Day 5 : Dating Tips by Cassio Archibald

303 59 25
                                    


Jumat. 9 Agustus, pukul 'akhirnya-pangeranku-datang-menjemput'.


        Sebelum aku melanjutkan hariku, aku akan membuat sebuah perhitungan sederhana dengan cepat. Satu hari terperangkap bersama Archibald bersaudara menurut versiku, sama dengan 1 minggu hidup di dunia. Terhitung semenjak aku berdiri di halaman rumah mereka sambil ditemani dua buah koper raksasaku, itu artinya aku memiliki 6 hari. Hitungan finalnya adalah, aku telah melalui 6 minggu yang mengerikan. Harap dimengerti, 6 minggu adalah zona waktu secara tidak harfiah. Aku hanya bermetafora.

        Setelah 6 minggu aku mengalami krisis fashion yang memberiku kecemasan berlebih, kini aku memiliki momen untuk menunjukkan bakat dalam memadu-padankan pakaian. Jumat pagi ini, aku nggak mungkin bisa mondar-mandir di dalam kamar tidur jelekku—tanpa mendengar belasan pembicaraan dalam kepalaku yang melibatkan sepatu berhak, rok mini, stocking, lipstick, maskara, dan sisanya bisa kau tebak sendiri.

       Sudah hampir 20 menit. Kamar mungil ini dipenuhi aroma aneh yang merupakan perpaduan parfum dan pengeriting rambut yang dinyalakan terlalu lama. Kapal Titanic yang hancur lebur karena menabrak es, nggak ada apa-apanya dibandingkan kondisi kamarku sekarang. Seakan-akan aku adalah badai muson, semua isi rak pakaian telah tercerai berai dimana-mana. Bahkan salah satu pasang sepatu ­wedgesku tidak sengaja masuk ke dalam tong sampah, setelah aku melemparnya ke sembarang arah. Setidaknya aku menemukan apa yang kuinginkan; kaus kashmir berwarna abu-abu, rok lipit rumit berwarna merah muda, dan hak 5 senti berwarna putih. Semuanya adalah produk Channel, yang harganya sama dengan gaji pegawai Toko Sayur Archibald selama 2 tahun.

 Semuanya adalah produk Channel, yang harganya sama dengan gaji pegawai Toko Sayur Archibald selama 2 tahun

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

        Aku mendapatkan kebahagiaan hanya dengan melihat pantulan diriku di cermin rias. Begitu cantik, menawan, seolah-olah aku adalah manusia titisan Dewi Yunani Aphrodite. Suara mesin mobil yang datang dari kejauhan menyudahi sesi self-love yang selalu kulakukan. Kurasa Kyle sudah sampai, dan tanpa banyak membuang-buang waktu, aku segera meraih tas tanganku dan bergegas meninggalkan kamar.

        Aku nggak sengaja bertemu dengan satu-satunya cowok, yang belum siap untuk kuhadapi—terutama ketika nggak ada manusia lain di sekelilingku. Aku sedang membuka daun pintu saat Cassio melakukan hal yang sama di seberang. Mendadak, rasanya sulit untukku memasok oksigen.

        Satu kali aku pernah mencoba menarik perhatian Cassio, dengan berdandan dan bergaya menggunakan cara yang biasa kulakukan untuk membuat cowok-cowok lemas karena terpesona. Sayangnya sikap Cassio membuatku terluka, karena melirikku saja dia nggak minat. Sekarang cowok itu membuatku merona, karena ia melakukan satu pindaian singkat dari ujung rambut hingga ujung kakiku. Aku bersorak penuh kemenangan dalam hati, setelah menyaksikan daun telinga cowok itu memerah.

       Kami saling membeku, nggak yakin siapa yang harus berjalan duluan di lorong sempit ini. Teringat fakta bahwa Kyle mungkin saja telah berjalan menuju pintu depan, akulah yang lebih dulu mengayunkan kaki. Bahkan aku nggak menyapa Cassio seperti yang sengaja kulakukan, karena aku cukup sadar bahwa kami berdua sedang terikat tali kecanggungan.

10 Days To Make Cassio Kisses Me [END]Where stories live. Discover now