8

3.5K 459 36
                                    

Suasana tegang melingkupi ruang tamu apartemen Toneri yang dihuni oleh ketiga Hyuuga bersaudara.

Hinata duduk seperti terdakwa di hadapan kedua kakaknya yang mengadakan sidang dadakan. Ini sudah hampir jam 11 malam, tidak bisakan mereka menunda rasa ingin tahunya sampai besok? Sungguh, Hinata sudah sangat lelah hari ini. Kalau saja Shina tidak menangis, ia tak harus bolak balik ke rumah sakit untuk menemani Sasuke menunggui Aimi yang tengah dioperasi.

"Sekarang aku benar-benar tak percaya kalau kalian tidak berkencan." Neji memulai sesi interogasi.

Toneri mengangguk setuju atas ucapan adik lelakinya. "Kenapa kau tidak jujur saja, sih?"

"Aku sudah jujur. Kami memang tidak ada hubungan apa-apa selain dari yang pernah aku ceritakan." Hinata membela diri, walaupun ia tahu kedua kakaknya masih tetap menaruh kecurigaan.

"Kalau memang tidak ada apa-apa, kenapa kau sampai repot-repot menunggui anaknya dioperasi?" Toneri kembali mencecarnya.

"Karena aku sudah berjanji sebelumnya kalau akan menemani Aimi."

"Kenapa harus berjanji? Di sana kan sudah ada keluarganya."

Lagi. Si sulung Hyuuga itu masih tak puas dengan jawaban bungsunya.

"Serius, Hinata. Apa tidak ada laki-laki lain? Kenapa harus Uchiha Sasuke?" Neji menatap gemas kembarannya yang menampakkan wajah malas. "Dia itu lelaki bejat, berengsek, anaknya dua, sudah tua pula."

"Kita kan hanya selisih 9 tahun dengannya," gumam Hinata pelan.

"Apa kau bilang?" Lagi. Neji menatap saudarinya.

"Tidak." Hinata menghela napasnya. "Dengar ya, kakak-kakakku tersayang! Aku benar-benar tidak menjalin hubungan apapun dengan Sasuke selain hubungan pertemanan," ujar Hinata dengan sedikit intonasi. "Ngomong-ngomong soal berengsek, apa kalian pikir aku tidak tahu bagaimana kelakuan kalian di luar sana? Kalian pikir aku tidak tahu kalian sering menggauli perempuan kurang belaian di luar sana, hah? Mau aku laporkan sama mama dan papa?"

Hinata membalik keadaan. Terlihat kini kedua kakak yang tampak terkejut mendengar ucapan si bungsu Hyuuga itu. Toneri dan Neji gelagapan. Mereka seperti tertangkap basah setelah mencuri celana dalam. Tapi hanya sekejap, karena secepatnya mereka mengatur kembali ekspresi wajahnya.

Toneri berdeham sebelum membuat pembelaan. "Bukan itu yang sedang kita bicarakan, Sayang. Kita tidak sedang membicarakan kami," ujarnya setenang yang ia bisa. Padahal dalam hati tengah merutuk setengah mati. Bagaimana adik kesayangannya itu bisa tahu?

Neji pun sama-sama membatin. Ia dan Toneri memang tak bisa dikategorikan pria baik-baik. Mereka lelaki dewasa, normal, ditambah lingkungan kerja yang cukup mendukung, bagaimana mereka tidak tergoda? Terlebih keduanya bukanlah pria-pria taat yang rajin beribadah sehingga iman mereka lebih mudah goyah.

"Kami memang berengsek, tapi kami sedang membicarakanmu." Neji menambahkan. "Seberengsek-berengseknya kami, aku dan Toneri tak akan membiarkan lelaki yang tidak baik mendekatimu."

"Sama saja. Intinya kalian juga sama berengseknya. Jadi, jangan pernah melihat orang hanya dari masa lalunya." Hinata mencibir.

"Aku bilang begini karena tahu bagaimana pergaulan di dunia hiburan, Hinata." Neji masih menyanggah. Meski lebih sering bersikap acuh tak acuh, orang yang mengenal mereka tahu bagaimana Neji begitu menyayangi Hinata, saudari yang berbagi kantung ketuban dengannya.

"Aku sudah dewasa. Kalian tidak perlu mencemaskanku. Lagipula, aku yakin Sasuke sudah tidak seperti itu. Dia sendiri yang bilang padaku kalau sudah bertobat semenjak Aimi lahir."

Crush On YouWhere stories live. Discover now