IP-33

312 32 1
                                    

"May, udah bel pulang!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"May, udah bel pulang!"

Melody yang tengah menyalin catatan tugas, mendongak. "Bentar lagi. Kalian balik aja duluan."

Ketiga temannya mengangguk.

"Jangan terlalu maksain. Guru tahu kondisi lo yang super sibuk." Raya menepuk pundak Melody dua kali.

Melody tersenyum, "Selesai ini gue beberes."

Kemudian ketiganya meninggalkan Melody sendiri. Setelah ketiganya keluar, Melody menghela napas berat.

"Apa pantas gue bohongin mereka kek gini? Mereka terlalu baik. Dan gue jahat banget nyebunyiin kebenaran soal Maya."

Meletakkan pulpen ke meja, Melody berpikir ada baiknya mengungkapkan kebenaran pada mereka. Bagaimana pun konsekuensi atas pengakuannya nanti, ia harus menerimanya.

Melody terkoneksi kaget, mengetahui Adnan sudah menunggunya.

"Ayo," Tangan Adnan bergerak cepat mengambil tas Melody.

"Lo bener-bener batu, yakkk! Gue bilang nggak usah balik bareng gue."

Adnan tak mengindahkan omelan Melody, menarik paksa gadis itu menyusuri lorong yang mulai kosong.

"Lo nggak mikirin perasaan Maudy banget sih. Dia tuh sakit liat lo sama gue!" Melody menghentakkan tangan Adnan hingga terlepas dan membuat langkah lelaki itu terhenti.

Adnan terdiam.

"Baru nyadar? Sana, pulang sama Maudy. Gue bisa urus diri gue sendiri."

Melody melangkah cepat, melupakan tasnya yang masih tersampir di bahu Adnan.

Di depan gerbang, Melody secepatnya memesan taksi. Menyendiri, jalan terbaik untuk memulihkan pikirannya saat ini.

Tentang apa yang tengah menimpanya dan mungkin ingatannya bisa terbuka saat sendirian.

Sampai di kafe yang tak terlalu banyak pengunjung, Melody duduk di dekat jendela. Mengamati interaksi orang-orang sekitarnya.

Mereka terlihat bebas mengekspresikan diri, bercanda dan tertawa. Sementara dirinya tak mampu menunjukkan sisi dirinya yang sesungguhnya.

Menjalani hari-hari penuh kebohongan. Memainkan peran setiap hari. Bahkan seorang artis pun terkadang lelah memainkan perannya di depan kamera.

Meraba sisi lehernya, Melody tatapnya kian sendu. Tak ada lagi benda berkilau yang telah menemani hari-hari nya itu. Benda itu terjatuh ketika ia berada di Jogja. Tempat di mana kalung itu di sematkan pada lehernya dulu sewaktu kecil.

Kini semuanya pergi meninggalkannya. Benda mati pun ikut menghilang darinya. Enggan menemani harinya yang di penuhi kebohongan.

Tak ada lagi yang akan percaya jika ia Melody Quinee. Barang yang mampu membuktikan identitasnya lenyap sudah.

IDENTITAS PALSUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang