9. "Kalau lo nggak mau ikut, nggak perlu tahu gue mau ke mana."

2.2K 91 0
                                    


Jam menunjukkan pukul lima sore di layar ponselnya ketika Jindra baru saja kembali dari Kapuk setelah melakukan sedikit 'kerja' di daerah sana. Menjadi kacungnya Harsa adalah hal besar ketika dia masih bocah sepuluh tahun yang tidak punya siapa-siapa, begitu mudah untuk dimanipulasi dan dicuci otaknya hanya dengan dijejalkan bersama bocah-bocah bernasib sama yang menyebut diri mereka 'keluarga'. Sekarang, ketika statusnya adalah pelajar di sekolah internasional di mana orang-orang mengharapkan yang terbaik untuk dirinya, siapa yang sedang dia bodohi ketika masih saja terus-terusan kembali ke kubangan yang sama?

Ponselnya dari tadi berbunyi tanda notifikasi di group chat jahanam yang enggan dia balas.

viper bengkel RF ngajak tanding malam ini di trek kemayoran

viper @hurricane

gear op banget motornya jindra mah

falcon gue ikut, anak RF taruhannya selalu gede

gear @hurricane muncul woy

joker motor gue udah dimodif

viper motor lo mau dimodif kayak gimana juga bagai langit dan bumi dibanding cbr seribu cc

joker bgst

joker bener sih

joker @hurricane

hammer gue yang balapan tapi minjem motor lo aja gimana bang? duitnya buat gue tapi @hurricane

Yep, tidak perlu dibalas. Besok sudah hari Senin, hal terakhir yang dia butuhkan adalah Monster kembali ngamuk-ngamuk jika badannya ada yang lecet sehabis balapan liar. Ponselnya kembali dia masukkan ke saku setelah tiba di depan pintu.

Jindra hendak membuka kunci pintu apartemennya ketika menyadari pintu itu tidak terkunci. Kakinya melangkah masuk ke dalam dengan kesiagaan penuh, tapi dalam hati pun dia tahu siapa pelaku pembobolan properti pribadi seperti ini. Gedung apartemennya memiliki keamanan tinggi, bukan maling yang akan dia khawatirkan.

Maling bisa laki-laki bertubuh atletis yang doyan berkelahi ini lumpuhkan dengan satu tonjokan, tapi bagaimana cara mengenyahkan ibu kandungnya sendiri tanpa perlu ada darah ditumpahkan?

Asri Handayani—atau sekarang lebih dikenal sebagai Nyonya Hardianta—berdiri di dekat meja makan, wajahnya terlihat sedikit lebih cerah menyadari kedatangan putranya.

Tidak akan ada yang bisa menerka kalau mereka ibu dan anak jika melihat keduanya bersandingan, orang-orang akan berpikir Asri terlalu muda untuk memiliki anak remaja. Kenyataannya, Asri hamil dirinya di usia delapan belas. Diusir dari rumah karena hamil di luar nikah, lalu meninggalkan Solo untuk ikut pacarnya ke Jakarta dan menikah di sana. Sisanya tak lebih seperti kisah sinetron tahun 90an yang menguras air mata; suaminya brengsek, kabur dengan wanita lain, cerai dan membesarkan anak seorang diri, bekerja banting tulang untuk menafkahi anak di ibu kota yang keras, lalu di akhir menemukan kebahagiannya dengan pengusaha kaya yang mau menikahinya.

Jindra, sayangnya, tidak termasuk dalam akhir bahagia itu.

Wanita ini sungguh punya kepribadian buruk; tidak berpikir dua kali ketika membuang anak sendiri, tapi pada beberapa kesempatan bertingkah seakan ingin menjuarai kontes ibu terbaik tahun ini. Sikap setengah-setengah seperti itu yang membuat Jindra jengkel bukan main, di masa lalu dia nyaris merasa dipermainkan dengan tingkah tidak tertebak Asri.

Kau tidak bisa, oke, kau tidak bisa memutuskan untuk datang dan pergi seenaknya di kehidupan seseorang yang sudah kau tinggalkan.

"Ngapain ke sini?" tanyanya kaku, tas ransel dan jaket yang dia kenakan dia buang ke sembarang arah sementara tubuhnya dia jatuhkan ke atas sofa, masih menjaga jarak.

I Slept With My StepbrotherWhere stories live. Discover now