4. Illa Mazka

2K 116 17
                                    

Author POV

Awhh, sakit.” Allesya merintih setelah mengalami penindasan tadi.

Allesya memilih diam dan tidak melawan ketika ditindas oleh geng cabe itu. Bagaimana pun, ia murid baru dan tidak mungkin jika murid baru yang belum ada 10 jam bersekolah, sudah membuat onar.

Allesya kembali ke apartemennya menggunakan taksi online. Sejak di dalam taksi gadis itu hanya melamun, sampai tak sadar jika dirinya telah sampai di depan apartemen.

Ia memasuki apartmentnya dan segera merebahkan dirinya di kasur king size nya yang kemudian ia menghidupkan pengatur suhu ruangan.

“Ya Tuhan, aku lelah sekali,” Allesya mengeluh dan berusaha menahan air matanya.

Ia gadis remaja yang begitu rapuh, keluarganya dengan tidak langsung membiarkannya sendirian dan tanpa kasih sayang pun, meskipun masih ada kakaknya tapi dimana-mana seorang anak pasti membutuhkan keharmonisan keluarganya.

Setelah ia menyudahi aksi mengeluhnya dan segera membersihkan diri juga membersihkan apartemen. Ia juga memasak untuk dirinya sendiri.

Lagi dan lagi Allesya hanya tersenyum getir. Tapi ia menepis semua pikirannya.

***

“Baru aja masuk sekolah, tugas udah kek air bah.” Allesya bermonolog.

Dibalik sosok dingin dan datarnya itu, ia menyimpan beribu duka yang mendalam.

Layaknya pungguk yang merindukan bulan, seperti itu perasaan Allesya ketika sekelebat keretakkan keluarganya mulai menyerang.

Ketika ia ingin meraihnya, namun tidak bisa.

Ketika ia berusaha mengabaikannya, namun ia menginginkannya.

Ia merasa seperti katak yang terkurung dalam tempurung. Sepi dan tak tahu arah. Di ruang ini ... hanya menyisakan suaranya yang terdengar. Tak ada suara gelak tawa yang bahagia. Tak ada suara menenangkan yang membiusnya.

Rindu. Sakit. Kecewa.

Tiga perasaan itu selalu menguasai hati dan pikirannya. Sehingga memunculkan satu sifat Allesya yang belum tentu semua orang bisa menjadi penawarnya, yaitu ... gelap.

Mata Allesya telah kalap oleh gelapnya takdir kehidupan.

Kesedihan dan kesakitan yang membelenggunya membuat dirinya seperti manusia yang tidak memperdulikan sekitarnya. Hingga dirinya ... menarik diri dari masyarakat yang sesekali mungkin bisa membantunya.

Namun sang gelap sudah memenuhi mata gadis rapuh itu.


Hatinya sangat pilu.

“Andai keluargaku masih utuh, mungkin aku gak akan begitu terpukul sama keadaan yang sekarang,” gumam Allesya parau.

Ia diam beberapa saat menatap langit-langit kamarnya.

“Ah, Allesya. Jangan begini dong, jangan cengeng! Allesya harus kuat!” Ia menepuki kedua pipinya pelan,  “mau sampai kapan Allesya bersikap kayak gini? Ayo, Allesya harus berubah, harus semangat, dan yang paling penting, Allesya ga boleh bersikap dingin ke temen baru, oke?” Allesya menyemangati dirinya sendiri sambil tersenyum.

***

Kring ... Kring ... Kring

ALLESYAWhere stories live. Discover now