Devil in Your |48

12.2K 579 8
                                    

"Reynald! Cepet! Lelet banget sih lo!?" seru Lexa dari samping panggangan.

"Iye! Mbok!!" balas Reynald asal, pasalnya kepalanya sudah mulai pusing mendengar berbagai teriakan dari mulut sinis milik Lexa.

"Lo kira gue mbok lu!?" pekik Lexa tak terima.

"Ya, bukan. Lo sama gue kan, gak ada mirip-mirip-nya, jadi otomatis lo bukan mbok gue dong!" balas Reynald kelewat polos.

Reyhan, Aura, Gea dan Ryan yang mendengar hal tersebut dari mulut Reynald mendengus kesal, 'Emang, muka kalian gak ada mirip-mirip-nya, tapi kelakuan kalian sebelas dua belas, bangke!!'

"Terus ngapain lo panggil gue mbok?!? REYNALD!!" tanya Lexa kembali berseru, ia mengangkat alat pembalik panggangan tersebut ke arah Reynald.

Reynald, dia mengetuk dagunya berpikir beberapa saat, lalu ia menatap dalam kepada Lexa. "Karena, kelakuan lo kaya mbok-mbok yang lagi marahin cucunya, sayang." jawabnya usil.

Lexa bergidik, telinganya terasa sangat geli dan nilu saat mendengar kata 'sayang' dari Reynald yang ditujukan kepadanya tersebut. "Sayang-sayang! Otak lo ketangsang!?!" (tersangkut) balasnya nge-gas.

"Lah, otak gue masih lengket nih di dalem kepala, yang gak mungkinkan begitu, kan masih dikelilingi sama tengkorak di kepala gue!" ujar Reynald dengan nada bicara yang amat sangat menyebalkan.

Aura mendengus, bagaimana bisa ada dua manusia satu spesies ini bertemu dan tidak pernah puas untuk bertengkar sampai sekarang? 'Takdir benar-benar mempermainkan kehidupan.'

"REYNALD!!" seru Lexa lagi, ia saat ini benar-benar gemas ingin menyentil salah satu ginjal miliknya.

"Ya, emang gue punya salah sama kalian??" tanya Reynald bingung, ia mengetuk-etuk dagunya berpikir.

'Banyak!!' mereka semua yang ada di sana segera menatap horor Reynald yang sama sekali tak pernah sadar akan kesalahan yang pernah diperbuatnya kepada mereka.

Reyhan mendengus kesal, "Udahlah, dari pada kita peduliin kelakuan Reynald sama Lexa yang gak akan ada selesainya lebih baik kita lanjut aja barbeque-annya. Gimana??" usulnya seraya menyabarkan hatinya.

Aura mendengus pelan, kemudian ia menoleh ke arah Reyhan. "Ya, lebih baik begitu. Dari pada kita terus-menerus ngrurusin dua cecunguk itu!!" balasnya menyetujui.

Reynald dan Lexa yang  segera menoleh ke arah Aura dengan tatapan memprotes. "CECUNGUK LO BILANG!?!" seru mereka tak terima. 'Terima aja kali!!'

Gea menatap tajam mereka berdua, 'Gak bisa disabarin tu curut!' "Emang lo mau dipanggil ANJING!?!" bentaknya seraya melototkan matanya sebal.

Ryan menyugar rambutnya ke belakang, kemudian mendengus pelan. 'Ibu hamil sensi banget ya??'

•••

"Siapkan dua helikopter segera dan kirim salah satunya ke rooftop RIHS dan kirim satunya lagi markas persekutuan Jakarta. Besok, jam sembilan pagi, tak ada yang namanya terlambat." ujar Gea kepada seseorang di seberang sama.

Tut... Tut... Tut...

Gea menatap Vano penuh kasih sayang. Sepertinya, mereka harus bersembunyi untuk sementara waktu sampai janin yang kini ada dikandungannya beranjak dewasa dan bisa melindungi dirinya sendiri.

Ia mendengus pelan, menoleh ke arah jam yang kini terus berdetak setiap detiknya. Di sampingnya, lima buah koper besar penuh senjata berjajar dengan warna yang sama, putih.

Lalu, entah bagaimana ia mengingat pernah membuat replika tulang kerangka manusia yang Ryan sembunyikan di ruang bawah tanah markas persekutuan di Jerman yang pernah digunakan untuk memancing para pemberontak seusai perang mafia dijalankan.

