Day 5 : A Jealous Boy

343 61 30
                                    



Jumat, 9 Agustus 07.20


       "Apa kau semalam tidur awal?" selidik Kyle yang berada di panggilan suaraku. Omong-omong, aku suka sekali mendengarkan suaranya acap kali cowok itu berbicara. Begitu merdu dan lembut—seolah-olah aku tengah berbicara dengan Ed Sheeran.

       "Uh?" Dahiku mengernyit, karena agak bingung bagaimana menanggapi pertanyaan tersebut.

       Aku beribu-ribu persen yakin Kyle tengah duduk santai di depan layar televisi, karena aku bisa mendengar suara iklan es krim Baskin Robbins tertangkap mikrofon ponselnya.

       Kyle berdeham pendek. "Aku menghubungimu 3 kali jam 9 malam, tapi kau nggak mengangkatnya. Jadi aku berasumsi kau sudah tewas atau semacamnya."

        Aku sangat menyukai Kyle dengan segala ketampanan dan pesonanya. Hanya saja, kalimat yang barusan ia lontarkan tepat di samping telinga kananku, membuatku mendadak kesal padanya dan kesal pada dunia yang harus kuhadapi.

        Kecanggungan yang kian lama kian mengental dapat membunuh mental seseorang. Semalam, aku seakan nggak ada bedanya dengan manusia pengidap asma kronis. Bagaimana Cassio yang nyaris menciumku, dan bagian mengerikan dimana aku bersin tepat di depan wajahnya—menciptakan kecanggungan tersebut, dan membuatku sesak napas nggak berkesudahan.

        Segudang siksaan itu terhenti ketika Cassie dan Alex membuka pintu lumbung yang mereka kunci dengan sengaja. Lebih tepatnya 1 jam, setelah aku dan Cassio memutuskan untuk saling mengasingkan diri—setelah insiden ciuman gagal terbodoh sepanjang masa itu. Luar biasa. Ingatan tersebut menyayat ulu hatiku, dan membuatku ingin sekali pergi menuju dunia fantasi—untuk mencari ramuan penghilang ingatan, agar baik aku mapun Cassio melupakannya tanpa bekas.

        Dalam posisi berbaring di atas kasur, kuangkat kedua kaki jenjangku yang semulus porselen, dan kusandarkan pada dinding kusam di atas kepala ranjang. Aku menghela napas. "Ya, aku tertidur. Hari yang melelahkan kemarin," dustaku.

        "Kalau begitu, ini waktu yang tepat bagiku untuk membawamu bersenang-senang." Aku dapat memastikan Kyle tersenyum lebar dari telinga kanan menuju telinga kiri di seberang sana.

       Separuh hatiku tergiur mendengarkan rencannya, namun separuh hatiku nggak memiliki kekuatan untuk menanggapinya dengan antusias. Apapun yang terjadi semalam sukses mengacaukan suasana hatiku.

       "Apakah niatanmu untuk membawaku bersenang-senang, ada kaitannya dengan memulangkanku ke California? Fuck, aku nggak betah berada di sini."

       Aku rindu berpesta hingga seluruh tenagaku terkuras habis. Meski baru terhitung 5 hari, aku telah merindukan sensasi membahagiakan ketika minuman keras senikmat wine dan champagne membasahi tenggorokanku. Jangan lupakan pula dengan gerakan unik dan energik yang kumiliki untuk dipamerkan di tengah pesta. Hanya aku yang terkenal di California, sebagai gadis yang memiliki kekuatan magis untuk menghidupkan pesta.

       Terjebak seutuhnya di desa ini bersama Archibald bersaudara, membuat sisi kepribadian Skye Maxwell si penggila pesta—melakukan hibernasi total.

      "Skye, percayalah. Kita memiliki keinginan yang sama besarnya, tapi aku nggak memiliki daya untuk melakukan itu. Hey, dengar," Kyle menghilangkan nada bicaranya yang ceria, "aku akan mengajakmu pergi ke salah satu kota terdekat. Seperti yang kujanjikan, kita akan bersenang-senang seharian."

       Kali ini Kyle berbicara menggunakan bahasa yang sama denganku. Dalam hitungan nano detik aku berguling untuk mendapatkan posisi duduk yang terbaik. Percikan antusias yang sesaat menghilang kembali membara di dalam benakku.

10 Days To Make Cassio Kisses Me [END]Where stories live. Discover now