17. "Playing the hero doesn't suit you, Jindra."

2.1K 96 21
                                    


Trigger warning: sexual offense, violence

***

"Buruan ambil jangka lu, kalau ketahuan Pak Monster kite masuk clubhouse pas latihan lagi pere bisa berabe."

"Ya, ya."

'Jangka' yang dia maksud sebenarnya adalah dua pak Dunhill hitam miliknya yang ketinggalan di loker clubhouse, tapi manajer Chevaliers yang sudah berbaik hati mau membukakan clubhouse untuknya ketika latihan sedang libur tidak perlu tahu hal itu. Jindra langsung nyelonong begitu saja memasuki clubhouse yang kosong melompong karena latihan hari ini ditiadakan dan menghampiri lokernya.

Dia malas beli baru kalau masih ada persediaan, dan bahaya juga menyimpannya di sini, Monster suka mengadakan inspeksi dadakan.

"Lu kok bisa bawa-bawa jangka ke clubhouse? Gua kagak pernah liat lu ngerjain tugas dimari."

Jindra diam saja selagi memunggungi gadis asli Betawi itu yang sekarang sedang leha-leha di salah satu sofa. Maya Hanafi, sesama Year 12, murid scholarship yang sudah menjabat menjadi manajer utama Chevaliers selama setahun terakhir. Yang memegang kunci clubhouse hanya dua orang, Maya dan Anthony; dan Jindra memilih Maya sebagai pihak yang menurutnya lebih mudah dibodoh-bodohi ketimbang kaptennya sendiri.

"Gua kagak ngarti dah ngapa latihan mesti ditiadain cuma gegara kite menang WO, Anthony ini kagak becus amat jadi kapten. Jamannya Kak Dio jadwal latihan bahkan dibanyakin sampe lu-lu semua pada tepar."

Ya kami yang tepar, lo nggak! Jindra memaki dalam hati, tapi tidak mengatakan apa pun selagi berpura-pura memasukkan handuk dan kaus gantinya untuk menutupi bungkus rokok ke dalam tas agar manajernya tidak curiga. Maya masih sibuk mengoceh sendiri mengeluhkan Chevaliers di bawah kepemimpinan Anthony yang menurutnya menyedihkan dan tidak solid, sambil sesekali membanding-bandingkannya dengan zaman keemasan di era kapten terdahulu yang kini sudah jadi alumni.

"Orangnya aja udah nggak ada ngapain lo ungkit-ungkit mulu, sih." Jindra akhirnya mengeluarkan gerutuan setelah memakai kembali ranselnya dengan bungkus rokok sudah tersimpan rapi di dalamnya.

"Lu ngomong seakan-akan Kak Dio udah mati!"

"Udah lulus dan sibuk kuliah, Maya. Itu yang gue maksud."

Maya masih memberinya tatapan sengit, tapi Jindra tidak ambil pusing dan melambai singkat sambil hendak berlalu begitu saja. Urusannya sudah beres di sini, jika manajernya masih mau memaki-maki Anthony dan bernostalgia dengan masa lalu, itu bukan urusannya.

"Eh, Ndra, tunggu!"

Panggilan itu membuat Jindra yang hendak membuka kenop pintu langsung berhenti, dia berbalik dan memberi pandangan tidak sabar pada si manajer yang merupakan salah satu siswi dengan peringkat terbaik di angkatannya.

"Gua denger kejadian di kafetaria siang tadi. Gegara lu, semua anak Chevaliers ikut belain si anak baru yang masuk Rsoc itu dan marahin gengnya si ratu ular."

Jindra berdecak, merasa gatal-gatal entah kenapa mendengar seakan-akan dia sudah melakukan tindakan heroik. Ucapan Anthony dan pandangan mata si Biduan padanya yang seakan menuntut banyak penjelasan karena tingkah yang tidak sesuai karakternya di kafetaria siang tadi adalah hal terakhir yang ingin dia pikirkan. "Nggak usah anggap itu hal besar, Wahyu juga belain dia."

"Yee, kalau si sapu ijuk itu mah niatnya pasti modus." Maya mencibir, dari dulu selalu alergi dengan kelakuannya Wahyu yang sudah dia kenal sejak SMP, tanpa peduli bahwa semua orang berpikir mereka sebenarnya cocok untuk satu sama lain.

I Slept With My StepbrotherWhere stories live. Discover now