35. Pertunangan

950 28 7
                                    

Empat tahun kemudian...

Gelapnya malam yang diterangi bintang dan bulan memperindah tampilan langit kota. Udara yang sejuk nan tentram menenangkan keramainan kendaraan beroda dua maupun empat.

Namun, tidak dengan perasaan gadis cantik yang kini sudah dewasa. Luka yang dulu ada belum kunjung memulih. Justru, akan bertambah sakit.

Malam ini, ia berkunjung ke rumah Agil. Memakai gaun yang indah dan memakai riasan wajah yang natural. Begitu perih hatinya menyaksikan senyuman bahagia orang lain.

Hatinya tersayat-sayat melihat lelaki yang dulu dicintainya sedang memakaikan cincin tunangan di jari manis gadis lain. Gadis yang dipilihkan oleh orang tuanya sendiri.

Ya ... itu Agil. Agil yang tampan dengan pakaiannya yang necis. Ia memahat senyum yang indah di bibirnya selepas memasang cincin tersebut.

Allesya hanya menahan perih dihatinya sembari tersenyum pura-pura. Gadis itu melihat Agil dengan lama. Dulu, ia berharap Agil yang akan memasangkan cincin di jarinya. Namun, ternyata Agil memasangkan cincin di jari gadis lain.

Tepat saat Agil melihat Allesya, gadis itu lantas memalingkan mukanya. Ia disusul oleh Dito dan kawan-kawan yang lain.

Dito tak tega melihat Allesya. Meskipun gadis itu melempar senyuman yang indah ... tetap saja ia tidak bisa membohongi teman-temannya. Karena itu, Dito segera merangkul pundak Allesya untuk menuju ke taman sebelah rumah.

Mereka berjalan dengan langkah yang pelan, tanpa adanya suara yang keluar.

“Alle ....” Dito mengeluarkan suara dengan nada yang berat.

Namun, tak ada jawaban. Dito beralih menggandeng tangan Allesya. Gadis cantik itu hanya diam tanpa memberontak diperlakukan seperti itu.

Karena empat tahun yang lalu, Dito yang selalu menemani Allesya. Semenjak Agil sudah disibukkan dengan gadis pilihan orang tuanya.

Lelaki yang dulu terkenal gila karena tingkahnya itu, kini sudah berubah menjadi lelaki yang berwibawa. Ia sukses di umur yang muda. Juga karena memang dia dari keluarga yang kaya, demikian pula dengan teman-temannya.

Berbeda dengan Allesya, gadis itu memilih untuk bekerja keras untuk mendirikan usaha sendiri. Ia rela bekerja di kantor kakaknya sebagai staff biasa demi menabung uang untuk modal usahanya. Dia tidak ingin menjadi orang sukses karena kekuatan orang dalam. Karena hal itu tidak akan memunculkan kepuasan dalam dirinya.

Kini, Dito, telah merubah posisi mereka. Dito meletakkan kepala Allesya di pundaknya dan ia mengusap-usap kepala Allesya dengan lembut.

“Alle ... sekarang udah waktunya lo buat move-on. Cowok yang lo cintai, udah tunangan.”

Allesya menggelengkan kepalanya pelan, “Belum bisa, Dit.”

“Mau sampai kapan?”

“Gue gak tau.”

Dito menarik napas kasar. Ia berpindah posisi. Membuat Allesya terkejut. “Dito?” Gadis itu menyebut nama dengan lirih.

Dito menarik dirinya dari dekat Allesya. Ia memberi jarak diantara mereka. “Berhenti, Allesya.”

“Hah? Maksudnya apa?” Allesya mengernyitkan dahinya tanda tak paham.

“Ada masanya kita butuh sendiri. Bercinta dengan sepi sampai melahirkan ilusi.” Dito mengucapkan kalimat yang tidak dipahami Allesya.

Lantas ia melanjutkan, “untuk saat ini aku gak akan lagi berjanji. Aku akan pergi dan memberimu waktu sendiri. Aku gak akan mencarimu lagi sampai kamu sendiri yang mencariku.”

ALLESYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang