10; sepuluh

1.3K 255 15
                                    

•••
























“Kamu abis darimana?”

Jaemin mengerutkan kening, menanggapi pertanyaan Luna yang tiba-tiba ketika dirinya baru saja sampai di depan rumah si gadis.

“Aku? Aku abis dari rumah Jeno.” Balas Jaemin. Tidak ada yang salah dari itu, karenanya Jaemin kebingungan. Memperhatikan raut Luna yang terlihat mencurigai sesuatu.

“Kamu bau rokok,”

Jaemin seketika menelan ludahnya, tidak bisa mengatakan apa-apa.

“Kenapa semenjak kelas dua belas kamu jadi berubah gini, sih? Kamu banyak bolos, jarang ikut upacara, terus sekarang berani ngerokok gini.”

“Aku nggak ngerokok, sumpah.” Jaemin membentuk huruf V menggunakan jari telunjuk dan tengah.

“Bohong banget.” Luna memutar bola matanya jengah. Karena apa yang baru saja dicium olehnya tidak mungkin salah; bau rokok itu menempel di seragam Jaemin.

Jaemin menghembuskan nafasnya dengan kasar, “Kamu kenapa belakangan ini jadi berubah gini, sih? Apa-apa nuduh, nyalahin, padahal nggak tau aslinya kayak gimana. Nyuruh aku jawab, tapi udah dijawab malah dituduh bohong.”

“Maaf, ayo mas—”

“Nggak usah, aku mau pulang.” Jaemin yang terlanjur kecewa dengan perdebatan itu memilih untuk pulang.

Dia hanya tidak ingin memperpanjang perdebatan nantinya. Jadi lebih baik, dia menghindari.

“Na, jangan marah gitu, dong. Maafin aku,” Luna menarik sebelah tangan Jaemin yang baru saja berbalik, hendak menaiki motor.

“Aku nggak marah, cuman mau pulang. Mau mandi, soalnya kamu bilang aku bau rokok.” Jaemin sempat berbalik untuk tersenyum sekilas.

Padahal benar apa yang dikatakannya; dia tidak merokok, hari itu—walau sebetulnya sering, bahkan hampir setiap hari. Asap yang menempel di tubuhnya karena dia diam dalam satu ruangan bersama orang-orang yang sedang merokok.

Tapi, dibanding dia menjelaskan sesuatu yang akhirnya sia-sia, alias tetap dianggap sebagai kebohongan, lebih baik dia diam mengalah.













•••

Mortem [ ✓ ]Where stories live. Discover now