Tiga Puluh Delapan

2.5K 280 55
                                    

Dua hari selepas dari Jogja. Dion kembali membuat heboh guru-guru juga teman sekelasnya.

Pasalnya, ia izin tidak berangkat sekolah selama dua hari. Yang pertama, ia izin karena anggota keluarganya ada yang sakit, dan hari keduanya. Dion kembali izin karena anggota keluarganya yang sakit itu meninggal.

Sontak saja beberapa guru perwakilan dan teman sekelas Dion termasuk Dian dan Nayla turut datang ke rumah Dion untuk mengucapkan bela sungkawanya selepas pulang sekolah.

Rumah Dion saat itu sepi, namun ada bendera kuning terpasang di depan rumahnya.

Sempat yang lain berpikir, mungkin saja rumah Dion sengaja sepi karena baru akan ramai saat malam nanti, saat mengadakan tahlilan. Namun, jauh di luar dugaan para pelayat, jawaban yang Dion katakan saat itu begitu membuat yang lain emosi.

"Kalian, kok rame-rame ke rumah Dion sih? Mau ngapain?" Tanyanya dengan polos kala itu.

Para rombongan sempat dibuat cengo dengan penampilan Dion saat itu. Mengenakan kaos oblong warna hitam, dengan celana kolor pendek warna senada.

Dan dapat dilihat jika saat itu Dion baru bangun tidur.

"Loh, kamu kok pake pakaian kaya gini sih Dion? Ini lagi, kamu pikun apa gimana? Kata kamu anggota keluarga kamu ada yang meninggal. Makanya ini Bapak sama yang lain datang buat ikut ngucapin bela sungkawa," kata Pak Bendi menerangkan maksud dan tujuan kedatangannya.

"Owalah, udah dikuburin Pak. Pada mau lihat?" Balas Dion.

Yang lain menatap bingung.

"Yuk masuk, jangan sungkan. Anggap aja rumah sendiri," kata Dion mempersilakan masuk.

Dengan bingung dan seolah dibuat ling-lung, mereka mengikuti kata-kata Dion. Menuju ke halaman belakang rumahnya, dan berhenti tepat di depan sebuah makam yang bertabur bunga, nampak jelas jika itu makam baru.

"Ini makamnya," kata Dion.

"Lah, kok kecil banget makamnya?" Tanya Sheva heran.

"Ya emang harus sebesar apa?" Balas Dion balik bertanya.

"Tunggu Dion, ini sebenarnya, anggota keluarga kamu yang meninggal itu siapa? Kenapa dikuburkannya di halaman belakang rumah? Dan kenapa makamnya kecil?" Tanya Bu Wanda.

"Oh, jadi yang meninggal itu si Kucing Bu, kelinci peliharaan Dion," balas Dion dengan tampang watadosnya.

Saat itu juga, seluruh rombongan benar-benar dibuat geram, mereka tak habis pikir dengan kelakuan Dion. Hanya memberikan surat keterangan izin dengan keterangan yang kurang lengkap, saat ditanya siapa? Pasti jawabnya tetap anggota keluarganya.

Dan setelah kejadian itu, Dian jadi mendiamkan Dion selama tiga hari, bahkan sampai hari ini.

Guru-guru dan yang lain sih, sudah memaafkan, dengan syarat tidak mengulangi hal itu lagi. Hal yang membuat orang lain ikut panik.

Namun, tidak dengan Dian, ia justru mendiamkan Dion. Dan waktu itu begitu dimanfaatkan Arsya untuk mendekati Dion.

Dasar.

Memang pelakor tidak tahu diri!

"Dian, marahannya udahan dong, kan nggak seru kalau Dian marah gini," kata Dion yang saat ini tengah duduk di samping Dian yang sedang menikmati batagornya.

"Terserah gue lah," kata Dian ketus.

"Dion lebih ridho kalau Dian marahin Dion, bentak-bentak Dion, dari pada diem terus sekalinya ngejawab langsung ngegas," kata Dion sembari memanyunkan bibirnya.

Crazy Boyfriend [Completed✔]Where stories live. Discover now