Bertahanlah fika
Sudah satu minggu Fika dirawat di rumah sakit. Walaupu Fika sudah sadarkan diri, namun keadaanya kian hari kian memburuk. Menurut dokter, Fika mengidap suatu penyakit yang sangat menakutkan. Penyakit yang telah merenggut nyawa ratusan orang di dunia. Fika terkena penyakit kanker otak stadium akhir. Keluarga Fika sangat menyayangkan keadaan ini. Mengapa mereka semua tak mengetahuinya dari awal? Setidaknya mereka dapat dengan berusaha keras menyembuhkan Fika. Mungkin sakit kepala begitu hebat yang dirasakan Fika, adalah gejala timbulnya kanker otaknya. Fikapun tak mengetahui semua ini. Ia fikir semua hanya sebuah trauma biasa. Waktu itu ia juga pernah menanyakan penyakitnya kepada dokter, bahkan psikiater. Namun dugaan mereka salah, bukan sebuah trauma yang dialami Fika. Melainkan kanker otak yang telah menjalar di dirinya. Dan menurut dokter, umur Fika sudah tak lama lagi. Bahkan bisa dibilang tinggal hitungan hari.
Pagi ini seperti biasa, ke tiga orang tua Fika dan Fiki sendiri, masih berada di dalam ruang ICU, terlihat Fika yang membuka matanya. Ia melihat sekeliling. Ia tersenyum kearah Fiki dan ketiga orang tuanya.
“Ayahh.. ibu...” Panggil Fika saat itu. Cepat-cepat mereka berdiri disamping Fika.
“Ia nak.. ada apa? Bagaimana keadaanmu nak?” Sahut Ibu angkat Fika dengan membelai rambut anaknya.
“Masih sedikit pusing bu ini kepala.. aduh sakit.” Fika merasakan sakit dikepalanya. Tak kuasa mereka semua menahan kesedihannya, melihat Fika merintih kesakitan. Terlebih Fiki saat itu. Ia tak kuasa melihat orang yang paling ia sayangi menderita.
“Ayah panggilkan dokter ya nak?” Ayah kandung Fika keluar dari kamar ICU dan memanggil dokter untuk memeriksa keadaan Fika saat itu. Tak beberapa lama ayah Fika kembali, dan di ikuti seorang dokter laki-laki yang mengalungkan stetoskop di lehernya.
“Fika.. buka ya mulutmu.” Dokter menyuruh Fika untuk membuka mulutnya. Dokter mulai menyalakan senter dan melihat keadaan rongga dalam mulut Fika. “Ayo sekarang kamu buka matamu lebar-lebar.” Fika menuruti semua perkataan dokter. Dokter kembali menyalakan senternya, ia menyoroti bola mata Fika.
“Dokter aku sudah sehatkan? Aku sudah sembuh kan?” Fika menanyakan keadaanya kepada dokter itu. Dokter hanya tersenyum mendengar pertanyaan Fika. Sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan dokter itu. Mengingat pasiennya, hidupnya sudah tak lama lagi.
“Iya Fika. Kamu sudah berangsur membaik.” Dokter mencoba menghibur Fika dengan senyumannya. Semua yang hadir disana tak kuasa untuk menahan kesedihannya melihat Fika seperti itu.
“Tuh.. dengar kan kata dokter bu.. aku sudah sembuh sekarang.” Fika tersenyum ke arah ibunya. Ibunya tak kuasa menahan tangisannya saat itu. Sambil mengangguk Ibu Fika terus menangis tanpa henti.
“Ayah.. aku sudah sehat. Ayah ayo main-main. Aku kangen main-main dengan ayah. Mungkin aku sudah lupa masa-masa itu.” Ayah Fiki tersenyum kearah anak kandungnya. Ia tak bisa berkata apa-apa saat itu.
“Kakak...” Fika memanggil Fiki.
“Iya Fika, ada perlu apa? Ada yang bisa kakak bantu?” Fiki berdiri di samping ranjang Fika. Ia membelai rambut Fika dengan lembut. Kemudian Fiki memegang erat tangan Fika. Fiki menahan kesedihannya melihat Fika.
“Kakak aku mau jalan-jalan bersama kakak sekarang, aku ingin pergi ke taman itu bersama kakak. Aku ingin mendengar suara merdu kakak seperti di restauran dulu.” Fika mengajak Fiki untuk menemaninya jalan-jalan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Love In Sunset (Romantic Novel)
RomanceNovel : Love in Sunset Penulis : luqman Taufiq Genre : Romantic Novel Penerbit : Mafaza media ISBN : 97925025 Isi : 167 hal Sinopsis Keindahan sunset sungguh mempesona. Cahayanya, cakrawalanya, bahkan hembusan anginnya. keindahan sunset bisa membius...