25. Perjalanan Berakhir Kesinisan

1.1K 78 1
                                    

Jadilah mentari di setiap hari ku.

***

Setelah hari itu, mereka telah berangkat menuju ke Jakarta, dan baru tiba pada saat ini. Pukul sembilan pagi.

Allesya melihat Agil yang kelelahan menyetir. Laki-laki berbadan proporsional itu sesekali menguap karena mengantuk.

“Gil, menepi. Beli cemilan dulu.” Agil menuruti kata Allesya. Kini ia menepikan mobil tepat di depan minimarket. Allesya mengimbuhkan, “Lo disini aja. Gak usah keluar.”

Setelah Agil mengangguk, kekasihnya itu pergi memasuki minimarket. Sembari menunggu sang kekasih, Agil memejamkan matanya karena sangat mengantuk.

Sedangkan Allesya didalam minimarket sana, ia tengah membeli dua cup kopi dan juga makanan ringan agar bisa digunakan untuk camilan. Gadis mungil itu membayar makanannya dan segera menuju mobil untuk menemui Agil-nya.

Allesya membuka pintu kanan mobil. Berniat untuk membangunkan Agil. Ia melihat seorang laki-laki yang sangat tulus mencintainya disana. “Bangun.” Allesya menepuk pipi Agil dua kali. Ia menyodorkan kopi sembari berkata, “keluar. Tuker posisi.”

Agil yang mengenakan kaos polos dan celana panjang itu hanya menuruti perintah Allesya. Ia telah berada di jok samping kiri.

“Biar gue anter ke rumah lo langsung, ya.” Agil hanya mengangguk mendengar itu. Ia segera meminum tandas kopinya dan segera memejamkan mata.

***

Setelah 60 menit berselang, kini Allesya sudah sampai di pelataran rumah Agil. Ia berniat untuk membangunkan Agil yang tengah terlelap dengan wajah penatnya itu. Namun, ia lebih memilih untuk menelisik wajah tampan Agil.

“Hngh ...” Agil menggeliat. Ia membuka matanya, “udah sampe? Kenapa gak bangunin?” tanyanya berusaha membuka matanya dengan sempurna.

Allesya hanya tersenyum melihat wajah polos Agil, “Gak pa-pa. Lo baru tidur masa gue bangunin.”

Agil menyentil dahi Allesya dengan pelan, “masuk, yuk! Ketemu sama bunda.” Agil mengedarkan pandangannya, “kayaknya ada ayah. Gak mau sekalian kenalan?”

“Gak, deh. Besok-besok aja. Capek gue, males pen beli truk.” Jawab Allesya melantur diakhir kalimat.

“Iya, deh, yang holkay,” ucap Agil terkekeh, “apalah dayaku yang hanya butiran nutrisari ini.” Mendramatisir.

Allesya terkekeh renyah, “Yaudah sana keluar. Gue mau pulang!”

“Pengen ngobrol bentar.” Agil mengucap manja.

“Apa?”

“Bentar lagi kelas kita mau PKL, nih. Lo dulu milih PKL dimana?” tanya Agil penasaran.

“Gue dulu milih opsi di Kalimantan.”

Agil ternganga, “Sama kayak Dito.” Ia mengangguk, dan baru menyadari, “yah, kita LDR, dong.”

“Emang lo milih dimana?”

“Gue malah milihnya di Jawa.” Ungkap Agil kesal.

ALLESYAOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz