Januariz tersenyum kecut. Memang terdengar semudah itu. Namun, dari apa yang ia dengar semalam, ayahnya benar-benar berniat menjatuhkan April—karena terus berulah dan ikut campur dalam kasus bullying Red Blood. Cara apapun yang akan April lakukan, pasti akan terdengar sangatlah mustahil.

Melihat tak ada sanggahan dari Januariz, April melambaikan tangan di depan mata lelaki itu dan menegurnya, "Jan?"

Januariz mengambil alih kefokusannya dan kembali melanjutkan langkah kaki, menelusuri koridor bagian kelas Akselerasi yang tampak sepi. "Lo juga belum jawab pertanyaan gue waktu itu."

"Pertanyaan apa?"

"Apa masalah lo dan Juli yang sebenarnya?"

"Ugh itu—" April meragu. Kalau dipikir lagi, ia sudah cukup lama menyembunyikan kecurigaan tentang Juli pada Januariz. Padahal, lelaki itu sudah banyak membantunya untuk menyelidiki kasus Septria. Dalam hal ini, Januariz pun wajib untuk tahu tentang dirinya dan Juli. "Gue sempat curiga kalau Juli tahu tentang kematian Septria."

"Kenapa lo bisa mikir gitu?"

Sejenak, April memasang tampang berpikir. Lalu menatap Januariz. "Lo ingat, nggak? Malam di acara ulang tahun Juli saat Owy mabuk? Setelah bongkar rahasia lo, Owy sempat menyinggung tentang Septria dan waktu itu gue lihat Juli kayak orang sedih. Jadi, gue buat asumsi kalau Juli tahu tentang Septria."

"Dan dia tahu?"

April mengangguk pelan, mengiyakan dengan wajah lesu. "Dia tahu dan itu bikin dia trauma. Kita nggak bisa menyinggung banyak hal tentang kasus itu ke Juli atau dia bakal serangan panik."

"Tapi, dia satu-satunya kunci jawaban tentang kasus Septria, kan?"

Kali ini, April menghela napas berat. Tak mengiyakan kalau hanya Juli yang bisa menjawabnya. Tidak. Mereka masih punya satu orang lagi.

Bersamaan dengan itu, seseorang memegang lengan April dari belakang membuat langkah keduanya terhenti dan menoleh.

"Owy?"

"Kita harus bicara sekarang," tegasnya kemudian menarik April secara kasar meninggalkan Januariz yang berdiri mematung dalam kebingungan. Melihat itu, Januariz tidak tinggal diam, ia pun menahan langkah April dengan meraih pergelangan tangannya. Owy menoleh ke arahnya dengan geram.

"Kalau lo mau nyalahin April karena Juli masuk rumah sakit, mending nggak usah."

"Lepas! Ini bukan urusan lo!"

"Lo juga lepasin April. Ngajak seseorang bicara nggak harus dengan narik-narik kasar, kan?"

Antara Januariz dan Owy, mereka saling melemparkan tatapan tajam yang menganut kekesalan. Di detik berikutnya, suara tepuk tangan yang berasal dari arah belakang mendominasi keheningan koridor kelas Akselerasi. Ketiganya tertegun saat menyadari bahwa sumber tepuk tangan itu berasal dari March Simpkins yang datang mengelilingi mereka sambil terkekeh puas.

"Wah-wah-wah, jadi, ini alasan lo keluar dari Red Blood, Man? Biar lo bisa bentak anak pemilik sekolah? That's cool, Owy!" seru March sambil memutari ketiganya yang masih terpaku di tempat.

"Tutup mulut lo!"

March terkekeh sembari memainkan telunjuknya ke arah Owy.  "Nggak-nggak. Beri gue dua alasan pilihan, yang pertama, lo keluar dari Red Blood hanya karena cewek yang, sorry, udah gila, atau yang kedua, supaya lo bisa bebas dan bisa bermasalah dengan anak yayasan?" March melirik ke arah Januariz yang hanya membalasnya datar. "Trus membongkar tentang rahasia Januariz yang lainnya?"

"Gue bilang tutup mulut lo, brengsek!" Kali ini Owy membentaknya dengan suara yang cukup keras. "Lo nggak tahu apa-apa tentang hal ini."

"Oh ya? Tapi gue ragu—karena gue ada di sana saat kejadian itu, Owy." Selanjutnya, March melemparkan smirk ke arah April. "Selama ini lo selalu penasaran kan, tentang Septria yang dibunuh di sekolah?"

Seamless (TERBIT)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن