31

2.6K 372 62
                                    

Hinata melangkahkan kakinya, tapi tangan Sasuke menahannya. Rasa khawatir nampak jelas terlihat dari raut wajah suaminya. Hinata ingin tersenyum untuk sekedar menenangkan pria itu, tapi tak bisa. Hanya bibirnya yang terlihat bergerak mengucapkan kalimat bahwa ia akan baik-baik saja. Kedua matanya sudah buram sejak tadi karena air mata yang menghalangi pandangannya.

"Bibi lepaskan papa. Aku akan ikut dengan bibi." Hinata kembali menatap bibinya yang masih menodongkan senjata api pada sang papa.

Sungguh ... Hinata benar-benar tidak mengira bibinya akan senekat ini. Ada rasa marah, sedih, juga kasihan disaat yang bersamaan. Marah atas apa yang sudah wanita itu lakukan pada Sasuke juga papanya sekarang. Ia juga sedih dan kasihan melihat bibinya. Mungkin ia tak akan bisa mengerti, tapi ia tahu, kehilangan Shion pasti membuat bibinya begitu terpukul hingga sampai berbuat seperti ini.

"Hinata."

Sasuke menahan istrinya saat Hinata kembali mencoba melangkahkan kakinya.

Hinata menatap suaminya. Perasaannya benar-benar campur aduk sekarang. Jelas dia tak ingin meninggalkan Sasuke, tapi dia juga tak bisa melihat papanya berada dibawah ancaman sang bibi.

"Tidak apa-apa. Kumohon percaya padaku!" ujar Hinata dengan suara yang amat pelan.

"Haruka, jangan lakukan sesuatu yang bisa kau sesali nanti."

Hiashi masih mencoba membujuk sang adik yang sepertinya sudah kehilangan akal sehat itu. Dia sungguh menyesal tak begitu memperhatikan keadaan Haruka beberapa waktu ke belakang ini. Seharusnya dia tahu bahwa adiknya itu tidak baik-baik saja, terlebih pasca kehilangan satu-satunya putri yang begitu dia kasihi. Jika saja ia menyadarinya sejak awal, mungkin semua tak akan jadi seperti ini.

Haruka tak menghiraukan ucapan kakaknya. Dia tak ingin mendengar siapapun karena yang dia inginkan saat ini hanyalah Hinata. Hinata akan tinggal bersamanya, menjadi putrinya, dan menjadi ibu bagi cucunya seperti permintaan Shion. Selama ini, tak pernah sekalipun ia tak mengabulkan permintaan putrinya itu. Permintaan Shion akan selalu ia penuhi, begitu pun sekarang, sekalipun sang putri tak ada lagi di dunia ini.

"Bibi, tolong lepaskan papa. Aku akan ikut dengan bibi." Suara Hinata kembali mengalun. Langkahnya mengayun perlahan.

Sasuke melepaskan genggaman tangannya pada sang istri. Menatap wanita yang baru ia nikahi dengan perasaan cemas yang tak bisa ia tutupi.

"Kau memang harus ikut dengan bibi. Kau akan menjadi putri bibi dan menjadi ibu hanya untuk Shina. Kita akan tinggal bersama. Bibi akan memberikanmu semua yang kau inginkan. Kau juga tahu kalau bibi sangat menyayangimu, kan? Bibi akan memanjakanmu seperti yang bibi lakukan pada Shion. Kau tidak akan kekurangan apapun, Sayang. Bibi janji."

Hinata mengangguk pelan. "Aku tahu, karena itu aku akan melakukannya. Tapi, tolong lepaskan papa!"

"Tidak sebelum kau kemari, Hinata. Ayo kemarilah. Kita harus segera pergi dari sini. Shina sudah menunggu kita. Kita harus mengambilnya dari rumah Namikaze. Kushina menculiknya."

Air mata Hinata berderai. Bibinya benar-benar sudah kehilangan akal sehatnya. Rasa marah dan kecewa pada sang bibi bercampur dengan rasa kasihan. Hinata menatap papanya yang berusaha untuk tegar. Papanya pasti sedih melihat adik yang sedari kecil ia besarkan menjadi seperti ini.

"Baiklah, tapi tolong turunkan senjatanya. Bibi bisa menyakiti papa. Aku tidak akan memaafkan bibi kalau sampai itu terjadi."

"Kau tenang saja. Bibi tidak akan menyakiti papamu. Cepat kemari!"

Kali ini Sasuke mengutuk dirinya sendiri yang tak bisa berbuat apa-apa. Di sisi lain terlihat Neji yang juga tengah berusaha mati-matian agar tak menerjang bibinya yang sudah sangat keterlaluan.

Crush On YouWhere stories live. Discover now