IP-3

660 53 0
                                    

Melody memberikan tanda silang di kalender

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Melody memberikan tanda silang di kalender. Hampir sebulan menjalani terapi pemulihan tapi hasilnya belum sesuai harapannya.

Dokter mengatakan bahwa pemulihan butuh waktu lama. Apalagi pascakoma satu tahun lebih. 

Melody bertekad setelah pulih akan langsung menemui keluarganya. Mereka pasti sekarang kebingungan mencari keberadaanya. Melody harus menjelaskan meski nanti mereka mungkin terkejut dengan kedatangannya.

"Selamat pagi, Maya. Sudah siap untuk terapi?" Seorang Dokter perempuan masuk bersama satu orang suster.

"Dok, apa boleh saya minta tambahan jam terapi? Saya ingin secepatnya pulang ke rumah. Saya bosan di sini."

"Maya, saya sudah mengingatkan. Lakukan terapi secara perlahan, di bawa santai saja. Jangan sampai ambisi kamu untuk cepat pulih malah meningkatkan stress yang bisa memperlambat kesembuhan kamu."

Melody menghela napas panjang. Stres? Semakin lama berada di sini bisa-bisa ia masuk RSJ.

Terutama menghadapi … 

Tok … tok … tok ….

"Masuk."

Dia. Tunangan berwajah malaikat tapi berhati iblis.

Salah satu penyebab stres terbesar di hidupnya.

"Maya pertama-tama atur pernapasan kamu kemudian coba gerakkan kaki kamu ke depan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Maya pertama-tama atur pernapasan kamu kemudian coba gerakkan kaki kamu ke depan. Selangkah saja dulu," kata Dokter Erika memberikan intruksi.

Melody mengangguk. Sembari berpegangan pada tiang sependek pinggang di tariknya napas dalam-dalam. Padahal hanya latihan berjalan tapi persiapannya seperti hendak perang.

Perlahan jemari kakinya merangkak maju. Kaku. Baru beberapa senti bergeser saja tubuhnyalangsung oleng. Namun, Melody tetap kekeh melanjutkan.

"Maya pelan-pelan." 

Melody menoleh sebentar. Tatapan Dokter Erika berubah tegas. 

"Tidak perlu memaksakan diri kalau belum mampu. Masih banyak waktu untuk pemulihan."

"Dok, saya mau jalan normal lagi. Saya nggak mau nyusahin orang lain."

Adnan yang berdiri menyandar pada dinding melirik.

"Tidak ada yang merasa seperti itu. Mereka menyayangi kamu."

Jelas aja ada!  Si laki-laki sekaku akar tunggang.

Melody tersenyum masam. Lalu kembali fokus menguatkan kekuatan kakinya. Melody menatap nyalang batas tiang, menganggapnya sebagai garis finish.

Satu … dua … tiga …

Bibir Melody menggembang seiring langkah yang berhasil ia lewati. Mengambil ancang-ancang selanjutnya, netra Melody melotot saat pijakannya terasa licin dan …

Bruk!

"Auw!" Melody memekik kesakitan. 

"Maya, Maya, kamu tidak apa-apa?" Dokter Erika mendekat dengan panik.

"Sakit, Dok." Melody meringis ngilu saat Dokter Erika memegang pergelangan kakinya.

"Adnan, bawa Maya ke ruangannya."

"Tapi …"

"Tidak ada kata tapi. Kamu harus menjalani pemeriksaan untuk memastikannya. Kita baru terapi lagi saat kondisi tubuhmu membaik." 

Harapannya sembuh dengan cepat telah pupus. Karena terlalu gegabah.

"Bodoh," cela Adnan sambil menggendong Melody ke kursi roda.

Mood Melody semakin buruk. Kalau sekarang tangannya telah membaik sepenuhnya, bisa di pastikan bibir Adnan robek akibat pukulan mautnya. Gini-gini ia pemegang sabuk hitam di karate.

"Gue bisa sendiri!" Melody menolak kala Adnan hendak mendorong kursi rodanya.

"Sok kuat." Adnan tidak mengindahkan. Menyingkirkan tangan Melody dari roda kursi. Bergegas mendorong kursinya.

"Stop! Gue bilang gue bisa sendiri!" Teriak Melody geram. Selain menyebalkan ternyata Adnan ini budek.

"Keras kepala."

Wajah Melody memerah. Bukan, bukan karena malu tapi kemarahannya sudah di level tertinggi.

"Kalo manja, keras kepala, sok kuat dan bodoh. Kenapa lo mau tunangan sama May--" Melody hampir kelepasan.

Adnan menaikkan sebelah alisnya. Menunggu lanjutan kalimatnya.

"Sama gue. Iya, sama gue. Kenapa?" Melody menghunuskan tatapan kesal pada Adnan.

"Perjodohan."

Melody tidak terlalu terkejut. Ia telah memprediksinya. 

"Lo yang ngerengek ke Oma."

Kesimpulannya Maya meminta pada Kartika untuk menjodohkan mereka. Lalu dimana Maya? Kenapa ia menghilang?

________

________

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
IDENTITAS PALSUWhere stories live. Discover now