Devil in Your |64

11.1K 507 11
                                    

Setelah beberapa menit terbangun dari tidurnya dengan kondisi yang sangat mencurigakan, Reyhan mendapat kabar bahwa, tiga anggota keluarga Anggaranta yang selalu dirahasiakan identitasnya mengalami kecelakaan helikopter di salah satu hutan yang terletak di Bandung.

Sebelumnya, lelaki itu telah menyuruh salah seorang detektifnya untuk menyelidiki apa yang dilakukannya semalam saat berada di bawah pengaruh alkohol sampai-sampai ada sebuah bercak darah di kasur yang ditidurinya dan terbangun dalam keadaan telanjang.

Awalnya, anak sulung Goldfy itu hanya berniat untuk mendatangi pemakaman tiga anggota Anggaranta itu dengan harapan ingin tahu sedikit tentang identitas keluarga itu yang selalu disembunyikan kemudian segera pergi dari sana.

Namun, situasi tak berpihak padanya kali ini. Lelaki itu justru mendapatkan kejutan besar yang membuatnya semakin frustrasi setelah kejanggalan yang dialaminya tadi pagi.

Perlahan, air matanya terjatuh, tubuhnya tertunduk putus asa. Ia menyesal, kecewa pada dirinya sendiri yang egois tak mau mendengarkan penjelasan dari adiknya hingga berakhir seperti ini.

Dengan perlahan, tangannya mengelus sayang batu nisan yang bernama 'Ragea Antalya Anggaranta' itu. Rasanya, ingin sekali dia untuk kali ini diberi kesempatan untuk mengubah masa lampau menjadi lebih baik.

Semuanya sama sekali tak sesuai dengan dugaannya, ternyata adiknya itu tidak hamil di luar nikah. Ia sangat menyesal akan kesalahannya yang menuruti ego agar tidak mendengarkan pembelaan adik bungsunya itu.

'Ryan benar, penyesalan selalu bertahta di kisah..... Untuk kali ini, penyesalan yang paling sakit selama ini, kehilangan seseorang yang berharga....' Reyhan memukul-pukul dadanya yang sesak, rasanya sakit, nyeri di bagian terdalamnya.

"Gue, Reyhan Ardian Goldfy bersumpah, gak bakal lagi buat kesalahan yang bisa bikin hati gue lebih hancur dari ini."

•••

"Lexa, gimana keadaan lo? Apa yang masih sakit?"

Gadis itu menggeleng pelan, tangannya perlahan mengelus pipi Reynald yang sepertinya sedang khawatir padanya. Lelaki itu kali ini segera memeluk erat Lexa.

Lexa mendesis, "Reynald, lepasin. Gue masih sakit." peringatnya lirih.

Dengan segera, lelaki itu segera melepasnya pelukan eratnya dari Lexa, lalu dilanjut dengan cengengesan dengan sebelah tangan yang kini menggaruk tengkuknya yang sedikit gatal. 'Bodoh lo, Nald. Bodoh.'

"Nald, haus?" pintanya lirih.

Reynald terkesiap, ia segera menuangkan segelas air dari meja sampingnya lalu disodorkan kepada Lexa. Lelaki itu membantu gadisnya minum, "Pelan-pelan aja, Xa." tuturnya lembut.

Gadis itu mengangguk patuh, lalu dengan perlahan ia meminum air yang disodorkan padanya tersebut. Kemudian, "Makasih, Nald." ucapnya tulus, matanya kali ini menatap teduh pasangan berdebatnya itu.

"Sama-sama."

Lexa menatap mata intens lelaki di depannya itu yang kini salah tingkah. Sepertinya dugaannya selama ini memang benar, bahwa lelaki itu memang sejak awal sudah terlalu akrab dengannya.

"Reynald, gue mau tanya sama lo, boleh?" tanyanya memelas.

Karena tak tega, lelaki itu segera mengangguk cepat-cepat, matanya menatap berharap. "Boleh, tanya aja apapun sepuas lo." jawabnya memperbolehkan.

Gadis itu menatap Reynald ragu-ragu, "Nald, lo pernah ya deket sama gue sebelumnya?" tanyanya ragu-ragu.

Reynald tersentak, tak lama kemudian lelaki itu tersenyum hangat. Tangannya mengelus sayang rambut gadisnya, "Kenapa tanya gitu?" tanyanya penasaran. 'Lexa udah ingat ya sama gue? Apa karena kemarin kebentur pintu waktu gue bawa ke mobil? Ish! Masa iya sih?'

Lexa memiringkan kepalanya sedikit berpikir, "Tadi, Lexa mimpi ada anak kecil yang mirip sama Reynald, terus dia gak tau malunya cium bibir Lexa di depan di depan mama sama papa. Tapi, semuanya langsung gelap waktu Lexa lari buat nyamperin dia karena abis ketabrak mobil." jelas gadis itu polos.

Kedua mata Reynald berbinar menatap Lexa, senyumnya perlahan kembali terukir di sana. "Lexa? Kamu udah ingat?! Beneran!?!" tanyanya antusias.

Mata gadis itu melotot sempurna, "Jadi itu beneran lo!?!" tanyanya tak percaya, ia kira first kiss-nya selama ini masih aman, namun ternyata itu telah hilang sejak umurnya menginjak 9th.

Dengan polosnya Reynald mengangguk jujur, "Kamu keberatan? Hm mau marah?" 'First kiss gua!! Huaa!!! Bibir gue udah gak suci lagi!!!'

Gadis itu memutar kedua bola matanya jengah, gadis manapun juga akan murka saat first kiss miliknya diambil saat masih anak-anak. Ditambah lagi, orang yang mengambilnya adalah orang yang paling sering membuatnya kesal sejak masuk ke RIHS.

"Yaiyalah! Siapa coba yang gak marah marah ka—"

Cup!

"ASTAGFIRULLAH HAL'AZIM!!"

"MATA GUE GAK POLOS LAGI!!"

•••

Plak!

"APA-APAAN MAKSUD KAMU REYHAN ARDIAN GOLDFY!!! APA YANG KAMU UCAPKAN SAMA ADIK BUNGSUMU HINGGA DIA BERAKHIR SEPERTI INI!?! HAH!" Rohman dengan tegas memberikan pelajaran pada anak sulungnya yang temperamen itu.

Reyhan diam, ia menunduk tak berani menetap ayahnya yang kini tengah mengamuk padanya. Sungguh, ini adalah kali pertamanya mendapatkan teguran seperti ini dari langsung dari kepala keluarganya. Pipinya terasa panas, namun itu sama sekali tak dapat dibandingkan dengan sesaknya kekecewaan di sudut hatinya.

"PUAS KAMU?! HAH! PUAS KAMU UDAH BUAT MOMMY KAMU TERUS-MENERUS NGUNCI DIRI SENDIRIAN DI MOSKOW!?! HAH! JAWAB DADDY!!"

Air mata lelaki berusia 17th itu meluncur seketika saat itu. Hatinya terasa bagai disiram air cuka saat mengetahui kondisi ibu kesayangannya tersebut terucap secara tidak langsung dari ayahnya sendiri.

"D.. Dad...."

"APA!?" sentak Rohman ketus.

Kepalanya kembali tertunduk dalam, kali ini lebih dalam. Kedua tangannya mulai gemetaran, namun itu sama sekali tak terasa samar, ia lebih merasa sangat bersalah pada dunia, pada semua orang yang mengenalnya.

"LIHAT SEKARANG! BANYAK ORANG YANG KEHILANGAN MASA DEPANNYA HANYA KARENA SIKAP TEMPERAMEN DI OTAK KAMU!! PUAS!?"

•••

Palembang, salah satu kabupaten yang terletak di provinsi Sumatera Selatan. Tepatnya di sebuah desa yang terletak di pinggiran kota Palembang.

"Assalamualaikum." sepasang pasutri itu mengucapkan salam ramah ketika memasuki ruang ketua RT di kompleks yang akan menjadi tempat tinggalnya.

"Wa'alaikum salam." balas ketua RT tersebut tak kalah ramah.

Mereka pun segera duduk di salah sebuah kursi panjang yang tersedia di sana dan secara langsung berhadapan dengan ketua RT, lalu RW dan tak lupa ada kepala desa yang entah mengapa juga ada di sana.

Salah satu pria berumur sekitar tiga puluh tahun berdehem pelan, dia adalah ketua RT yang ada di lokasi tersebut. Semua yang mendengarnya segera menoleh, termasuk Vano. Bayi yang baru saja menginjak umur setengah tahun itu hanya mengerjabkan matanya polos.

"Kalian, MBA ya?"

"Hah?"

"WHAT!?"









—08 Agustus 2020—
Dianashevy05🌿

Devil in Your (ANGGARANTA)Where stories live. Discover now