26; dua puluh enam

1K 204 0
                                    

•••



“Papa nggak bisa bocorin cerita pasiennya, jadi gue nggak tau.” Terang Renjun singkat, ketika perjalanan pulang mengantar Luna ke rumahnya.

“Tanya dong, gue pengen tau cara ngadepin masalah Jaemin itu kayak gimana, gue pengen bantu, gue nggak mau dia kayak gini terus-terusan.”

Renjun terdiam sementara, berusaha mengingat-ingat sesuatu. Tanpa sadar, lampu telah berubah hijau dan mobil di belakang menyalakan klaksonnya dengan kencang.

“Tapi kata Papa, Jaemin itu agak aneh. Kayaknya dia bukan cuman sakit di mental, deh.”

“Maksud lo apa?” Tanya Luna frontal. Membuat Renjun terkejut sampai motornya sedikit tidak seimbang.

“Lun, Jaemin itu kayak punya asma. Soalnya dia kadang engap kalau abis capek atau kena dingin, terus wajahnya gampang pucet, bibir sama tangannya gampang ungu. Itu bukan gejala mental, Papa gue nggak tau.”

Luna setuju dengan ucapan Renjun, itu benar. Apalagi semakin kesini, tubuh Jaemin semakin lemah. Tidak bisa diajak lari di Minggu pagi lagi. Namun dia tetap memaksakan untuk ikut les renang, karena kemauan Ayahnya.

“Gue nggak mau ngomong sama Ayahnya, gue takut. Jaemin aja nggak berani, apalagi gue yang bukan siapa-siapa.”

“Lo berdoa aja, biar Jaemin cepet sembuh.” Terang Renjun. Tak terasa, mereka sudah sampai di rumah Luna.

Luna mengajak Renjun untuk masuk ke dalam sebentar, minum dan mengobrol sedikit. Tak disangka-sangka, orang tua dan Kakak Luna menyambut dengan baik kedatangan Renjun yang hanya beberapa menit itu.


Katanya, dia sedikit lebih sopan.





•••

Mortem [ ✓ ]Where stories live. Discover now