IP-16

495 40 0
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.



Baru selangkah Melody hendak menghampiri kedua orang tuanya berserta kembarannya, tapi deringan ponselya menghentikan niatnya itu.

Layar ponselnya menampilkan sebuah pesan dari nomer tersembunyi. 

Unknow number

[Jangan beritahu mereka. Tetaplah bersikap sebagai Maya. Atau kamu tahu akibatnya!]

Ancaman itu tak berarti apa pun untuk Melody. Semuanya terkalahkan oleh rasa rindunya pada mereka.

Melody melanjutkan langkahnya lebih cepat. Ingin segera memeluk mereka bertiga. Sedikit lagi Melody mencapai mereka bertiga, tiba-tiba ada yang menyentak tangannya dari belakang.

"Mau kemana?" Ternyata Adnan yang mencekal tangannya.

"Bukan urusan lo!" sentak Melody sambil menarik tangannya dari cekalan Adnan.

"Pulang sekarang!" Adnan tak membiarkan Melody lepas. Cekalannya justru semakin kuat.

"Pulang sendiri dan nggak usah pikirin gue!"

"Lo berangkat sama gue, pulangnya juga gitu."

"Lo kok maksa banget sih!" kesal Melody. Matanya menatap tajam Adnan,"Katanya status tunangan kita cuma di depan keluarga. Trus kenapa sekarang lo campurin urusan pribadi gue?! Lepas, gue mau pergi!!!"

"Jalan sendiri apa gue gendong?" 

"Lo sebenarnya kenapa sih?!" 

Adnan menghela napas panjang. Lelah menghadapi sikap Melody yang sekarang. Keras kepalanya itu loh, melebihi batu!

"Ck! Nih, lo liat!" Adnan menghadapkan ponselnya ke hadapan Melody.

Di sana tertulis pesan dari orang tua Maya, mereka meminta Adnan supaya membawanya pulang.

"Bentar, gue ada urusan. Habis itu gue balik. Lo mendingan pulang duluan aja, ya?" Melody akhirnya bisa meloloskan tangannya.

Semesta sepertinya tidak menginginkan rencana Melody berjalan sempurna. Panggilan video dari ayahnya membuatnya tubuh Melody kaku, terlebih Adnan langsung mengangkatnya di dering pertama.

Sebelah alis Adnan terangkat, senang. Setelah berhasil menjinakan Melody. 

"Adnan, Maya udah ketemu?" 

"Udah,"

"Syukurlah. Sekarang bawa dia pulang. Ini Tante Mayang nangis terus habis dapat paket misterius tadi."

"Mama kenapa?" 

"Oh, sayangnya Papa. Kamu baik-baik aja, 'kan? Kamu cepetan pulang sama Adnan, nanti Papa jelasin semuanya. See you, dear!"

***

Melody merakan hari ini merupakan hari tersial. Segala rencananya kacau.

Pertama, method acting yang ia lancarkan pada Adnan berakhir gagal total. Penjiwaan karakter sebagai Dewi (peremeran utama dalam film yang di bintanginya) sulit di munculkan saat beradu dengan Adnan..Perasaan real-nya lebih mendominasi. 

Kebenciannya pada sosok Adnan tak mampu ia lupakan barang sejenak. 

Di tambah, keinginannya untuk menemui kedua orang tua kandungnya terpaksa kandas, akibat panggilan dari ayah Maya.

"Turun!"

Melody mendengkus. Bisa tidak seharis saja, Melody tidak usah berinteraksi dengan manusia berwajah datar ini?

Beranjak keluar mobil, Melody nyelonong masuk. Tak ada sepatah kata pun yang ia keluarkan. Sekadar kata terima kasih saja tidak.

Adnan menggelengkan kepala. Bagaimana bisa perempuan bar-bar dan kelewat sombong seperti Maya memenuhi isi kepalanya belakangan ini? Apa kekurangan nutrisi menjadi salah satu penyebabnya? Kalau iya, berarti solusinya adalah mengerjakan soal-soal fisikan yang belum tuntas di kerjakannya.

"Assalam--"

 Memasuki rumah, Melody tersentak mendapat pelukan dari Mayang. Terlebih wanita itu bersimbah air mata.

"M-Mama kenapa?" tanya Melody memecah keheningan.

"Kamu nggak papa 'kan sayang? Ada yang luka nggak? Kalo ada, kita langsung ke dokter aja, ya. Mama nggak mau kamu terbaring di rumah sakit lagi. Cukup setahun aja kamu komanya. Jangan lagi … hiks … Mama nggak sanggup."

Di belakangnya Ghanni juga merasa sedih. Mengingat anaknya sewaktu koma.

"Mama sebenarnya ada apa? Maya nggak kenapa-napa kok. Maya sehat. Mama kan tahu Maya perginya sama Akar-a."

Mayang melepaskan pelukannya, lalu menunjukkan sebuah foto seorang gadis yang memakai pakaian sepertinya. Gadis itu tergeletak di tengah aspal, wajah tidak jelas karena tertutup helaian rambut dan juga darah. Seperti gadis itu menjadi korban tabrak lari.

"Mama kira ini kamu …," Air mata Nayang runtuh lagi. 

"Siapa yang kirim?" Melody mengalihkan pandangannya pada Ghanni.

"Papa nggak tahu. Yang jelas Bi Rum nemuin paketnya pas lagi nyapu. Papa juga kurang tahu. Tapi pasti akan Papa selidiki. Bercandaanya nggak lucu. Mama kamu sampai hampir pingsan."

Melody merasa bersalah. Jika di hubungkan, kejadian ini berawal dari kenekatannya yang ingin menemui keluarga kandungnya. Melody lemah ketika melihat orang terdekatnya bersedih.

Meskipun Mayang dan Ghanni bukan orang tua kandungnya, tapi perhatian tulus mereka membuatnya merasa dekat. Mereka seperti orang tua keduanya. Melody tidak ingin mereka terluka. Apalagi karenanya.

"Udah, Mama nggak usah nangis lagi. Maya 'kan udah pulang. Sekarang waktunya bobok siang. Mama kelonin Maya, mau?" 

Mayang terkekeh mendengar permintaan putri semata wayangnya. "Iya, Mama mau."

"Papa nggak di ajak nih?" Goda Ghanni.

"Papa juga suka bobok siang?" 

"Iya, lah. Waktu senggang itu enaknya rebahan!"

Sedetik kemudian ketiganya terbahak. Benar-benar keluarga receh.

______

______

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
IDENTITAS PALSUWhere stories live. Discover now