23. 💞Saya tau kalau saya egois💞

600 67 1
                                    

Rascha terdiam di kamarnya. Ia bergetar takut di balik pintu. Menutup mata karena kilasan balik di pernikahan Brian barusan membuat dirinya gelisah. Tak dapat ia pungkiri. Sepertinya Pras juga membencinya, sorot mata pria itu sangat tajam.

"Astagfirullahaladzim.. Ya allah.." Rascha terisak pelan. "Saya bahkan tidak pernah menduga akan terjadi hal ini.. Ini karena saya mementingkan ego sendiri.."

Kalau saja ia mengikuti kata hatinya. Untuk menjauh dan tidak ikut hadir dalam pernikahan itu. Semua yang terjadi hari ini hanya hayalan Rascha semata. Bukan kenyataan pahit yang harus ia terima.

Ini karena Rascha hanya memikirkan kepentingannya sendiri. Dengan hadir ia meyakinkan semua orang, kalau dia bisa move on dari Brian dan tidak akan kembali pada pria itu. Mau sekaya apa pun dirinya.

Tapi, sampai disana. Semua gosip, membuatnya sakit kepala. Semua gosip itu sangat salah, ia datang bukan untuk menggoda tapi meyakini hatinya bahwa dia baik-baik saja.

Rascha mengedarkan pandangannya ke seisi ruangan. Ia juga tidak mengerti kenapa Akbar sampai berkelahi seperti barusan. Yang dilihatnya tadi, juga bukan Brian yang dulu ia kenal.

Entah apa yang mereka berdua bicarakan sampai harus berkelahi di pernikahan, yang di hadiri banyak kolega besar. Itu pasti akan berakibat pada perusahaan nantinya.

Ya ampun. Rascha mengerang kesal. Kalau sampai satu kantor tau berita itu. Entah bagaimana pandangan mereka kepada Rascha. Mengingat ia hampir di pojokkan beberapa waktu lalu membuat dirinya jadi semakin terkucilkan. Apa Fatma juga akan membencinya?

Rascha mendesah kesal. Ia berbaring di depan pintu dengan isak yang tertahan. Kenapa pula disaat ini ia ingat orang tuanya?

--------

Akbar bersedekap dalam duduknya. Ia berhadapan dengan Max untuk membicarakan masalah di pesta barusan.

"Menurutmu bagaimana?"

"Sudah jelas kan? Freya menggunakan taktik matang. Membuat seisi gedung menuduh Rascha penggoda?" Jawab Max mengawang langit-langit.

"Berarti bukankah ada satu orang yang menjadi biang keladi masalah itu terjadi.." Duga Akbar pelan. Sementara Max mengangguk.

"Aku tidak menyangka Freya menggunakan cara ini. Kupikir dia akan menggunaka cara yang lebih mengundang ketertarikan penghuni gedung.." Canda Max. Pria itu, menghela napas lelah.

Akbar mengangguk. "Cara yang dia lakukan tidak ekstrem. Tapi, secara tidak langsung ia membuat korban tetap terluka. Karena, menggunakan massa yang tidak tahu apa-apa untuk mempercayai dirinya.."

Max menjentikkan jari setuju. "Tapi, aku juga curiga.. Kalau bukan hanya hal itu saja yang menjadi titik temu kita hari ini.." Akbar merebahkan tubuhnya dan mengangguk.

"Kau dengar kan bagaimana ucapan Brian. Ya, meskipun semua orang tau kalau itu ada sangkut pautnya dengan harta. Tapi, nampaknya pihak orang tua Freya tidak mengetahui itu sama sekali. Entah apa yang ada di pikiran Pras saat itu.. Aku curiga saja.." Jelas Max panjang.

Baru kali ini, Akbar menanggapi serius ucapan Max. Pria itu, memang dapat diandalkan untuk menjadi seorang mata-mata. Ia memang pantas menjadi orang kepercayaan intel.

"Kita akan menyelidiki ini lebih lanjut.."

Selesai berbicara, Max memutuskan untuk segera pulang. Sementara Akbar berjalan menuju kamarnya. Sejenak ia mendengar isak tangis yang berasal dari sebuah kamar. Matanya mengerjap dan melangkah menuju tempat istirahat mendiang kakaknya.

Sayup-sayup ia mendengar Rascha menangis. Entahlah, tapi jemari Akbar memegang pintu dan perlahan naluri membawanya untuk bersandar. Pria itu mendongak dan mendengar semua keluhan Rascha.

sourires AKBARWhere stories live. Discover now