_43_

603K 60.4K 29.1K
                                    

Ghea memainkan cangkir berisi teh hangat yang ia buat. Ia tersenyum kecil, bersyukur karena masih di beri kesempatan untuk bernafas.

Kala bel berbunyi, ghea beranjak dengan cepat. Ia membuka pintu, pergerakannya otomatis terhenti. Ia menatap empat orang di hadapannya.

"Ada apa?" ghea berseru dingin.

Ke empat orang tersebut adalah ayah, bunda, rian dan rey.

Melihat bundanya melangkah maju membuat ghea mengambil langkah mundur. Ghea menghela nafas, ia membuka pintu lebar-lebar.

"Masuk, malu sama tetangga."

Ke empat orang tersebut mengekor ghea. Rey yang terakhir masuk menutup pintu rapat, tanpa izin berjalan ke dapur. Rey mengambil camilan, ia bersiap menonton drama siaran langsung dari meja bar.

Ghea mempersilakan mereka untuk duduk, ia tampak tak gentar, seolah sudah bersiap jika hari seperti ini akan datang.

Mari berhitung.

Satu,

Dua,

Tig-

"Maaf ghea." bunda ghea berseru sambil menunduk.

Ghea tersenyum kecil, tepat seperti dugaannya. Kata maaf akan selalu terlontar lebih dahulu.

"Maaf? Bentar, ghea hitung dulu berapa banyak kata maaf yang udah ghea dengar." ghea berpura-pura menghitung menggunakan jarinya. "Ohh ini yang ke sembilan puluh sembilan kayaknya."

"bunda, maaf bagi bunda apa artinya sih?" ghea memangku wajahnya dengan satu tangan, menatap bundanya dalam-dalam.

Nita tidak menjawab, ia balas menatap putrinya.

"Mau tau satu hal lucu? Di hidup ghea, kata maaf itu cuma kayak permen gagang. Murah. Semua orang yang buat ghea sakit, pada akhirnya cuma mengucapkan kata 'maaf', lalu mengulanginya lagi."

Ghea menghela nafas. "Bunda sama ayah pernah bilang kalau ghea bukan anak kalian, kalian malu punya anak kayak ghea. Maka dari itu, dengan senang hati ghea nurut. Ghea memutuskan untuk pergi, sekarang apa? Ghea cuma bisa buat malu, yakin masih mau mengakui ghea anak kalian? Ghea bahkan hidup dengan baik setelah ayah blokir kartu atm ghea."

Bunda ghea menggeleng cepat, ia bangkit lalu membawa paksa tubuh ghea ke dalam dekapannya.

Pelukan ini, terasa dingin.

Ghea tidak membalas pelukan bundanya, membiarkan bundanya menangis sambil mengucapkan kata maaf berulang kali. Tatapan ghea kosong, hatinya terasa benar-benar sakit.

Anak mana yang tidak sakit ketika tidak di akui?

Anak mana yang ingin membuat kedua orang tuanya malu?

Ghea dengan tulus menyayangi orang tuanya, tapi sayangnya kehadiran ghea di anggap beban oleh keluarganya.

Dengan mata berkaca, ghea menarik dirinya, ia mengusap pelan pundak bundanya. Betapa kesal pun ghea pada bundanya, bundanya adalah sosok berjasa dalam hidupnya. Wanita yang mempertaruhkan nyawanya agar ghea bisa merasakan betapa Indah dan kejamnya dunia.

"Bunda, terimakasih. Terimakasih karena menjadi seorang malaikat dalam keluarga, terimakasih atas semua pelajaran ini. Bunda mau ghea maafin bunda kan? Ghea maafin bunda. Tapi bunda, ghea nggak bisa pulang. Rumah itu, bukan tempat ghea. Terlalu banyak kenangan menyakitkan di sana." ghea berseru lirih, ia bahkan membuang pandangannya karena tidak sanggup melihat tatapan terluka dari bundanya.

Bunda ghea mundur teratur, ia berjalan cepat meninggalkan unit apartemen ghea. Rey dan rian dengan sigap mengejar. Lain dengan gio yang memilih tetap berada dalam ruangan.

AbigheaWhere stories live. Discover now