28. 💞 Saya dan dia berharap 💞

543 55 0
                                    

"Mbak.. Kau bisa ceritakan soal calon suamimu itu?"

Akira tersedak buah mangga. Ia menoleh kearah Rascha yang sudah dengan siap duduk untuk menyimak. Keduanya saling melempar pandangan aneh.

"Kenapa?" Tanya Rascha. Pertanyaan nya tidak aneh bukan?

"Ti.. Tidak.. Memang apa yang ingin di ceritakan soal aku dan Abidzar?"

Rascha mengendikkan bahu. "Mbak juga harus mulai membiasakan diri untuk memberi embel-embel di depan namanya loh" Saran Rascha.

"Embel-embel?"

Rascha mengangguk. Memandang lurus ke jalan setapak yang dilalui anak-anak. "Seperti mas.. Atau kakang?.. Husband?.. Lovely?.."

Akira bergidik ngeri. "Astagfirullah.. Kau menggodaku sekarang?" Keluh Akira. Sementara Rascha tertawa senang.

"Bagaimana Mbak? Mau cerita kan?"

Helaan napas muncul diiringi senyuman manis di wajah Akira. Entah kenapa Wanita itu terlihat lebih cantik saat ini. Memang di selalu cantik, tapi Rascha akui kalau kali ini ia berlipat-lipat lebih cantik.

"Aku bertemu dia di butik temanku.. Waktu itu, temanku minta untuk jaga butik selama dia pergi mengurus beberapa keperluan wedding salah satu pelanggan..." Rascha menyimak dengan saksama.

"Ia datang bersama Umi dan adiknya.. Bukan untuk mengurus pernikahan.. Tapi, mereka hanya melihat-lihat gaun untuk suatu acara.. Dan itu pertama kali aku bertemu Abidzar.."

"Wahh.. Kapan itu terjadi? Belakangan ini atau cerita lama?"

Akira terkekeh geli dan mencubit pipi Rascha. "Dua minggu lalu?" Tebak Akira menghitung waktu pertemuannya. Rascha mendelik dan melongo. Dalam waktu dekat! Akira bahkan menerima lamaran seorang pria yang belum di kenalinya? Itu luar biasaaa..

"Aku tidak mengenalnya.. Tapi, pria itu mengenalku.. Karena beberapa kali melihatku dengan Akbar di kantor. Dia sering rapat dengan Akbar.." Perjelas Akira seperti cenanyang. Rascha bergidik ngeri.

"Lalu? Dia langsung melamarmu?"

Kali ini Akira tidak langsung menjawab. Gadis itu, menggaruk pipinya dan tersenyum manis. "Itu.. Benar.. Di depan Uminya yang langsung menyetujuin permintaan Abidzar.."

Rascha kembali di buat kaget. "Masyallah.. Itu benar-benar menggemaskan.. Bagaimana pendapat Mbak?"

"Aku?"

Rascha mengangguk. "Sangat senang. Terlebih kau tau, kalau kami sudah sangat matang untuk menikah.. Tidak mungkin aku menunda-nunda hal ini.. Aku hanya mengabari Kakek dan Nenek.. Dan ingin memberitahu kau juga Akbar secepatnya.. Tapi, Abidzar malah membocorkan hal itu.." Akira tertawa geli, bersamaan dengan kedatangan Akbar dengan tiga gelas jus alpukat. Otomatis cerita berhenti samoai disitu.

"Apa yang kalian bicarakan?"

Melihatnya membuat Akira mendengus. "Mau tau aja.. Sanah-sanah" Usir nya. Dengan salah satu tangan meraih gelas pemberian Akbar. Pria itu mendengus dan mengalihkan pandangannya kearah Rascha.

"Kau sudah menemukan jawabannya?"

Rascha menghela napas dan menggeleng. Baru ia merasa bebas dari pertanyaan itu, Akbar malah mrngungkitnya lagi. "Butuh waktu beberapa hari untuk menentukannya.."

"Kau ini bodoh ya! Istikharah tuh gak cuma satu malam.. Harus punya niatan besar dalam melakukannya.." Sungut Akira, lantas menenggak habis minumannya.

Akbar memanyunkan bibirnya dan mendengus. "Kalau gitu.. Aku juga akan istikharah.."

"Itu pilihan bagus.." Puji Akira cuek. Akbar memalingkan wajah dan memandang jalanan. Beberapa anak melambai malu kearah mereka bertiga.

sourires AKBARWhere stories live. Discover now