38. Terbongkar

667 36 5
                                    

Pagi ini Allesya berkunjung ke rumah orang tuanya, Intan-Bayu. Ia berkunjung karena merindukan kedua orang itu. Sudah satu bulan lamanya ia tidak menghampiri mereka.

Gadis itu hanya mengenakan kaos santai dengan celana selutut, seperti dirumah sendiri. Ia mencepol rambutnya dengan asal dan sedikit membubuhkan lipbalm di bibir indahnya.

"Selamat pagi, Bunda." Allesya mencium pipi Intan dari belakang.

Wanita paruh baya itu terkejut dengan kedatangan Allesya. "Lho, Sayang. Kok gak bilang kalau mau datang?" Dengan tutur katanya yang lembut membuat Allesya nyaman didekatnya.

Allesya yang ditanya seperti itu langsung terkekeh. "Papa dirumah, Bun?" tanyanya.

"Heem, lagi mandi kayaknya."

Dengan gesit dan tanpa perintah Allesya segera memakai apron untuk membantu ibu tirinya memasak. Mereka berbincang-bincang sembari menanyakan kabar.

Meskipun Intan berstatus sebagai ibu tirinya, tapi beliau tidak pernah membedakan antara Agil dan Allesya. Wanita itu selalu berlaku adil bagi keduanya. Tidak ada kata pilih kasih maupun memanjakan.

Inilah yang diinginkan Allesya. Bisa merasakan hangatnya sebuah keluarga, dekatnya ia dengan sang bunda, meskipun bukan orang tua kandungnya. Gadis itu tidak pernah merasakan hal yang seperti ini saat masih bersama Fika, Mama kandungnya.

Tak membutuhkan waktu lama, masakan pun telah dihidangkan. Memang ketika Allesya datang, Intan sudah hampir selesai memasak.

"Sayang, kamu panggil Agil di kamar, ya. Dia masih tidur. Bunda mau manggil Papa dulu," ujar Intan dengan senyumannya sembari melepas apron dan beranjak dari dapur.

Gadis bertubuh ramping itu segera melangkahkan kakinya. Sejujurnya ia sangat malas untuk membangunkan kakak tirinya. Ia menaiki tangga dengan langkah santai sembari menyapu pandang rumah yang luas ini. Tak ada yang berubah, semuanya tetap sama. Bersih dan rapi.

Toktoktok

Allesya mengetuk pintu kamar Agil dengan santai. Ia menunggu untuk dibukakan pintu kamar itu. Tentunya ia tidak lancang langsung masuk begitu saja. Memangnya siapa dirinya ini?

Toktoktok

Sementara itu sang pemilik kamar masih tertidur pulas. Ia sama sekali tak mendengar ketukan pintu kamarnya.

Allesya mencoba untuk menarik knop pintu, dan hasilnya ... tidak dikunci. Ia segera memasuki kamar iku perlahan-lahan sembari mengedarkan pandangannya kearah kasur.

"Agil, bangun." Gadis itu menggoyangkan bahu Agil dengan sedikit kencang.

"Agil, bangun." Lagi, ia menggoyangkan bahu Agil dengan kencang.

"Agil!" Ia menepuk pipi Agil sekuat tenaganya. Bukan tepukan, namun seperti tamparan yang bertubi-tubi.

Seketika cowok yang bertelanjang dada itu segera terbangun dan memegang pipinya. "Sakit, Allesya."

Allesya mengendikkan bahunya dengan tidak perduli. "Bodoamat, salah sendiri susah dibangunin."

"Kamu kangen sama aku?" Agil bertanya dengan mengusap pipinya. "Kok kamu masuk ke kamarku?"

Mendengar pertanyaan itu membuat Allesya menaikkan alisnya. "Aku disuruh bunda buat bangunin kamu. Udah waktu sarapan. Ogah banget kangen kamu."

Setelah mengucapkan kalimat itu, ia segera melangkah untuk keluar dari kamar kakak tirinya.

Namun, belum sampai dua langkah, tangannya sudah di tarik Agil dan membuat Allesya terjerembab di depan cowok muka bantal itu.

"Apa-apaan, sih!" Allesya meninggikan nada bicaranya sembari menepis tangan Agil dengan kasar. Ia kesal. Agil itu tidak kira-kira. Untung saja ia hanya terduduk di kasur, tidak terjatuh di dada Agil.

ALLESYAWhere stories live. Discover now