IP-17

447 35 0
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.



Melody melangkah masuk ke sebuah studio. Di sampingnya sudah ada Edo dengan penampilan cetar membahenolnya, sementara di belakang Sari membawa sebuah tas berisi perlengkapannya.

Mereka akan menghadiri acara pra-produksi atau yang sering di sebut reading and rehearsal.

Di mana sutradara, produser dan kru inti dapat mengamati talent atau pemain yang di pilih ataupun mengikuti serangkaian proses casting memainkan perannya masing-masing.
Untuk hari pertama, sutradara akan memberikan masukan dan juga menanggapi pertanyaan para pemain mengenai tokoh yang di mainkannya. Sehingga tokoh itu benar-benar hidup. Terlebih film kali ini merupakan adaptasi sebuah novel populer dari salah satu platform yang di gandrungi kaum milenial.

Melody tidak tahu menahu siapa yang akan menjadi lawan mainnya. Sedari kemarin dirinya sibuk menyiapkan diri berlaga di depan kamera. Namun, sampai sekarang rasa gugup masih mendominasi hatinya.

Melody tidak ingin mengundang masalah. Jaman sudah semakin berkembang begitu pun bibir netizen yang bisa mengalahkan bakso mercon level 100.

Dulu mungkin Melody cuek, tapi itu karena hidupnya layaknya remaja biasa. Tanpa ada yang repot-repot memerhatikan setiap tindakannya, berbanding terbalik dengan sekarang.

Penampilannya juga dulu tomboi, anak sekolah biasa plus muka pas-pasan. Sedangkan sekarang visualnya sudah di upgrade jadi Princess Maya, seorang publik figure.

Reputasinya sebagai artis saja Melody tidak tahu seperti apa, entah Maya itu artis yang banyak menoreh prestasi atau sensasi. Malas juga mencari tahu. Ribet.

Dasarnya, Melody menyukai sesuatu yang simpel-simpel. Mengurusi hidup orang lain bukanlah kesukaanya.

Melody memerhatikan penampilannya, ripped jeans hitam, kaos oblong putih di balut jaket bomber hitam. Yang di tanggapi Edo dengan nyinyiran panjangnya. Pukul setengah tujuh pagi Sari sudah berada di rumahnya. Dia di tugaskan Edo untuk membantu bersiap, sementara Edo menghubungi make up artist langganannya.

Dasarnya, Melody suka berpakain tomboi jadi wanti-wanti Edo di anggapnya angin lalu. Sebelumnya Melody sudah memerhatikan pakaian yang Sari bawa, tapi tidak ada yang layak pakai menurutnya. Melihatnya saja, Melody semacam terkena culture shock.

“Pokoknya nanti pas big reading, ai mau you pakai baju cewek. Nggak boleh protes. Awas kalo you tetep bebal. Ai cubit ginjal you!”

Melody menahan kekehannya mendengar ocehan Edo yang tak kunjung usai. Hal itu sedikit mengurangi rasa gugupnya.

"Ngapa you ngikik gitu? Ai serius tau!”

“Iya, gue cuma nggak habis pikir kenapa May—dulu gue milih manager kayak lo. Cerewetnya ngalahin emak-emak komplek!”

Edo melirik Melody kesal. Kalau saja Edo tak ingat siapa Melody, rasanya pengen tak ‘hih’ saja.

IDENTITAS PALSUWhere stories live. Discover now