"Sepertinya, tempat ini mulai tidak aman. Apa kami harus pergi dulu untuk sementara??" gumamnya diiringi oleh suara kilat dari luar sana.

Ia menoleh ke balkon, seakan patuh, kilat tersebut kini tak terdengar lagi dan berganti oleh suara petikan gitar miliknya yang dimainkan oleh Vano. 'Sepertinya, ia akan jadi pemusik yang hebat.'

Gea terkekeh pelan, kemudian ia memeluk erat Vano dan menciumnya gemas hingga bayi itu hampir tertidur.

•••

"Kalian tahu, dia malah memilih pergi meninggalkan mansion keluarganya sendiri dan melepas marga Wijaya dari namanya sendiri. Sejijik itukah Ryan kepadaku??" tanya Maya melirih.

Saat ini, Diva, Gessa dan Maya sedang berkumpul di kamar Maya. Mereka sedang mendiskusikan masalah yang kini tengah menimpa Maya dan keluarganya.

Gessa menatap Maya iba, "Kok gila banget ya dia??" tanyanya tak habis pikir. Pasalnya, ia tahu dari orang tuanya bahwa Ryan sama sekali tak pernah sekalipun membantu untuk mengurus perusahaan raksasa milik Wijaya Corp's selama ini. Lalu, bagaimana bisa dia yang masih kelas dua SMA untuk hidup sendiri tanpa keluarga dan pastinya hidupnya akan dipersulit oleh keluarga besar Wijaya agar mau kembali ke sana.

Diva mendongak, lalu menatap Gessa dan Maya bergantian. "Apa jangan-jangan, dia udah tahu kalo lo hamil di luar nikah, May??" ujarnya yang seketika membuat air mata Maya menetes tanpa diminta.

Gessa mengangguk mengerti, "Tapi, bukannya ancaman yang dikasih bokapnya itu udah besar banget, ya? Dan lagi, dia kok bisa punya uang sebanyak itu buat dikasih atas pencabutan marga Wijaya dari namanya?? Dia dapat dari mana??" tanyanya penasaran. Untuk remaja berusia 17th sepertinya dan masih sekolah sangatlah mustahil mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat.

Dahi Diva berkerut heran, kemudian mata kotornya itu menatap Maya penasaran. "Apa jangan-jangan, Ryan emang udah rencanain dari lama buat pergi sana, dan karena waktunya tepat, jadi lo juga ikut kena imbasnya." ujar Diva menduga-duga.

"Tapi, apa ya alasannya??"

•••

Pagi yang cerah di RIHS, disertai kicauan burung-burung yang dipelihara di sekeliling lapangan utamanya. Ya, itu dilakukan untuk sedikit memedam kericuhan di saat upacara berlangsung.

Hari ini, upacara di RIHS diliburkan karena ada someone dari perusahaan raksasa pemiliknya, entah itu karena apa. Tapi yang pasti, seluruh siswa-siswi di RIHS merasa sangat senang karena tidak perlu berjemur di pagi cerah ini.

Ryan dan para sahabatnya sedang berada di rooftop RIHS dengan membawa laptopnya masing-masing. Ya saat ini mereka sedang mengerjakan pekerjaan kantor yang belum sempat mereka kerjakan sebelumnya, kecuali Ryan. Dia hanya sibuk untuk menggunakan laptop sekali pakainya itu untuk menyadap dan membobol berbagai keamanan milik musuhnya, termasuk para dewan mafia yang terus-menerus menyerang mereka.

Dengan berbekal earphone dan beberapa berkas identitas palsu di tangannya, ia sekali lagi berhasil membuat sang musuh kebingungan kesana-kemari, seperti bermain kucing-kucingan dengannya.

Lalu, ia ingat beberapa saat lalu sewaktu Geo memberikan informasi tentang perkembangan A'N'G Company yang kini diambil alih olehnya dan juga marga Anggaranta yang sedang dalam proses untuk berada menyokong namanya.

Ryan tersenyum puas, namun tak lama kemudian senyuman itu pudar ketika mendapatkan sebuah informasi bahwa, sebentar lagi puncak dari tindakan-tindakan para dewan mafia akan terjadi di sekitarnya. Ia harus segera mengamankan keluarnya, keluarga besar Anggaranta.

"Mereka kali ini, benar-benar gila!?"









—15 Juli 2020—
Dianashevy05🌿

Devil in Your (ANGGARANTA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang