IP-27

394 29 1
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Lagi-lagi Melody terbangun di sebuah ruangan serbu putih yang menyerbakkan bau obat-obatan yang khas.

Mengangkat tangannya yang terpasang selang infus, Melody menghela napas panjang. Apa tempat ini punya magnet?

Dari banyaknya tempat, ia akan kembali ke sini. Mengingatkannya pada kenangan buruk sewaktu bangun dari koma.

Ceklek!

Melodu menoleh ke arah pintu, mendapati sosok lelaki yang amat ia benci memasuki ruangan.

Orang yang menemaninya pun masih dia. Lelaki super menyebalkan dan kaku seperti akar tunggang!

"Ngapain lo di sini? Gue nggak butuh bodyguard!"

Adnan mendudukan dirinya di kursi samping Melody. Lalu telapak tangannya dengan lancang menempel di kening Melody, memeriksa keadaannya.

"Apaan sih, pegang-pegang sembarangan!" Melody menepis tangan Adnan.

"Lo demam semalem."

"Peduli lo apa? Gue 'kan cuma tunangan pura-pura, jadi nggak usah segitunya! Bukannya bagus kalo gue mati, nggak ada penghalang hubungan lo sama Maudy."

Adnan tak menghiraukan ocehan Melody, membuka plastik yang melingkupi mangkuk makanan yang di antarakan suster tadi.

"Lo budek? Gue bilang nggak usah--"

Adnan dengan kurang ajarnya memasukan sesuap nasi beserta lauk ke dalam mulut Melody. Hampir saja Melody tersedak lantaran mendapatkan suapan secara mendadak.

"Lo mau buat gue mati kesedak?"

Adnan menaikkan sebelah alisnya. "Lo pengen mati 'kan?"

Melody melotot. Memukul lengan Adnan membabi buta. "Kampret lo!"

Namun mulut Melody tetap menerima suapan dari Adnan. Karena cacing di perutnya tengah asyik menabuh gendang, pertanda kelaparan. Jadi meski enggan bersama Adnan terlalu lama, untuk sekarang Melody membiarkannya.

"Lo ... nggak ada denger gue ngigo macem-macem 'kan?"

Adnan mendengkus. "Lo terlalu nyenyak."

"Gue ngorok gitu?" Anggukan di berikan Adnan sebagai jawaban.

Bukannya merasa malu atau kaget, Melody malahan tersenyum sangat lebar. "Syukur deh. Makanya ntar lo bilang tuh sama Oma Kartika sikap minus gue yang itu, biar perjodohan ini batal!"

IDENTITAS PALSUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang