14. "Kak Jindra nggak beneran suka sama dia, kan?"

2.2K 92 20
                                    


Lunch break di Rajendra berlangsung sekitar empat puluh lima menit, dan sudah menjadi tradisi jika tim inti Chevaliers duduk di satu meja panjang di area tengah kafetaria bersama skuad cheerleaders. Itu meja eksklusif yang tidak boleh diduduki siapa pun. Jindra akan memilih bleacher sekolah jika hendak menyantap makanan dengan suasana lebih sepi dan tenang dibanding kafetaria yang riuh tiap jam makan siang, tapi Wahyu selalu menyeretnya duduk sebelahan sambil mengajaknya ngobrol dengan anak-anak lain, sehingga akhirnya dia menyerah dan membiarkan saja dirinya mengikuti tradisi ini.

"Makanan di kafetaria nggak pernah ada yang enak, padahal gue udah berulang kali rekomendasiin chef 5 Michelin Star kenalan bokap gue dan mecat chef yang sekarang."

"Kenapa juga kita nggak dibolehin keluar sebentar buat lunch? Nggak nyampe lima menit juga kok buat ke Sushi Tei."

"Ugh, kuku gue patah lagi!"

Obrolan anak-anak cheers yang mungkin tidak pernah membuatnya terbiasa dan memikirkan kemungkinan untuk cabut saja tiap kali mereka duduk satu meja.

Mereka semua kelihatan tipikal di matanya, kumpulan gadis-gadis kaya berduit yang super dangkal dengan harga outfit lebih mahal dari cicilan rumah dan senang menginjak-injak orang lain dengan ujung heels sekian senti mereka. Jindra hanya bisa menarik napas dan mengembuskannya dengan berat berulang kali tiap tidak sengaja mendengar obrolan tidak mutu mereka.

Ini hari Kamis, menu makan siang hari ini adalah mac and cheese dan roti stik, yang menurut pentolan anak-anak cheers itu—si Biduan, tentu saja—tidak enak dan chef-nya perlu diganti.

Anak-anak Chevaliers sesekali akan menimpali obrolan skuad cheers yang lebih banyak buka suara di meja ini, sementara pemain sisanya lebih sibuk dengan makanan mereka yang porsinya ekstra.

"Anggota kalian nggak lengkap, ya?" Wahyu tahu-tahu saja nyeletuk pada anak-anak cheers, matanya melirik mereka satu per satu seperti sedang mengabsen murid.

Si Biduan langsung buka mulut dengan cepat. "Kak Wahyu kan tahu kalau Kamila masih di rumah sakit—"

"Bukan, bukan Kamila," Wahyu mengibaskan tangan, memotong ucapan gadis itu, "itu loh, anggota baru kalian yang gebetannya Jindra, si Rosalyn. Kok dia nggak ikut makan di sini?"

Wahyu mengatakannya dengan begitu polos karena murni penasaran, tetapi kalimatnya barusan sukses membuat seisi meja terdiam dan bunyi sendok dan garpu terhenti. Bahkan anak-anak Chevaliers yang sebelumnya sibuk makan sampai berhenti mengunyah. Dan semua mata kini melirik Jindra, karena hanya bagian 'gebetannya Jindra' yang terdengar super janggal dan butuh konfirmasi langsung dari yang bersangkutan.

Jindra selalu tahu kenal dengan Wahyu Wicaksono yang mulutnya bocor adalah ide buruk, dia berakhir fokus dengan makaroni di piringnya tanpa berniat menyangkal atau mengiyakan.

"Gebetan?" Suara si Biduan terdengar bergetar, seperti menahan campuran emosi karena omongan ngawur Wahyu barusan. "Bercanda doang, kan, Kak?"

Pandangan kapten cheers yang paling dipuja-puja anak-anak di angkatannya terarah padanya, kebetulan mereka duduk berseberangan, tapi Jindra bahkan tidak mau repot-repot mengangkat wajah dari piring. Bahunya dikedikkan tanda tidak peduli, cari topik obrolan lain yang lebih menarik kalau mengharapkan reaksinya.

"Sekarang sih masih bercanda, tapi nanti kali aja diseriusin." Wahyu mengikik sambil menyenggol bahu Jindra. "Ya, nggak, Jin?"

Hanya dengusan pelan yang dia berikan sebagai balasan.

"Rosalyn mana cocok sama Kak Jindra," anak cheers lain bersuara, salah satu antek setianya si Biduan, "dia kan sukanya sama cewek dan om-om."

I Slept With My StepbrotherWhere stories live. Discover now