Selamat jalan Fika

2.7K 15 1
                                    

Selamat jalan Fika

 

Fiki mendorong kursi roda Fika masuk kedalam taman. Tak banyak orang yang ada di taman tersebut. Seperti biasa, taman itu begitu indah dengan bunga yang beraneka ragam, hembusan angin yang semilir membuat hati ini terasa sejuk. Fika tersnyum kearah Fiki.

            “Kakak...” panggil Fika.

            “Iya Fika..”

            “Terima kasih banyak ya, sudah mau menemani aku ke sini. Aku kangen jalan-jalan dengan kakak. Fika kangen bisa berdua-duaan sama kakak.” Sahut Fika. Fiki masih mendorong Fika mengitari taman itu. Ia tak bisa menahan kesedihannya saat ini. Fiki tak bisa berkata apa-apa saat itu.

            “Kakak tahu gak, kita pernah bertemu disini. Disinilah aku pertama suka dengan kakak. Heheheh.. aku masih ingat saat kakak menghawatirkan diriku yang sakit, kakak meberiku sebotol air mineral untuk menenagkan diriku. Dan alhasil perhatianmu telah meluluhkanku. Aku jatuh cinta kepada kakak.” Fika tersenyum menceritakan kejadian waktu dulu. Fiki masih tak bersuara saat itu, ia masih mendorong kursi roda Fika mengitari taman.

            “Kakak.. inget gak aku pernah menanti kehadiran kakak disini, ya selama tiga bulan aku selalu menanti kehadiranmu disini, hehehe.. aku seperti orang gila kakak saat itu. Waktu itu hujan sangat deras, dan aku pingsan. Kakak menolongku saat itu. Aku seneng kakak bisa kembali lagi menemuiku. Dan yang paling membuatku senang, kakak mengungkapkan perasaan cintanya. Kakak menembak aku. Heheheh.. aku senang sekali waktu itu.” Fika terlihat senang menceritakan semuanya kepada Fiki. Sesekali tangan Fika memegang kepalanya yang terasa sakit. Fiki masih tak bisa berkata apa-apa. Ia meneteskan air matanya mendengar cerita-cerita Fika.

            “Kakak.. bawa aku ke danau itu. Aku ingin melihat matahari tenggelam seperti dulu.” Fika mengajak Fiki untuk menuju pinggir danau. Fiki mendorong kursi roda Fika menuju ke pinggir danau. Ia menyusuri jalan menuju ke tempat itu. Tak beberapa lama mereka berdua sampai di tepi danau. Memang benar, saat itu matahari sudah condong ke arah barat, dan sinarnya sudah memantul di air danau. Sunset telah mennjukkan keindahanya. Mereka berdiri di pinggir danau dekat pohon mahoni yang besar.

            “Kakak.. indah ya matahari itu.” Fika menatap keindahan matahari senja dicakrawala, dan tersenyum ke arah Fiki.

            “Ia sayang.. matahari itu sangat indah. Matahari itu seperti kamu, sinar cintanya tak akan pernah hilang. Kakak harap kamu bisa kuat seperti matahari. Kakak harap kamu bisa sembuh seperti sedia kala. Dan bisa sering jalan-jalan dengan kakak.” Fiki tersenyum kearah Fika. Fika membalas senyuman itu dengan indah. Kemudian Fika mencoba untuk berdiri, Fiki dengan sigap membantunya untuk berdiri. Ia menuju ke arah pohon mahoni besar. Ia mengeluarkan pisau kecil yang ia kantongi. Ia mulai menggambar sesuatu dipohon mahoni besar itu.

            “Sudah selesai, indah bukan?” Fika tersenyum dengan hasil gambaranya di pohon. Ia menggambar sebuah hati, dan di dalamnya terapat tulisan nama. “Fika Love Fiki.”

            “Kakak.. bagus ya gambaranku, aku harap cinta kita sekokoh pohon mahoni ini yang selalu menjaga tulisan nama kita, Dan aku harap tulisan ini akan selalu menjadi kisah kenangan cinta kita nanti. ” Fika tersenyum sambil membawa pisau kecil itu. Fiki tak bisa berkata apa-apa. Serasa air matanya ingin membanjiri tempat itu, setelah melihat tulisan Fika dipohon. Fiki terus memandangi Fika yang terlihat begitu ceria. Fiki tak bisa menahan kesedihannya saat itu.

            “Kakak.. jangan menangis. Tersenyumlah kakak, gambaranku indah bukan?” Fika melempar senyum kearah Fiki. Fiki mengangguk dan memaksakan senyumannya kepada Fika. “Kakak aku ingin kakak menggendongku sekarang. aku ingin berkeliling danau ini. Mau kan kakak menggendongku?” Fika meminta Fiki untuk menggendongnya saat itu. Fiki hanya menagangguk kepalanya. Kemudian Fika naik kepunggung Fiki, dan Fiki menggendongnya.

            Fiki menggendong Fika mengitari tepi danau. Selama Fika digendong, ia selalu bercerita dan meyakinkan Fiki kalau dirinya tak apa-apa. Fiki hanya bisa mendengarkan Fika bercerita. Ia tak bisa berkata apa-apa saat itu.

            “Kakak, aku ingat di saat Samuel berkata bahwa aku akan menyukaimu di caffe itu. Padahal aku tak begitu akrab dengan orang-orang asing yang baru aku kenal. Tapi keyakinan Samuel memang benar. Aku begitu menyukaimu saat pertama bertemu.” Fika tertawa ringan sambil memeluk erat di gendongan Fiki.

            “Kakak berhenti.” Fika menyuruh Fiki untuk berhenti. Fiki mengehentikan langkahnya. “Lihatlah kakak, matahari itu akan tenggelam. Cakrawalanya sungguh indah. Aku suka sunset, aku suka suasananya. Matahari tenggelam itu begitu indah kakak.” Fika menunjuk kearah sunset yang terlihat berada diseberang danau. Begitu indah dan mempesona. Cahaya orange telah membuat hati ini terasa sejuk. Disertai semilir angin sore yang membuat fikiran menjadi tenang. Fiki hanya tersenyum getir saat itu, dan terus menggendong Fika.

            “Aku sangat mencintaimu kakak, hari ini dan seterusnya.” Fika menghembuskan nafas terakhirnya. Itulah kata-kata terakhir sebelum ia menghembuskan nafasnya. Fiki meneteskan air mata tak henti-hentinya. Ia tak menyangka orang yang paling ia kasihi telah tiada.

Love In Sunset (Romantic Novel)Where stories live. Discover now