23

2.4K 371 53
                                    

Kedatangan Sasuke dan Hinata di rumah sakit sore itu sempat menjadi pusat perhatian. Meski begitu, beruntung tak sampai terjadi keributan. Sepertinya orang-orang masih sadar dimana mereka berada. Beberapa dari mereka memberanikan diri untuk menyapa yang dibalas ramah oleh keduanya. Ada juga yang memotret diam-diam dan saling berbisik.

Hinata terlihat sedikit canggung saat Sasuke memeluk pinggangnya protektif di tempat umum. Ia belum terbiasa. Tapi, inilah resikonya ketika ia memilih lelaki itu untuk menjadi pendamping hidup. Sasuke selalu menjadi pusat perhatian dimana pun ia berada.

Beruntung tak banyak orang di dalam lift saat mereka masuk tadi. Hanya ada 2 orang perawat yang menyapa dengan malu-malu saat melihat keduanya.

Tak membutuhkan waktu lama sampai akhirnya mereka sampai di lantai 6. Beberapa menit yang lalu Naruto mengiriminya pesan yang memberitahu tentang ruangan dimana bibinya dirawat. Ya. Lelaki itu menelepon untuk memberitahu bahwa Haruka masuk rumah sakit karena terlalu banyak meminum obat penenang.

Tepat di pintu masuk, Hinata terdiam sejenak. Ia enggan, tapi bagaimanapun, Haruka itu bibinya. Adik kandung papanya. Tarikan dan hembusan napas ia ulangi beberapa kali untuk menenangkan diri. Pertemuan terakhir mereka tak bisa dibilang baik, dan Hinata sedikit bingung bagaimana harus bersikap nanti. Semuanya pasti akan terasa semakin canggung.

"Tidak apa-apa, ada aku."

Hinata menoleh pada tunangannya. Sasuke mengusap punggungnya lembut dan tersenyum teduh. Memberikan sedikit rasa nyaman saat kegundahan tengah melandanya saat ini. Memaksanya untuk balas tersenyum meski pikirannya dan hatinya sendiri tengah berkecamuk.

"Ayo masuk!"

Satu tangan Sasuke menggenggam jari jemari Hinata, dan tangan lainnya membuka pintu.

Naruto langung menoleh saat melihat siapa yang datang. Ada sebersit rasa kecewa dalam hatinya saat melihat Hinata tak datang sendiri. Tentu saja, memangnya apa yang bisa diharapkan? Sejak pertemuan terakhir mereka yang tak menyenangkan di kediaman Hyuuga, dan status Sasuke yang kini menjadi calon suami Hinata, rasanya tak mungkin lelaki itu akan membiarkan calon istrinya menemui mantan tunangannya seorang diri.

"Kau sudah datang?"

Lelaki Namikaze itu beranjak dari duduknya. Hatinya berdenyut ngilu saat melihat genggaman tangan keduanya. Namun, sekali lagi ... semua ini terjadi karena kesalahannya sendiri, dan sekarang dia tengah menerima karmanya. Menyakitkan memang. Terlebih saat cinta itu masih bersemayam.

Hinata mengangguk pelan. "Bagaimana keadaan Bibi Haruka?" tanyanya seraya mendekat ke arah hospital bed dimana sang bibi tengah berbaring dengan matanya yang terpejam.

"Masih belum sadar, tapi sudah tidak apa-apa," balas Naruto. Ia berpindah tempat dan berhadapan dengan sepasang calon suami istri itu.

"Kau sendirian di sini? Mana paman?" Hinata kembali bertanya setelah beberapa saat.

"Itu yang ingin aku bicarakan denganmu."

Dahi Hinata mengernyit bingung. Matanya menatap langsung ke arah Naruto yang terlihat kikuk. Sasuke masih diam. Dia memilih untuk tak ikut campur selama situasinya ia rasa aman.

"Sebaiknya kita duduk disana," kata Naruto lagi. Kemudian mengajak Hinata dan Sasuke untuk duduk di sofa yang ada di ruangan itu.

"Jadi, apa yang mau kau bicarakan?" tanya Hinata akhirnya. Naruto masih diam bahkan setelah 5 menit mereka semua duduk.

"Uhm ... itu—" Naruto mengusap tengkuknya. Dia terlihat kesulitan untuk berucap. Padahal setahu Hinata, lelaki itu pandai bertutur kata. "—aku mau minta tolong."

Crush On YouWhere stories live. Discover now