoleh ketika Bian memasuki kamarnya.

"Jadi pergi, Kak?"

Pertanyaan Bian membuat Davin menghentikan gerak tangannya. Davin diam dan berpikir.

Bian membaringkan tubuh di tempat tidur Davin. Bian baru bangun tidur, rasa kantuknya masih ada. Biasa di hari Minggu, Bian akan bermalas-malasan.

Davin mendekat pada Bian lalu duduk bersila sembari memandang Bian. "Gue bingung, Dek. Setengah hati gue mengatakan untuk dateng, tapi setengah hati lagi mengatakan enggak usah dateng," kata Davin dengan kening berkerut.

Bian mendengus mendengar kebingungan kakaknya.

"Enggak usah dateng dah. Ngapain di sana?" celetuk Bian tak pikir panjang, "eh, bener sih. Lo dateng ke sana buat siapa?"

"Ya buat yang ulang tahun lah. Masa buat nyokapnya si yang ulang tahun," sahut Davin ngegas.

"Kirain buat kakaknya si yang ulang tahun," kata Bian membuat Davin diam dengan wajah datar.

Ribet banget dua kakak adik ini, seakan susah sekali menyebut nama.

"Siapa kakaknya? Siapa, ha?" Davin membaringkan tubuh.

Bian menghela napas sok lelah. "Kakaknya si yang ulang tahun namanya Shafa. Si yang ulang tahun namanya Syila. Nyokapnya si yang ulang tahun-"

"Teruuuus!" Davin sudah kelewat geram sampai melempar bantal ke wajah Bian. "Terusin! Lo sebutin sampai kakek neneknya, kalau perlu buyutnya juga lo sebutin."

Bian melempar bantal tadi ke sembarang arah. Pemuda itu bangkit duduk lalu berkata, "Jangankan kakek neneknya, nyokapnya aja gue lupa siapa namanya. Siapa sih?"

"Dek, lo yang serius aja kita bahas hal enggak penting kayak gini," ucap Davin serius dengan raut tak suka.

Bian langsung diam. Dia juga biasanya malas sekali membahas hal-hal menyangkut Shafa dan keluarganya. Sepertinya efek baru bangun tidur jadi begini.

Bian menoleh pada Davin yang tengah menatap langit-langit kamar. "Jangan tiduran gitu, entar rambut lo berantakan lagi. Lo mau ke sana kan?" katanya tak ada bercanda lagi.

Davin turun dari tempat tidur dan beranjak mencari tas sekolahnya. Davin mengambil sesuatu lalu memberikannya pada Bian.

"Lo aja sana yang dateng. Tuh kadonya, di sebelah sofa," kata Davin. Pemuda tersebut kembali ke kasur lalu tengkurap dengan malas.

Bian memandang undangan ulang tahun yang diberikan Davin, kemudian melihat sebuah boneka beruang besar berbungkus plastik bening di sebelah sofa di kamar Davin.

"Gue? Enggak. Kan lo yang diundang," tolak Bian, melirik Davin.

Davin menyahut dengan suara yang terbenam bantal, "Gue atau lo yang dateng sama aja."

"Mau sama aja, mau beda, gue males. Ini hari Minggu, jadwalnya gue rebahan sampai sore," ucap Bian, membaringkan tubuh lagi.

Davin tak membalas ucapan Bian, Davin sudah memejamkan mata.

Dua kakak beradik itu sama-sama diam. Davin yang tengkurap memejamkan mata dan sibuk dengan pikirannya. Serta Bian yang memandang fokus satu cicak di dinding dengan pikiran yang berkelana.

Bian tiba-tiba berucap, "Yang ngasih undangan siapa? Shafa? Bukan nyokapnya atau—"

"Lo berharap siapa?" kata Davin tak membiarkan Bian menyelesaikan ucapannya.

"Enggak." Bian kembali diam setelah itu.

Tanpa sadar Bian menjatuhkan undangan tadi ke lantai. "Kak," panggil Bian pada Davin untuk membahas hal lain. Tak ada sahutan membuat Bian kembali memanggil, "Kak Davin."

Hey, Sha! | ✔Where stories live. Discover now